Argentina Ambil Swap USD 20 Miliar dari AS untuk Selamatkan Peso

Liputan6.com, Jakarta - Argentina meresmikan perjanjian pertukaran mata uang dengan Amerika Serikat (AS) hingga senilai USD 20 miliar atau sekitar Rp 334 miliar (kurs dolar Rp 16.725). Sebuah langkah besar yang digambarkan bank sentral negara tersebut sebagai upaya penting untuk berkontribusi pada stabilitas ekonomi Argentina.

Dikutip dari The Guardian, Senin (17/11/2025), lesepakatan ini hadir di tengah tekanan politik dan ekonomi yang semakin tajam, terutama menjelang pemilihan paruh waktu pada 26 Oktober. Fluktuasi liar peso telah menggerus kepercayaan publik terhadap kemampuan pemerintah menstabilkan nilai tukar, membuat banyak warga Argentina panik dan khawatir tabungan mereka akan kembali tergerus dalam hitungan minggu.

Dukungan finansial baru ini merupakan bagian dari komitmen besar pemerintahan Donald Trump, yang menjadi pendukung kuat Presiden Argentina Javier Milei.

Dalam beberapa bulan terakhir, Milei berusaha mengendalikan inflasi yang sebelumnya berhasil ditekan setelah ia menjabat pada Desember 2023, namun kini kembali meningkat dari bulan ke bulan.

Situasi menjadi semakin rumit ketika pemerintah menggunakan hampir seluruh cadangan dolar Bank Sentral demi mempertahankan peso, strategi yang oleh banyak ekonom dinilai tidak berkelanjutan.

Di sisi lain, pengaruh politik AS, khususnya dari Trump kian memainkan peran penting dalam dinamika ekonomi Argentina. Ketika Milei mengunjungi Gedung Putih pekan lalu untuk meminta dukungan, Trump secara terbuka memperingatkan pemilih Argentina bahwa bantuan ekonomi AS dapat dihentikan jika Milei kalah dalam pemilu.

“Jika dia kalah, kami tidak akan bermurah hati kepada Argentina," ujar Trump, sekaligus memberi sinyal bahwa dukungan yang diberikannya bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga ideologi dan aliansi politik internasional.

Dengan kondisi ekonomi yang rapuh dan tekanan politik yang semakin menumpuk, masa depan Argentina kini sangat ditentukan oleh hasil pemilu dan stabilitas finansial jangka pendek.

Milei, yang sebelumnya dikenal sebagai ikon politik libertarian global, kini memasuki pemilu dalam kondisi melemah karena kegagalannya menstabilkan mata uang nasional.

Pemerintahan Trump telah menjanjikan dukungan besar, namun langkah itu belum mampu menenangkan pasar atau meningkatkan polling Milei menjelang pemilu 26 Oktober.

Hasil pemilu akan menentukan apakah partai minoritas Milei dapat memperluas kekuasaannya di legislatif untuk mendorong reformasi pemotongan biaya atau justru menghadapi kebuntuan selama dua tahun masa jabatannya.

Saat menjamu Milei di Gedung Putih, Trump secara terbuka menyebut presiden Argentina itu sebagai “pemimpin hebat” dan mengatakan ia akan “mendukung penuh” Milei.

Trump menegaskan dukungannya adalah bagian dari upaya membantu “filosofi besar mengambil alih negara besar,” sebuah pernyataan yang memunculkan spekulasi tentang motif strategis AS di kawasan.

Ketika ditanya soal manfaat bagi AS, Trump menjawab bahwa dukungan tersebut adalah bagian dari strategi ideologis yang lebih luas.

Selain jalur swap, Menteri Keuangan AS Scott Bessent, sebelumnya mengumumkan upaya untuk mengamankan fasilitas terpisah senilai USD 20 miliar, sekitar Rp 334 miliar lainnya dari “bank swasta dan dana kekayaan negara” untuk menopang perekonomian Argentina yang sedang berjuang.

Langkah ini menunjukkan tingkat intervensi Amerika Serikat yang jarang terjadi di pasar mata uang Amerika Latin, menegaskan pentingnya posisi strategis Argentina bagi Washington.

Adapun di Argentina, muncul spekulasi mengenai apa yang mungkin diminta AS sebagai balasan, terutama mengingat sebelum Milei menjabat, negara produsen litium besar itu mempererat hubungan dengan Tiongkok.

Kantor kepresidenan Argentina mengatakan bahwa kedua pemimpin akan membahas “berbagai topik.”

Di tengah pengumuman kerja sama dengan Argentina, Trump juga mengancam sanksi perdagangan terhadap Spanyol karena negara tersebut tidak menaikkan anggaran pertahanannya hingga 5 persen seperti yang disepakati NATO pada Juni.

Madrid berargumen bahwa kontribusi pasukan mereka telah menyeimbangkan kebutuhan tersebut.

"Saya sangat tidak puas dengan Spanyol," ujarnya kepada para wartawan di Gedung Putih.

"Mereka satu-satunya negara yang tidak menaikkan tarif mereka hingga 5 persen. Saya sempat berpikir untuk memberi mereka hukuman perdagangan berupa tarif atas tindakan mereka, dan saya rasa saya mungkin akan melakukannya."