Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah menyoroti kebijakan Flexible Work Arrangements (FWA), yang memberikan sistem kerja fleksibel bagi aparatur sipil negara (ASN) alias PNS.
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri PANRB Nomor 4 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan Tugas Kedinasan Pegawai Aparatur Sipil Negara Secara Fleksibel pada Instansi Pemerintah.
Adapun dalam pelaksanaannya, Kementerian PANRB mempersilakan masing-masing instansi untuk mengatur sistem kerja fleksibel bagi para PNS di instansinya. Menanggapi kebijakan itu, Trubus mencium aturan tersebut berpotensi dimanfaatkan oleh PNS yang malas bekerja.
"Sebenarnya perlu diatur lebih lanjut aturan itu, supaya tidak dipahami secara berbeda. Nanti ada yang berpikir, enggak kerja enggak apa-apa, dapat bayaran ini. Nanti banyak yang pada enggak kerja," ungkapnya kepada Liputan6.com, Jumat (20/6/2025).
"Karena ada bosnya aja mereka ogah-ogahan, apalagi enggak ada bosnya. Takutnya nanti enggak bisa dipertanggungjawabkan kinerjanya, produktivitasnya," kata Trubus.
Dengan ada aturan ini, aturan kerja fleksibel bagi PNS pun bakal merepotkan pimpinan di tingkat bawah. Lantaran harus terus mengawasi kinerja para anak buahnya agar tidak salah langkah.
"Karena mereka harus bikin laporan. Laporannya ini, kalau beban kerjanya harus dilaporkan setiap minggu, atau setiap sebulan sekali. Kalau enggak nanti dia tiba-tiba kena sanksi," ungkap dia.
Pertanyakan Sanksi
Trubus lantas mempertanyakan pemberian sanksi bagi para ASN, yang terlena dengan adanya kebijakan itu. "Ini kan di aturannya belum ada sanksinya. Mustinya ada sanksi, itu bisa tunjangannya hilang atau ditunda. Kalau enggak, bahaya juga," imbuhnya.
Ia juga mencermati alasan pemerintah dalam memberikan sistem kerja di mana saja alias WFA bagi ASN, yakni untuk meningkatkan produktivitas.
Kembali lagi, ia menekankan implementasi dari kebijakan tersebut bergantung pada setiap pimpinannya. Dalam hal ini, Trubus sedikit sanksi jika aturan FWA bisa dijalankan secara mulus di instansi daerah (pemda).
PNS Pemda Kerap Dapat Privilege
Ia menuding beberapa PNS di pemerintahan daerah kerap mendapat keistimewaan, berkat kedekatannya dengan bos. "Kalau dia pendukung kepala daerah saat proses pemilihan, ya selama ini kan juga dapat privilege," ungkapnya.
"Paling dengan aturan ini malah mereka enggak pernah masuk nanti. . Selama ini kan ditutupin terus sama kepala daerah mereka-mereka itu," ucap Trubus.
Oleh karenanya, ia meminta pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian PANRB agar mau mengawasi skema kerja fleksibel PNS hingga ke instansi daerah.
"Kalau daerah kayak Jakarta, ya siap memang Jakarta. Sekarang bagaimana kalau daerah otonomi baru, daerah pemekaran? ASN-nya juga pasti masih sedikit sekali itu," pungkasnya.
PNS Bisa Bekerja dari Mana Saja
Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) telah menyiapkan aturan, terkait fleksibilitas kerja bagi aparatur sipil negara (ASN) atau PNS.
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri PANRB Nomor 4 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan Tugas Kedinasan Pegawai Aparatur Sipil Negara Secara Fleksibel pada Instansi Pemerintah. Regulasi ini mulai berlaku pada 21 April 2025.
Dengan aturan Flexible Work Arrangements (FWA) ini, PNS kini bisa bekerja dari mana saja alias WFA (Work From Anywhere) atau PNS WFA, hingga mendapat jam kerja lebih fleksibel.
Lantas, apa alasan pemerintah menuangkan peraturan tersebut?
Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB Nanik Murwati mengatakan, ASN tidak hanya dituntut bekerja profesional, tetapi juga harus menjaga motivasi dan produktivitas dalam menjalankan tugas-tugas kedinasannya. Untuk itu, sistem FWA dinilai jadi sebuah jawaban.
"Karena itu, fleksibilitas kerja hadir sebagai solusi untuk menjawab kebutuhan kerja yang semakin dinamis," ujar Nanik dalam keterangan resmi Kementerian PANRB, dikutip Jumat (20/6/2025).
Jadi Payung Hukum agar Kerja PNS Lebih Fleksibel
Permen PANRB Nomor 4/2025 diharapkan menjadi payung regulasi bagi instansi pemerintah dalam menerapkan skema kerja yang fleksibel, baik dari sisi waktu maupun lokasi.
Fleksibilitas kerja yang diatur mencakup kerja dari kantor, rumah, lokasi tertentu, serta pengaturan jam kerja dinamis sesuai kebutuhan organisasi dan karakteristik tugas.
"Penerapan fleksibilitas kerja tidak boleh mengurangi kualitas pemerintahan dan pelayanan publik. Justru sebaliknya, kita harapkan melalui kebijakan ini, ASN bisa bekerja lebih fokus, adaptif terhadap perkembangan, serta lebih seimbang dalam kehidupan," pinta Nanik.
Masing-Masing Instansi Punya Aturan Sendiri
Sebelumnya, Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Sistem Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB, Deny Isworo Makirtyo Tusthowardoyo, menyebutkan kebijakan ini tetap memberikan ruang bagi instansi untuk menyesuaikan penerapan fleksibilitas kerja.
"Tidak ada pendekatan satu untuk semua. Instansi diberikan keleluasaan untuk menetapkan model fleksibilitas yang paling tepat, asalkan tetap berorientasi pada kinerja dan akuntabilitas," terang Deny.
Kementerian PANRB berharap seluruh instansi pemerintah memiliki pemahaman yang sama terhadap prinsip-prinsip fleksibilitas kerja. Sekaligus mampu menerapkannya secara efektif sebagai bagian dari transformasi budaya kerja birokrasi Indonesia.
Di sisi lain, Kepala Biro Sumber Daya Manusia Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan, Rukijo, turut menekankan pentingnya peran pimpinan dalam mendukung efektivitas sistem kerja fleksibel.
Menurut dia, fleksibilitas kerja PNS tidak akan berjalan optimal tanpa kepedulian, pengawasan, serta keteladanan dari para atasan.
"Pimpinan tidak cukup hanya menyetujui pengaturan kerja fleksibel. Mereka juga harus hadir dalam proses pembinaan, evaluasi, serta menjadi contoh dalam menjaga etika dan disiplin kerja," tegas Rukijo.