Laporan Liputan6.com dari Melbourne: Menjelajah Pesona Kota Empat Musim

4 days ago 19

Liputan6.com, Jakarta - Setelah menyelesaikan rangkaian kunjungan di Sydney atas undangan Kedutaan Besar Australia, jurnalis Liputan6.com Tira Santia melanjutkan perjalanan menuju Melbourne.

Perjalanan udara singkat ini membuka babak baru dari eksplorasi Australia, dengan nuansa kota yang berbeda dari Sydney. Tidak hanya dari arsitektur dan ritme kehidupan, tetapi juga dari cuacanya yang lebih dinamis.

Begitu pesawat mendarat, perbedaan suhu langsung terasa. Jika Sydney pada musim semi menawarkan kesejukan sekitar 24 derajat Celcius, Melbourne menyambut dengan udara yang lebih dingin dan menusuk.

Perubahan suhu ini menjadi karakter khas Melbourne, membuat setiap kunjungan terasa seperti petualangan baru.

Menurut laman Australia.com, Melbourne dikenal luas sebagai kota dengan cuaca tak menentu. Banyak yang menyebutnya sebagai kota yang memiliki empat musim dalam satu hari. Meskipun begitu, pesonanya tetap dapat dinikmati sepanjang tahun, terutama bagi wisatawan yang siap dengan kejutan cuaca.

Oleh karena itu, jaket menjadi barang wajib bagi siapa pun yang ingin menjelajahi kota ini. Hal tersebut juga diamini Deasy, warga Indonesia yang tinggal di Australia.

“Melbourne punya empat musim. Pas musim semi dinginnya masih aman, tapi saat musim dingin bisa lebih dingin lagi,” ujar Deasy kepada Liputan6.com, Kamis (20/11/2025).

Kota Ramah Pejalan Kaki

Musim semi di Melbourne berlangsung dari September hingga November, dengan suhu rata-rata berkisar antara 9,6 hingga 19,6 derajat Celcius. Inilah musim yang dikenal paling fluktuatif sepanjang tahun.

Dalam hitungan jam, langit cerah dapat berubah menjadi mendung, dan angin sepoi dapat berubah menjadi hembusan dingin yang menusuk. Namun justru perubahan cepat inilah yang memberikan sensasi unik bagi para pengunjung.

Setiap langkah terasa seperti memasuki suasana baru, membuat pengalaman berjalan kaki menjadi lebih menarik dan tak terduga.

Melbourne juga menyediakan ruang luas dan fasilitas lengkap bagi pejalan kaki, membuat kota ini sangat ramah untuk dijelajahi tanpa kendaraan. Rambu-rambu penyeberangan dengan tombol tersedia hampir di setiap sudut jalan.

Jalur pedestrian yang lebar membuat wisatawan dapat berjalan dengan nyaman tanpa takut bersenggolan dengan kerumunan. Tidak heran banyak yang menyebut Melbourne sebagai salah satu kota terbaik untuk dinikmati dengan berjalan kaki.

Selain kenyamanan bagi pejalan kaki, ketertiban warga menjadi daya tarik lain. Meski lalu lintas berjalan lancar, tidak ada pengendara yang menerobos lampu merah atau menyelak antrean. Semua bergerak dengan tertib, mencerminkan budaya kota yang menghargai aturan.

Surga Seni Jalanan dan Kehidupan Kota yang Tertata

Berbeda dari Sydney yang lebih rapi dan modern, Melbourne menunjukkan karakter artistik yang kuat melalui seni jalanannya. Gang-gang besar maupun kecil dipenuhi mural, grafiti artistik, hingga coretan kreatif yang bukan vandalisme, melainkan bagian dari identitas kota.

Karya-karya ini membuat setiap sudut Melbourne terasa hidup dan fotogenik. Pengunjung bisa menemukan gambar-gambar lucu, unik, hingga bernilai artistik tinggi di dinding bangunan tua maupun area komersial.

Untuk urusan kuliner dan belanja, Melbourne menawarkan banyak pilihan restoran, minimarket, serta toko pakaian.

Namun berbeda dari Jakarta atau kota Asia lainnya, banyak toko tutup lebih cepat, sekitar pukul 19.00 waktu setempat. Meski begitu, ada beberapa restoran yang buka hingga tengah malam.

Minimarket juga tetap buka hingga pukul 24.00, sehingga wisatawan tidak perlu khawatir jika tiba-tiba merasa lapar larut malam.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |