Gowa Makassar Tourism Development Beberkan 4 Dokumen Negara yang Tegaskan Kepemilikan Lahan

3 hours ago 6

Liputan6.com, Jakarta - PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk (GMTD) menyampaikan pernyataan resmi terkait polemik lahan 16 hektare di kawasan Tanjung Bunga, Makassar. Perusahaan menegaskan bahwa klaim kepemilikan lahan oleh PT Hadji Kalla tidak memiliki dasar hukum.

Presiden Direktur GMTD Ali Said menjelaskan, kawasan Tanjung Bunga telah ditetapkan pemerintah sebagai kawasan wisata terpadu yang sepenuhnya berada dalam mandat tunggal PT GMTD. Penetapan itu dituangkan dalam empat dokumen negara, yaitu:

  1. SK Menteri PARPOSTEL (8 Juli 1991)
  2. SK Gubernur Sulawesi Selatan (5 November 1991, seluas 1.000 Ha)
  3. SK Penegasan Gubernur (6 Januari 1995)
  4. SK Penegasan dan Larangan Mutasi Tanah (7 Januari 1995)

Keempat dokumen tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa hanya PT GMTD yang berwenang membeli, membebaskan, dan mengelola tanah di kawasan tersebut, sementara pihak lain tidak diperbolehkan memproses atau memiliki tanah pada periode itu,"kata dia dalam keterangan tertulis, Senin (17/11/2025).

Gowa Makassar Tourism Development menegaskan bahwa penetapan ini merupakan keputusan negara yang bersifat final dan mengikat.

PT GMTD juga menegaskan bahwa mandat tunggal sejak 1991 merupakan bagian dari kebijakan nasional untuk membuka kawasan wisata terpadu Makassar–Gowa, mendorong ekonomi daerah, dan membangun infrastruktur saat pemerintah belum memiliki anggaran.

Investasi awal PT Gowa Makassar Tourism Development disebut menjadi fondasi pembangunan kawasan, mulai dari akses jalan hingga pematangan lahan.

“Tanpa mandat pemerintah kepada PT GMTD, kawasan ini tidak akan berkembang seperti hari ini,” kata Ali Said.

Keabsahan Sertifikat HGB Perlu Diuji

Terkait keberadaan Sertifikat HGB (SHGB) yang diklaim PT Hadji Kalla, PT GMTD menegaskan bahwa suatu sertifikat dinilai tidak sah apabila objek tanahnya merupakan tanah yang telah dicadangkan untuk pihak lain berdasarkan SK Pemerintah.

Jika SHGB diterbitkan tanpa izin lokasi, tanpa IPPT, tanpa persetujuan gubernur, tanpa pelepasan hak negara, dan tanpa persetujuan PT GMTD, maka sertifikat tersebut dapat dibatalkan secara administratif.

PT GMTD pun meminta PT Hadji Kalla menunjukkan dokumen dasar penerbitan SHGB pada periode 1991–1995. “Kami meyakini dokumen tersebut tidak pernah ada,” kata perusahaan.

PT GMTD menyatakan tidak ada satu pun dokumen pemerintah yang mencatat adanya pembebasan lahan 80 hektare oleh pihak Kalla pada era 1980-an. Normalisasi Sungai Jeneberang disebut hanyalah pekerjaan konstruksi, bukan pemberian hak atas tanah.

Perusahaan juga menegaskan tidak ada putusan pengadilan, surat BPN, maupun dokumen administrasi yang membatalkan SK-SK pemerintah yang menjadi dasar pengelolaan kawasan Tanjung Bunga.

JK Ngamuk Tanahnya Dirampok

Sebelumnya, Founder & Advisor Kalla Group, Jusuf Kalla (JK), angkat bicara tegas terkait polemik kepemilikan lahan seluas 16,4 hektare di depan Trans Mall, Jalan Metro Tanjung Bunga, Makassar, Sulawesi Selatan. Mantan Wakil Presiden RI dua periode itu menolak klaim PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD), yang disebutnya sebagai tindakan rekayasa dan bentuk perampasan hak.

JK menegaskan bahwa lahan yang kini disengketakan telah dibelinya langsung dari ahli waris Raja Gowa sejak tiga dekade lalu, saat kawasan itu masih termasuk wilayah Kabupaten Gowa. Ia menyebut kepemilikan tanah tersebut sah secara hukum, dilengkapi dengan sertifikat dan akta jual beli.

“Ini tanah saya sendiri yang beli, dari anak Raja Gowa, tiga puluh tahun lalu. Sudah bersertifikat dan ada akta jual belinya. Dulu memang wilayah Gowa, tapi sekarang sudah masuk Makassar,” ujar JK saat meninjau lokasi lahan yang akan dikembangkan menjadi proyek properti terintegrasi, Rabu (5/11/2025).

Ia menuding pihak GMTD yang berafiliasi dengan Grup Lippo melakukan klaim sepihak tanpa dasar hukum yang jelas.

“Tiba-tiba ada yang datang merekayasa segala macam, mau merampok. Mereka itu omong kosong, pembohong semua,” tegas JK. 

Dalam kunjungan tersebut, JK sempat berbincang dengan para pekerja dan penjaga lahan. Ia menyebut tindakan GMTD sebagai bentuk penghinaan terhadap martabat masyarakat Bugis-Makassar, yang menjunjung tinggi nilai siri (harga diri).

“Selama 30 tahun kami menjaga tanah ini, tiba-tiba ada yang mau merampas. Ini soal kehormatan. Dalam Islam, mempertahankan tanah itu jihad,” kata JK dengan nada geram.

Seorang pekerja yang berada di lokasi pun menyatakan siap membela JK. “Harga mati membela Puang (JK), karena kebenaran sudah jelas, datanya lengkap, sertifikatnya ada,” ujarnya.

JK juga menanggapi isu eksekusi lahan oleh GMTD. Menurutnya, tindakan itu tidak sah karena tidak melalui prosedur hukum yang berlaku.

“Eksekusi harus ada pengukuran resmi. Mana BPN-nya? Mana camatnya? Tidak ada semua,” ucap JK.

Legalitas

JK pun menantang PT GMTD untuk membuktikan legalitas klaimnya dan menunjukkan lokasi tanah yang sebenarnya menjadi objek sengketa sesuai keputusan Mahkamah Agung.

“Kalau memang ada keputusan pengadilan, silakan cari Manyomballang, penjual ikan yang dipersoalkan itu. Jangan tanah kami yang sudah tiga puluh tahun dibeli dianggap milik mereka. Itu perampokan,” katanya.

JK bahkan menuding GMTD dan grup afiliasinya kerap melakukan praktik serupa di berbagai daerah.

“Itu kebohongan dan permainan. Ciri-ciri Lippo memang begitu. Tapi jangan main-main di Makassar, kita akan lawan sampai kapan pun,” tegasnya.

Ia menduga GMTD justru menjadi korban penipuan dari pihak yang menjual tanah kepada mereka.

“Mereka beli dari Hj. Najemiah, mungkin ditipu. Sebelum GMTD datang ke Makassar, saya sudah punya tanah itu. Kalau begini, bisa-bisa seluruh kota dimainkan. Kalau Hadji Kalla saja diganggu, bagaimana dengan rakyat biasa?” ujarnya.

JK menegaskan pihaknya siap menghadapi proses hukum jika GMTD membawa perkara ini ke pengadilan. “Kita siap melawan ketidakadilan. Aparat penegak hukum juga harus adil, jangan mau dimainkan,” tutup JK.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |