Liputan6.com, Jakarta - Istilah tantiem mencuat setelah Presiden Prabowo Subianto menyatakan akan menghapus tantiem yang didapat oleh direksi dan komisaris BUMN dalam Pidato RAPBN 2026 dan Nota Keuangan di Gedung MPR-DPR, Jumat 15 Agustus 2025.
Prabowo mempertanyakan pendapatan komisaris BUMN yang seringkali mendapatkan tantiem dengan nilai yang fantastis "Masa ada komisaris yang rapat sebulan sekali, tantiemnya Rp 40 miliar setahun. Saya juga telah perintahkan ke Danantara, direksi pun tidak perlu tantiem kalau rugi. Dan untungnya harus untung benar, jangan untung akal-akalan," ujarnya dikutip Sabtu (16/8/2025).
Tantiem di BUMN adalah bonus kinerja yang diberikan kepada direksi dan komisaris perusahaan berdasarkan hasil usaha dan laba bersih perusahaan pada tahun buku sebelumnya. Komponen penghasilan ini seringkali menjadi sorotan publik, terutama terkait besaran dan mekanisme pemberiannya yang dinilai fantastis.
Presiden Prabowo Subianto secara tegas menyoroti besarnya tantiem yang diterima oleh komisaris BUMN, bahkan ada yang mencapai Rp 40 miliar setahun hanya dengan rapat sebulan sekali. Prabowo menilai bahwa istilah "tantiem" ini adalah "akal-akalan" agar banyak pihak tidak memahami komponen tersebut, sekaligus menginstruksikan pembenahan tata kelola BUMN.
Sebagai tindak lanjut, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia) telah menerbitkan kebijakan baru. Surat Edaran (SE) Danantara Indonesia Nomor S-063/DI-BP/VII/2025 secara resmi menghapus tantiem dan insentif terkait kinerja bagi anggota dewan komisaris BUMN dan anak usahanya.
Tantiem Adalah: Definisi dan Kontroversi di Balik Istilah
Secara sederhana, tantiem adalah penghargaan atau bonus yang diberikan kepada direksi dan komisaris BUMN apabila perusahaan berhasil mencetak laba dan tidak mengalami akumulasi kerugian. Penghargaan ini diberikan sebagai bentuk apresiasi atas kinerja dan kontribusi mereka dalam mencapai target perusahaan.
Namun, besaran tantiem yang diterima oleh beberapa komisaris BUMN telah menimbulkan kontroversi. Presiden Prabowo Subianto secara terbuka mengkritik fenomena ini, menyebutnya sebagai "akal-akalan" yang menyembunyikan besarnya pendapatan. Ia menyoroti kasus di mana seorang komisaris bisa mendapatkan tantiem hingga puluhan miliar rupiah hanya dengan frekuensi rapat yang minim.
Menanggapi hal tersebut, Prabowo berencana untuk menghapus tantiem bagi direksi dan komisaris BUMN, terutama jika perusahaan mengalami kerugian. Kebijakan ini diharapkan dapat menghemat anggaran negara secara signifikan, dengan estimasi penghematan mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya. Langkah ini juga menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas di tubuh BUMN.
Mekanisme Penetapan dan Landasan Hukum Tantiem BUMN
Sebelum adanya kebijakan terbaru, pemberian tantiem di BUMN diatur melalui beberapa mekanisme dan landasan hukum yang jelas. Pihak yang berwenang menetapkan besaran tantiem adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau Menteri BUMN saat pengesahan laporan tahunan perusahaan. RUPS atau Menteri memiliki kewenangan untuk menyesuaikan persentase tantiem demi memastikan keadilan, kewajaran, dan sesuai dengan kemampuan keuangan perusahaan.
Pemberian tantiem juga memiliki syarat-syarat ketat yang harus dipenuhi. Syarat tersebut meliputi opini auditor Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), realisasi tingkat kesehatan perusahaan minimal peringkat BBB, capaian Key Performance Indicator (KPI) paling rendah 80 persen, serta kondisi perusahaan yang tidak semakin merugi. Landasan hukum yang mengatur hal ini termasuk Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-3/MBU/03/2023, PER-02/MBU/2009, PER-12/MBU/11/2020, dan PER-04/MBU/2014.
Dalam aturan lama, komposisi besaran tantiem juga diatur secara proporsional. Misalnya, anggota komisaris/dewan pengawas mendapatkan 36 persen dari tantiem Direktur Utama. Pencairan tantiem diberikan secara proporsional berdasarkan capaian kinerja dan kontribusi dividen kepada negara, dengan pajak penghasilan menjadi beban masing-masing penerima.
Kebijakan Baru: Penghapusan Tantiem untuk Komisaris BUMN
Sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia) telah menetapkan kebijakan baru terkait tantiem. Melalui Surat Edaran (SE) Danantara Indonesia Nomor S-063/DI-BP/VII/2025 tertanggal 30 Juli 2025, anggota dewan komisaris BUMN dan anak usahanya tidak lagi diperbolehkan menerima tantiem, insentif kinerja, insentif khusus, insentif jangka panjang, maupun bentuk penghasilan lain yang dikaitkan dengan kinerja perusahaan.
Kebijakan ini mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak, termasuk Wakil Menteri Pertanian Sudaryono yang juga menjabat sebagai Komisaris Utama Pupuk Indonesia. Ia menegaskan bahwa penghapusan tantiem bagi komisaris adalah langkah yang tepat. Hal ini mengingat peran komisaris yang lebih fokus pada pengawasan dan pembenahan, berbeda dengan direksi yang memiliki tanggung jawab operasional dan kinerja yang jelas.
Meskipun tantiem bagi komisaris dihapus, anggota Direksi BUMN dan anak usaha masih dimungkinkan untuk menerima tantiem dan berbagai jenis insentif. Namun, pemberian tersebut harus didasarkan pada laporan keuangan yang sebenar-benarnya dari hasil operasi perusahaan dan harus merefleksikan kegiatan usaha yang berkelanjutan. Kebijakan ini menegaskan komitmen pemerintah untuk memastikan bahwa peran Komisaris BUMN murni sebagai pengawas dan pembenah, bukan sebagai pencari keuntungan pribadi.