Liputan6.com, Jakarta Rupiah (IDR) kembali menguat terhadap Dolar AS (USD) pada Selasa, 20 Mei 2025. Rupiah yang sering disebut juga harga dolar AS ditutup menguat 20 point terhadap USD, setelah sebelumnya sempat menguat 55 point di level Rp.16.412 dari penutupan sebelumnya di level Rp.16.438.
"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang Rupiah fluktuatif namun di tutup menguat di rentang Rp16.350 - Rp16.420," ungkap pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (20/5/2025).
Penguatan Rupiah terjadi ketika pasar tengah mengamati perkembangan dari ketegangan AS dan Iran.
"Pasar juga fokus pada pengesahan RUU pemotongan pajak yang luas, yang dapat diputuskan oleh DPR minggu ini. Kritikus RUU tersebut berpendapat bahwa RUU tersebut dapat semakin meningkatkan defisit fiskal, yang menghadirkan risiko yang lebih besar bagi ekonomi terbesar di dunia," papar Ibrahim.
Sentimen Duku Bunga
Di asia, Bank Rakyat Tiongkok memangkas suku bunga acuan pinjaman utama. Langkah ini sebelumnya telah diantisipasi, di mana suku bunga bank sentral Tiongkok semakin mendekati rekor terendah.
Pemangkasan tersebut mengisyaratkan bahwa Beijing terbuka untuk memberikan lebih banyak stimulus moneter guna mendukung perekonomian.
"Namun, kenaikan di pasar Tiongkok dibatasi oleh peringatan dari Beijing bahwa pembatasan ketat AS terhadap ekspor chip ke Tiongkok mengancam akan merusak kemajuan dalam deeskalasi perdagangan antara kedua negara," Ibrahim menyoroti.
Tren Kenaikan Utang Perlu Diwaspadai
Sementara itu, ekonom memperingatkan pemerintah untuk tetap waspada terhadap rasio utang yang kini berada di kisaran 40% terhadap produk domestik bruto, sekalipun masih jauh dari ambang batas 60%.
Sebagai informasi, rasio utang pemerintah per akhir Maret 2025 telah mencapai Rp9.057,96 triliun (di luar pinjaman dalam negeri).
Menggunakan asumsi PDB 2024 yang sejumlah Rp22.139 triliun, artinya rasio utang pemerintah telah mencapai 40,91%.
Level utang saat ini masih di bawah ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara, tetapi Ibrahim mengatakan, jumlah tersebut bukan berarti dapat diabaikan.
"Tren kenaikannya tetap perlu diwaspadai, terutama dalam konteks pembiayaan dan stabilitas jangka menengah," jelasnya.
Langkah Strategis Tekan Angka Utang
Dalam kondisi tersebut, Ibrahim menyarankan, untuk Pemerintah mengambil langkah yang lebih hati-hati dan strategis. Langkah pertama, adalah pembiayaan harus mulai lebih diarahkan pada sumber domestik dengan memperluas basis investor lokal, termasuk mendorong lebih banyak penerbitan SBN ritel.
"Kedua, belanja negara mesti difokuskan pada program-program dengan multiplier effect tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi dan penerimaan pajak, pemerintah juga tentu bisa memprioritaskan belanja termasuk di dalamnya program belanja flagship seperti MBG," lanjutnya.
"Ketiga, strategi lindung nilai (hedging) atas utang valas juga harus diperkuat, agar volatilitas rupiah tidak serta-merta memperbesar beban APBN. Terakhir, tidak kalah penting adalah memperkuat reformasi perpajakan. Masalahnya, selama rasio pajak Indonesia masih rendah, maka kebutuhan pembiayaan akan selalu besar dan ketergantungan terhadap utang sulit dikurangi," tambahnya.