Liputan6.com, Jakarta - Bersiaplah merogoh kocek lebih dalam untuk membeli Kit Kat atau Reese’s Peanut Butter Cups. Hal ini seiring perseroan akan menaikkan harga produk karena bahan baku naik.
Dilansir dari CNN, Rabu (23/7/2025), Hershey, produsen makanan manis asal Amerika Serikat (AS) mengonfirmasi akan menaikkan harga produk cokelat sekitar 12%, dibandingkan harga dalam beberapa tahun terakhir. Penyebab utamanya karena harga kakao, bahan utama cokelat yang melambung tinggi.
Kabar kenaikan harga ini pertama kali diberitakan oleh Bloomberg.
Data dari FactSet menunjukkan harga kakao melonjak 178% sepanjang 2024, setelah naik 61% pada 2023. Kenaikan drastis ini terjadi karena Ghana dan Pantai Gading, dua negara yang menyumbang hampir 60% produksi kakao dunia, mengalami gagal panen akibat cuaca buruk yang diperparah oleh perubahan iklim.
Misalnya, sebuah studi yang dipimpin oleh Maximillian Kotz dari Barcelona Supercomputer Center mengungkapkan gelombang panas pada awal 2024 menjadi 4 derajat Celsius lebih tinggi karena pengaruh perubahan iklim. Akibatnya, harga kakao melonjak hingga 280 persen pada April.
Saat ini, kontrak berjangka kakao diperdagangkan di angka USD 8.156 per metrik ton (1.000 kg kakao), yang memang lebih rendah 30% dari rekor tertinggi USD 12.646 pada Desember 2024, tapi tetap jauh lebih mahal dibanding dua tahun lalu.
Hershey: Kenaikan Tidak Ada Kaitannya dengan Kebijakan Tarif Perdagangan
Hershey menegaskan kenaikan harga ini tidak ada kaitannya dengan kebijakan tarif atau perdagangan. Dalam laporan keuangan Mei lalu, perusahaan memperkirakan beban biaya tarif akan mencapai USD 15 juta hingga USD 20 juta atau sekitar Rp 244,43 miliar-Rp 325,91 miliar (asumsi kurs dolar AS terhadap rupiah di kisaran 16.295) pada kuartal kedua tahun ini.
"Kenaikan harga ini mencerminkan kenyataan atas naiknya biaya bahan baku, termasuk harga kakao yang belum pernah terjadi sebelumnya. Selama bertahun-tahun kami berusaha menyerap biaya ini dan tetap menjaga 75 persen produk kami tersedia untuk konsumen di bawah USD 4,” ujar juru bicara perusahaan kepada CNN pada Selasa (22/7/2025).
Dalam laporan keuangan yang sama Mei lalu, perusahaan juga menyampaikan akan menyesuaikan struktur harga dan ukuran kemasan, strategi yang dikenal sebagai shrinkflation, yaitu mengurangi isi dalam satu kemasan, tetapi tetap mempertahankan harga produk.
“Keuntungannya adalah konsumen tidak langsung melihat kenaikan harga, karena kombinasi antara ukuran dan harga bisa menciptakan persepsi nilai yang lebih baik,” kata CEO Hershey, Michele Buck, pada panggilan laporan keuangan pada bulan Mei lalu.
Sementara itu, produsen cokelat asal Swiss, Lindt, juga mengumumkan mereka menaikkan harga pada 2024 dan kemungkinan akan terus melakukannya hingga 2025, menyusul tekanan dari tingginya harga kakao, kenaikan biaya produksi, serta melemahnya daya beli konsumen.
Harga Kakao Hari Ini 2 Juni 2025, Melonjak hingga 14%
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat Harga Referensi (HR) biji kakao pada Juni 2025 dipatok sebesar USD 9.591,52/MT, naik sebesar USD 1.207,77 atau 14,41% dari Mei 2025.
Hal tersebut berdampak pada peningkatan Harga Patokan Ekspor (HPE) biji kakao pada Juni 2025 menjadi USD 9.127/MT, naik USD 1.178 atau 14,82% dari Mei 2025.
"Peningkatan HR dan HPE biji kakao ini dipengaruhi penurunan produksi di negara produsen utama di wilayah Afrika Barat akibat curah hujan yang tinggi," ujar Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Perdagangan N.M Kusuma Dewi, seperti dikutip dari keterangan resmi, Senin (2/6/2025).
Ia menambahkan, peningkatan harga ini tidak berdampak pada BK biji kakao yang tetap sebesar 15 persen. Hal itu sesuai kolom 4 lampiran Huruf B pada PMK Nomor 38 Tahun 2024.
HR CPO
Sementara itu, HR CPO untuk penetapan Bea Keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BLU BPDP-KS), atau biasa dikenal sebagai Pungutan Ekspor (PE), untuk periode Juni 2025 adalah sebesar USD 856,38/MT. Nilai ini turun USD 68,08 atau 7,36 persen dari periode Mei 2025 yang tercatat sebesar USD 924,46/MT.
Penetapan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1484 Tahun 2025 tentang Harga Referensi Crude Palm Oilyang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Kepmendag tersebut berlaku untuk 1–30 Juni 2025.
"Saat ini, HR CPO turun mendekati ambang batas USD 680/MT. Untuk itu, merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang berlaku saat ini, pemerintah mengenakan BK CPO sebesar USD 52/MT dan PE CPO sebesar 10 persen dari HR CPO periode Juni 2025, yaitu sebesar USD 85,6384/MT untuk periode Juni 2025," ujar Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim.
BK CPO
BK CPO periode Juni 2025 merujuk pada Kolom Angka 5 Lampiran Huruf C PMK Nomor 38 Tahun 2024 sebesar USD 52/MT. Sementara itu, PE CPO periode Juni 2025 merujuk pada Lampiran I PMK Nomor 30 Tahun 2025 sebesar 10 persen dari HR CPO periode Juni 2025, yaitu sebesar USD 85,6384/MT.
Penetapan HR CPO bersumber dari rata-rata harga selama periode 25 April–24 Mei 2025 pada Bursa CPO di Indonesia sebesar USD 804,50/MT, Bursa CPO di Malaysia sebesar USD 908,27/MT, dan Harga PortCPO Rotterdam sebesar USD 1.132,90/MT.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 46 Tahun 2022, bila terdapat perbedaan harga rata-rata pada tiga sumber harga sebesar lebih dari USD 40, maka perhitungan HR CPO menggunakan rata-rata dari dua sumber harga yang menjadi median dansumber harga terdekat dari median.
Berdasarkan ketentuan tersebut, HR bersumber dari Bursa CPO di Malaysia dan Bursa CPO di Indonesia. Sesuai perhitungan tersebut, ditetapkan HR CPO sebesar USD 856,38/MT.
Selain itu, minyak goreng (refined, bleached, and deodorized/RBD palm olein) dalam kemasan bermerek dan dikemas dengan netto ≤ 25 kg dikenakan BK USD 0/MT dengan penetapan merek sebagaimana tercantum dalam Kepmendag Nomor 1485 Tahun 2025 tentang Daftar Merek Refined, Bleached, and Deodorized(RBD) Palm Oleindalam Kemasan Bermerek dan Dikemas dengan Berat Netto ≤ 25 Kg.