Kebijakan Tarif Impor Donald Trump, Siapa Paling Terdampak?

1 day ago 6

Liputan6.com, Jakarta Kebijakan tarif yang diterapkan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump dapat berdampak lebih besar pada ekonomi Amerika Serikat dibandingkan Eropa dalam jangka pendek. 

Ketua Eksekutif Banco Santander, Ana Botín, menyatakan bahwa kebijakan proteksionis ini justru akan membebani konsumen AS karena tarif impor pada dasarnya adalah bentuk pajak tambahan bagi masyarakat.

“Tarif adalah pajak yang dibebankan kepada konsumen. Pada akhirnya, ekonomi yang akan membayar harganya. Akan ada perlambatan pertumbuhan dan peningkatan inflasi,” ujar Botín dalam wawancara dengan CNBC di sela-sela KTT Eropa IIF 2025 di Brussels, dikutip dari CNBC, Senin (31/3/2025).

Sejak menjabat untuk periode kedua pada Januari lalu, Trump telah memberlakukan berbagai tarif impor dengan tujuan memperkuat industri manufaktur dalam negeri dan mengurangi defisit perdagangan AS. 

Namun, banyak analis yang memperingatkan bahwa kebijakan ini justru berpotensi meningkatkan inflasi dan mengurangi daya beli masyarakat.

“Secara relatif, dalam jangka pendek, Eropa akan lebih sedikit terpengaruh dibandingkan AS,” tambah Botín.

Keputusan Tarif Kendaraan

Keputusan AS untuk mengenakan tarif 25% pada semua impor mobil mulai 2 April telah memicu respons dari Uni Eropa dan negara-negara lain. Uni Eropa sendiri telah mengambil langkah-langkah untuk memperkuat ekonomi regional, termasuk dengan melonggarkan aturan fiskal dan mengalokasikan hampir 800 miliar euro untuk peningkatan belanja pertahanan.

Botín menyoroti bahwa bank-bank di Eropa saat ini dalam kondisi kuat dan siap untuk mendukung pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. “Bank-bank Eropa memiliki modal yang cukup untuk memberikan lebih banyak pinjaman dan menopang ekonomi,” ujarnya.

Namun, ia juga menekankan perlunya lebih banyak fleksibilitas dalam regulasi Uni Eropa yang mengatur modal minimum bank agar dapat beradaptasi dengan potensi guncangan keuangan di masa depan.

Promosi 1

Dampak Tarif

Di sisi lain, dampak tarif terhadap ekonomi Jerman masih menjadi perhatian besar. Jerman, yang sangat bergantung pada industri otomotif, bisa mengalami perlambatan ekonomi akibat kebijakan AS ini.

Gubernur bank sentral Jerman, Joachim Nagel, bahkan memperingatkan bahwa perubahan pola perdagangan global akibat tarif dapat meningkatkan risiko resesi bagi negara tersebut.

Meskipun demikian, Botín tetap optimistis terhadap prospek ekonomi Eropa. “Sampai saat ini, kami percaya bahwa ekonomi AS akan melambat lebih cepat dibandingkan Eropa, mengingat Jerman menyumbang sepertiga dari ekonomi zona euro. Itu merupakan faktor yang dapat membantu menopang pertumbuhan,” katanya.

Ketidakpastian Global

Namun, ia juga mengakui ketidakpastian global, terutama terkait kebijakan moneter Bank Sentral Eropa (ECB), masih menjadi tantangan besar. ECB diperkirakan akan kembali memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin dalam pertemuan berikutnya pada 17 April mendatang, setelah sebelumnya mulai melonggarkan kebijakan moneternya pada Maret.

“Fundamental ekonomi tetap kuat, tetapi ketidakpastian dan volatilitas berada pada tingkat yang tinggi. Tidak diragukan lagi, tarif adalah pajak bagi konsumen yang dapat memperlambat pertumbuhan dan meningkatkan inflasi,” ujar Botín.

Ia juga memperingatkan bahwa dampak pasti dari kebijakan tarif ini masih belum bisa diprediksi. 

Senada dengan Botín, anggota Dewan Kebijakan ECB, Pierre Wunsch, juga menyoroti bahwa perang tarif yang dipicu AS telah memperumit pengambilan keputusan bank sentral. “Tanpa adanya tarif, kita mungkin sedang berada di jalur yang benar dalam kebijakan moneter. Namun, dengan adanya tarif, situasinya menjadi lebih kompleks,” ujar Wunsch.

Ia menambahkan bahwa jika perang tarif terus berlanjut, inflasi dan ketidakpastian ekonomi bisa meningkat lebih jauh, menjadikan tahun 2025 sebagai tahun yang lebih penuh tantangan bagi perekonomian global. 

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |