Liputan6.com, Jakarta Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Yayan Satyakti, mengatakan potensi penutupan Selat Hormuz oleh Iran bisa berdampak besar terhadap pasar energi global.
“Kita lihat kepentingan dari selat Hormuz itu kalau misalkan secara global dia sangat krusial,” kata Yayan kepada Liputan6.com, Senin (23/6/2025).
Meski langkah tersebut diprediksi tidak akan berlangsung lama, efek psikologis dan gangguan rantai pasok dapat mendongkrak harga minyak dunia hingga tembus USD120–135 per barel.
“Kalau misalkan kita anggap disrupsinya itu semakin lama ya kemungkinan itu bisa meningkatkan harga minyak di kisaran sekitar mungkin sekitar USD120 hingga USD135 per barrel,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa Selat Hormuz merupakan jalur vital dalam perdagangan energi global. Sekitar 20 persen dari total perdagangan minyak dunia melewati selat tersebut.
“Kita lihat bahwa selat Hormuz itu sekitar 20% kemungkinan Iran bisa menutup selat Hormuz tetapi dia tidak bisa juga untuk menjual ke wilayah-wilayah Asia,” ujarnya.
Penutupan Selat Hormuz Bisa Rugikan Iran Sendiri
Lebih lanjut, Yayan menilai jika dilakukan penutupan total selat ini tidak hanya akan mengganggu pasokan global, tetapi juga akan menyulitkan Iran sendiri dalam menjual minyak ke negara-negara Asia, yang menjadi pasar utama mereka.
“Kita ketahui bahwa berdasarkan data dari S&P Plus penjualannya itu sebagian besar ke Asia, terutama ke Singapura, yaitu sebesar 663 barrel per day dan kemudian sisanya sekitar 336 barrel per day,” ujarnya.
Karena itulah, menurut dia, jika Iran benar-benar menutup Selat Hormuz, kemungkinan besar penutupan tersebut tidak akan berlangsung lama. Tujuannya lebih kepada memberi sinyal kuat kepada komunitas internasional tentang pentingnya selat tersebut, bukan sebagai strategi jangka panjang.
“Nah jadi kalau ditutup itu akan merugikan bagi Iran sendiri. Tetapi jika itu akan ditutup saya kira ditutupnya tidak akan dalam jangka waktu yang lama, ini mungkin hanya beberapa waktu saja,” katanya.
Potensi Disrupsi dan Lonjakan Harga Minyak
Yayan juga menjelaskan bahwa salah satu konsekuensi utama dari penutupan selat ini adalah terjadinya disrupsi pada rantai pasok minyak global. Ia membandingkan situasi ini dengan perang Rusia-Ukraina, yang juga menyebabkan terganggunya suplai energi secara global.
"Berdasarkan data historis dari konflik Ukraina, disrupsi pasokan bisa mengurangi supply minyak sekitar 2 persen per hari. Kalau hal serupa terjadi karena konflik Iran, tentu akan ada eskalasi besar dalam harga minyak dunia," ujarnya.
Dari kalkulasi sementara, Yayan memprediksi bahwa harga minyak bisa melonjak hingga ke kisaran USD120 hingga USD135 per barel jika disrupsi berlangsung terus-menerus dalam beberapa waktu.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa prediksi ini masih bersifat spekulatif. Ada banyak faktor yang mempengaruhi pergerakan harga, mulai dari dinamika pasar, sentimen global, hingga sejauh mana eskalasi konflik berlangsung.
“Kalau misalkan kita lihat sejauh mana bahwa harga minyak itu akan didorong sampai dengan USD130 ya saya kira, spekulasinya mungkin bisa iya dan bisa tidak,” pungkasnya.