Liputan6.com, Jakarta - Harga emas diperkirakan akan terus naik dalam beberapa waktu mendatang, memasuki periode awal pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Saat ini, harga emas di kisaran USD 2.865,61 per ons.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengungkapkan, harga emas dunia berpotensi menembus kisaran Rp 2.950 per ons di tahun ini. Perkiraan ini didukung oleh situasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, terkait tarif impor baru yang dikenakan Presiden AS Donald Trump sebesar 10%.
“Seandainya perang dagang ini (berlangsung lama) kemudian inflasi tinggi, maka akan menaikkan harga emas. Di awal-awal pemerintahan Trump harga emas ini terus mengalami kenaikan,” ujar Ibrahim kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (6/2/2025).
“Saya melihat bahwa sampai akhir tahun harga emas akan mencapai USD 2.950 yang akan menjadi level tertingginya,” ungkapnya.
Namun, Ibrahim mencatat, angka tersebut juga dengan melihat seberapa besar ketegangan dagang akan berlangsung. “Kita belum mengetahui bagaimana prospek ke depannya terkait perang dagang (AS-China),” jelasnya.
Ibrahim pun membeberkan dua faktor yang dapat mendorong harga emas melampaui level saat ini di USD 2.860. Pertama, adalah kekhawatiran perang dagang antara AS dan China yang berlanjut. Faktor kedua, adalah rencana Trump untuk memindahkan masyakarat Palestina di jalur Gaza ke Mesir dan Yordania, yang menimbulkan penolakan besar-besaran di antara negara-negara Timur Tengah.
“Walaupun akhirnya Trump juga memberikan solusi bahwa warga Gaza dipindahkan ke Mesir dan Jordania hanya bersifat sementara untuk menstabilkan situasi politik.Kondisi ini juga menimbulkan harga emas naik,” papar Ibrahim.
Inflasi AS dan China
Faktor lainnya, adalah dampak dari perang dagang yang memicu lonjakan inflasi AS dan China hingga menaikkan harga emas.
“Belum diketahui apakah risiko perang dagang ini bersifat sementara, akan dinegosiasikan atau kembali normal,” imbuhnya.
Harga Emas Dunia Sentuh Level Termahal Sepanjang Sejarah
Seperti diketahui, harga emas terus mengalami kenaikan dan mencetak rekor tertinggi pada Rabu (5/2).
Kenaikan ini seiring meningkatnya kekhawatiran investor terhadap eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.
Kondisi ini mendorong minat terhadap aset safe-haven seperti emas, yang dikenal sebagai lindung nilai terhadap ketidakpastian ekonomi.
Dikutip dari CNBC, Kamis (6/2) pada perdagangan Rabu, harga emas spot naik 0,8% menjadi USD 2.865,61 per ons pada pukul 01:59 p.m. ET (1859 GMT), setelah sebelumnya menyentuh rekor tertinggi USD 2.882,16 per ons.
Sementara itu, harga emas berjangka AS ditutup naik 0,6% di level USD 2.893 per ons.
Menurut Peter Grant, Wakil Presiden dan Ahli Strategi Logam Senior di Zaner Metals, pergerakan emas saat ini masih sangat dipengaruhi oleh ketidakpastian perdagangan global.
“Tarif yang diberlakukan terhadap Tiongkok serta respons balik dari Beijing membuat pasar semakin waspada, sehingga permintaan emas sebagai aset safe-haven tetap tinggi,” ujarnya.
Pada awal pekan ini, Tiongkok menerapkan tarif baru pada produk asal AS sebagai respons terhadap kebijakan tarif terbaru dari pemerintahan Presiden Joe Biden. Kondisi ini semakin memperburuk hubungan dagang kedua negara.
Presiden AS sendiri menyatakan tidak terburu-buru untuk berdialog dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping guna meredakan ketegangan perang dagang ini.
Di sisi lain, Layanan Pos AS (U.S. Postal Service) mengumumkan akan kembali menerima semua kiriman surat dan paket dari Tiongkok dan Hong Kong mulai Rabu, setelah sebelumnya sempat menangguhkan layanan tersebut.
Dampak Kebijakan The Fed
Beberapa pejabat Federal Reserve AS memperingatkan bahwa kebijakan tarif yang diterapkan AS dapat memicu inflasi, yang berpotensi memengaruhi keputusan suku bunga. Salah satu pejabat menyatakan bahwa ketidakpastian ekonomi bisa menjadi alasan bagi The Fed untuk memperlambat pemangkasan suku bunga.
Laporan ketenagakerjaan ADP menunjukkan bahwa ekonomi AS menambah 183.000 pekerjaan di sektor swasta bulan lalu, lebih tinggi dari perkiraan analis sebesar 150.000 pekerjaan.
“Data ketenagakerjaan menjadi perhatian utama minggu ini, tetapi kemungkinan besar tidak akan berdampak signifikan terhadap kebijakan The Fed, kecuali jika angkanya jauh di luar ekspektasi,” tambah Grant.
Para investor kini menanti laporan tenaga kerja AS yang akan dirilis pada hari Jumat untuk mencari petunjuk lebih lanjut mengenai prospek suku bunga.
Sebagai informasi, emas dikenal sebagai instrumen lindung nilai terhadap inflasi. Namun, jika suku bunga mengalami kenaikan, daya tarik emas bisa berkurang karena logam mulia ini tidak memberikan imbal hasil seperti instrumen keuangan lainnya.