Liputan6.com, Jakarta - Rumah susun (rusun) digadang-gadang menjadi salah satu solusi hunian di kawasan padat penduduk. Namun, kelayakan rusun untuk dihuni pun menjadi perhatian yang perlu diatasi.
Pengamat Infrastruktur dan Tata Kota, Yayat Supriatna, mengatakan bahwa minimnya kepemilikan rumah (backlog perumahan) bisa diatasi dengan hunian vertikal seperti rusun.
"Solusi mengatasi backlog untuk kawasan perkotaan yang paling realistis adalah membangun rumah susun," kata Yayat dalam keterangannya, di Jakarta, pada Sabtu (26/7/2025).
Dalam konteks hunian vertikal ini, ia turut menyoroti upaya revitalisasi rusun dan pengembangan rusun subsidi. Dengan demikian, Perum Perumnas sebagai BUMN perumahan punya peluang untuk ikut menggarap serius.
"Sudahlah, urusan Rusunami beri bantuan kepada Perumnas melalui kerja sama Himbara agar bisa mengembalikan kejayaan Perumnas seperti era 70-an," kata Yayat.
Menanggapi hal tersebut, Plt. Direktur Utama Perumnas, Tambok Setyawati, mengungkap sejumlah langkah perusahaan. Setidaknya Perumnas sudah merevitalisasi Rusun Klender dan Alonia Kemayoran, serta menggandeng pemda untuk menyediakan hunian terjangkau.
"Perumnas siap memainkan peran strategis dalam misi tersebut. Seperti halnya yang dilakukan pada salah satu proyek kami di Alonia Kemayoran, di mana kami bekerja sama dengan PPKK Kemayoran untuk mengembangkan hunian vertikal subsidi bagi MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah)," tegasnya.
Rusun Masih Kurang Diminati, Aturan Akan Direvisi?
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) tengah menimbang untuk merevisi aturan rumah susun subsidi. Hal ini mengingat skema tersebut diakui belum sepenuhnya diterima masyarakat.
Direktur Jenderal Perkotaan Kementerian PKP, Sri Haryati, menyampaikan pihaknya tengah berupaya agar skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) untuk rusun bisa berjalan.
"Kita yang sekarang kita dorong adalah bagaimana rusun dengan mekanisme FLPP itu juga bisa betul-betul berjalan," ujar Sri di Lippo Mall Semanggi, Jakarta, pada Senin (16/6/2025).
"Hari ini regulasinya sudah ada. Tetapi kenyataannya di perkotaan untuk yang rusun ini masih sangat challenging ya," sambungnya.
Sri membuka kemungkinan adanya perubahan regulasi soal skema rusun subsidi. Misalnya, mengatur ulang harga per meter rusun tersebut atau mengubah hitungan agar berbeda dengan rumah tapak.
"Jadi kita lagi dorong nih, oh mungkin harga per meter perseginya harus kita sesuaikan. Oh mungkin aturannya harus dibuat berbeda dengan yang rumah tapak. Jadi itu juga kita kerjakan. Jadi kalau ditanya kenapa enggak rusun, rusun juga kita kerjakan," ungkap Sri Haryati.
15 Rusun Terbengkalai, KPK Turun Tangan
Sebagai informasi tambahan, sekitar 15 rumah susun (rusun) yang telah dibangun pemerintah berada dalam kondisi terbengkalai. Rusun-rusun ini tersebar di berbagai wilayah seperti Sulawesi, Lampung, Palembang, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan sebagainya.
Seiring hal itu, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (Kementerian PKP) menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mendalami kasus 15 rusun tersebut.
Inspektur Jenderal Kementerian PKP, Heri Jerman, mengatakan fokus Inspektorat Jenderal (Itjen) adalah rusun yang dibangun oleh pemerintah seperti rusun untuk ASN, rusun untuk kelompok-kelompok masyarakat, dan rusun untuk pendidikan. "Memang ada yang terbengkalai. Saya inventarisir itu ada 15 rusun, dan dari 15 rusun itu kami akan turun bersama KPK," tutur Heri di Jakarta, pada Jumat (11/7/2025), seperti dikutip dari Antara.