CEO: Jangan Lewatkan Pertanyaan ini Ketika Wawancara Kerja

6 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Anda sedang menginginkan pekerjaan yang dicintai, di perusahaan impian, dengan value yang sesuai dengan dirimu? Sudah pasti. Itu adalah impian setiap orang. Sejujurnya, perusahaan juga menginginkan hal yang sama.

Ketika value karyawan sesuai dengan value yang dipegang perusahaan, kedua belah pihak akan memiliki keterlibatan dan saling menguntungkan.

Keinginan mendapatkan kecocokan di pekerjaan, layaknya “sepasang sarung tangan”. Hal inilah yang membuat banyak mahasiswa Master of Business Administration (MBA) mendaftar di kelas Profesor Suzy Welch, peneliti terkenal dari NYU Stern School of Business.

Kelas ini bertujuan membantu lulusan menemukan pekerjaan yang selaras dengan diri mereka. Namun, satu masalah besar bagi kebanyakan orang, mungkin mereka tahu bakat dan minat diri mereka, tapi value dalam diri mereka? Jarang sekali orang sadar.

Penelitian menunjukkan hanya sekitar 7% orang dewasa yang mengetahui value dalam diri dengan jelas. Value yang dimaksud di sini seperti integritas, profesionalisme, kerja sama tim, dan lain sebagainya. Sebagian besar orang juga tidak tahu bagaimana cara mengidentifikasi value perusahaan yang sebenarnya.

Setiap perusahaan seringkali mengatakan mereka memiliki value yang unggul. Namun, kenyataannya? Itu bisa saja hanya omong-kosong. Value yang sebenarnya bukanlah apa yang dikatakan oleh perusahaan yakini, melainkan dapat tercermin dari bagaimana lingkungan pekerjaan yang ada di dalamnya.

Bagaimana Mencari Tahu Nilai-Nilai Perusahaan?

Anda bisa menanyakannya secara langsung, biasanya perusahaan akan memberikan sedikit informasi, yang harus dicari tahu lebih dalam. Contoh pertanyaannya yang bisa diajukan untuk mengetahuinya seperti “Orang seperti apa yang tidak boleh bekerja di perusahaan ini?” Dari jawaban interviewer dapat terlihat kondisi aslinya yang seringkali lebih jujur dan terbuka.

Beberapa jawaban yang pernah didengar dari perusahaan antara lain:

  • Seseorang yang tidak mengirim SMS di akhir pesan
  • Seseorang yang mencoba berbagai peran, ini adalah tempatnya orang spesialis.
  • Orang yang terlalu sosial
  • Seseorang yang suka bekerja sendiri

Dari jawaban-jawaban tersebut dapat terlihat bagaimana nilai perusahaan, dan mungkin tips bagi calon karyawan untuk menghindarinya. Namun, perlu diingat pertanyaan ini lebih baik ditanyakan di akhir, mungkin setelah menerima tawaran kerja.

Bagaimana Memperjelas Value Diri?

Anda bisa mengetahui nilai inti (core values) dengan mengikuti tes “The Values Bridge” yang dikembangkan oleh tim Profesor NYU Stern School of Business, Suzy Welch.

Tes ini dibuat karena banyak orang yang keliru membedakan antara nilai (values) dan kebajikan (virtues). Kebajikan (virtues) seperti kejujuran dan keadilan merupakan nilai yang disepakati oleh semua orang, sedangkan nilai (value) adalah pilihan dari diri kita sendiri, atau tidak ada kebenaran universal, melainkan masalah prinsip diri sendiri.

Mengenal value dalam diri merupakan hal yang penting, terutama saat mencari kerja, karena dapat membantu untuk menilai kecocokan dengan budaya perusahaan.

Reporter: Nadjwa Dwi Yulianita

Tips Sukses Wawancara Kerja dalam 90 Detik

Sebelumnya, di dunia kerja yang kompetitif, menit pertama wawancara kerja bisa menjadi landasan pertama yang membentuk alur percakapan selanjutnya. Profesor Sekolah Bisnis Columbia, Michael Chad Hoeppner mengemukakan sebuah gagasan populer bahwa seseorang hanya memiliki waktu sekitar tujuh detik untuk menciptakan kesan pertama yang kuat. Maka, penting bagi pelamar untuk memanfaatkan waktu singkat ini dengan sebaik-baiknya.

Selama interview kerja, kata Hoeppner, pelamar kerja memiliki sekitar 90 detik untuk menarik perhatian pewawancara dan cara berbicara adalah kuncinya.

Menurut dia, kunci utama dari hal tersebut adalah komunikasi. Cara berbicara, intonasi suara, hingga ekspresi wajah saat menyampaikan jawaban pertama akan membentuk persepsi awal pewawancara. Mulailah dengan memperkenalkan diri secara singkat namun percaya diri, tatap mata pewawancara, dan berikan senyum ringan.

Tak kalah penting, perhatikan bahasa tubuh. Duduk tegak, jangan menyilangkan tangan, dan tunjukkan antusiasme saat menjawab pertanyaan pembuka. Wawancara bukan hanya soal isi jawaban, tetapi juga bagaimana cara kita menyampaikannya.

Mempersiapkan kalimat pembuka yang efektif dan latihan berbicara di depan cermin bisa membantu meningkatkan percaya diri. Ingat, kesan pertama mungkin tak bisa diulang, tapi bisa dipersiapkan dengan matang.

3 Tips Membuat Kesan Pertama

Berikut liputan6.com ulas 3 tips membuat kesan pertama yang baik saat wawancara kerja seperti dikutip dari CNBC:

1. Tampilkan Kesan Pertama yang Kuat

Hoeppner yang merupakan seorang profesor dan pelatih komunikasi sekaligus pembimbing kandidat politik, menyamakan menit pertama wawancara kerja dengan sesi pertama debat presiden. Menurutnya, banyak orang keliru menganggap pertanyaan pertama sebagai sekadar pemanasan. Padahal, fokus audience justru sangat tajam di awal sesi.

“Rentang perhatian orang kini jauh lebih pendek. Karena itu, kita memiliki waktu yang sangat terbatas untuk menciptakan kesan,” jelas Hoeppner.

Dalam wawancara kerja, hal serupa berlaku. Anda mungkin hanya punya satu kesempatan untuk memberikan jawaban yang benar-benar diperhatikan dan diingat. Maka, manfaatkanlah pertanyaan pembuka seperti “Ceritakan tentang diri Anda” dengan sebaik mungkin.

Pertanyaan semacam itu memberikan ruang besar untuk mengarahkan pembicaraan ke arah yang lebih luas juga menguntungkan posisi Anda sebagai kandidat. Hoeppner menyarankan agar jawaban dimulai dengan cerita atau anekdot yang konkret dan relevan. Cerita yang jelas dan personal akan lebih mudah diingat dan memberi pemahaman yang lebih dalam tentang siapa Anda dan apa nilai yang Anda tawarkan.

2. Fokus pada Penyampaian, Bukan Hanya Isi

Menurut Hoeppner, banyak kandidat yang gugup saat wawancara dan cenderung mengubah cara mereka berbicara demi terlihat profesional. Sayangnya, hal ini justru membuat mereka tampak kaku dan tidak otentik seolah menjadi versi "robotik" dari diri sendiri. Nada bicara jadi monoton, gerakan tubuh dibatasi, dan tatapan mata menjadi kosong serta kaku.

Sebaliknya, ia menyarankan agar kandidat tetap rileks dalam postur dan bahasa tubuh. Lakukan kontak mata yang wajar dan berbicaralah dengan jelas, lugas, dan percaya diri. Bukan hanya isi jawaban yang penting, tapi juga bagaimana cara menyampaikannya.

Keterampilan komunikasi seperti ini bukan hanya penting saat wawancara, tapi juga krusial dalam dunia kerja sehari-hari. Hoeppner menekankan komunikasi yang kuat bisa berdampak langsung pada kemajuan karier. “Banyak karyawan yang sangat kompeten, tetapi kariernya mandek karena mereka tidak mampu menyampaikan ide secara meyakinkan,” ujarnya.

Tanpa kemampuan komunikasi yang baik, peluang promosi ke posisi strategis atau yang berhadapan langsung dengan klien bisa sulit diraih meski performa kerja mereka sangat baik.

3. Berlatih di Hadapan Cermin dengan Suara Lantang

Menurut Hoeppner satu-satunya cara untuk meningkatkan kemampuan berbicara adalah dengan berlatih secara konsisten. Ia menyarankan metode yang ia sebut sebagai "latihan pertanyaan dengan suara keras" sebagai cara untuk membiasakan diri menjawab pertanyaan secara spontan, alami, dan percaya diri, layaknya saat wawancara sebenarnya berlangsung.

Caranya sederhana: ajukan pertanyaan yang mungkin muncul dalam wawancara kepada diri sendiri kemudian jawab dengan suara keras, lakukan hal itu berulang kali. “Pertama kali dilakukan, pasti akan terasa canggung. Tapi tidak masalah. Ulangi terus sampai terasa alami,” katanya.

Tujuan dari latihan ini bukanlah menyusun jawaban sempurna, tetapi melatih keluwesan saat menyampaikan pikiran secara spontan dan jelas. Banyak kandidat yang terlalu terpaku pada skrip atau catatan yang telah disiapkan, tapi saat diucapkan, kalimat-kalimat tersebut terdengar kaku dan tidak mengalir.

“Cara kita berbicara berbeda dengan cara kita menulis,” jelasnya. “Tak jarang, saat wawancara dimulai, yang keluar justru jawaban yang bertele-tele dan tak jelas.”

Untuk memperkuat keterampilan komunikasi, Hoeppner juga menyarankan agar kita lebih sering berbicara langsung misalnya dengan mengalihkan percakapan telepon menjadi video call atau memperbanyak obrolan santai dengan orang lain.

Kemampuan Komunikasi

Dia menuturkan, kemampuan komunikasi tatap muka akan menjadi semakin penting di era teknologi dan kecerdasan buatan. Ketika akses terhadap informasi nyaris tak terbatas, cara kita menyampaikan ide menjadi pembeda utama.

Wawancara kerja bukan hanya soal siapa yang paling pintar, tapi siapa yang paling mampu menyampaikan potensinya dengan jelas dan meyakinkan. Menit pertama adalah momen krusial yang bisa membuka atau menutup peluang. Dengan memulai secara meyakinkan, fokus pada cara penyampaian, dan membiasakan diri berbicara dengan suara keras, Anda bisa tampil lebih percaya diri dan autentik.

Ingatlah pewawancara tidak hanya menilai dari isi jawaban, tetapi juga melihat bagaimana pembawaan diri Anda. Maka, persiapkan diri dengan baik, berlatih, dan tunjukkan versi terbaik. Bukan versi yang sempurna, tapi versi yang jujur dan mengesankan.

Reporter: Linda Maulina

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |