Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar Rupiah (IDR) menguat pada Jumat, 20 Juni 2025. Rupiah ditutup menguat 9 point terhadap Dolar AS (USD), setelah sebelumnya sempat menguat 15 point di level Rp16.396 dari penutupan sebelumnya di level Rp16.406.
“Sedangkan untuk perdagangan Senin depan, mata uang Rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp16.350 - Rp16.400,” ungkap pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (20/6/2025).
Rupiah menguat ketika pasar terguncang oleh komentar agresif dari Federal Reserve, di mana Ketua Jerome Powell menyatakan tetap tidak berkomitmen terhadap pemangkasan suku bunga di masa mendatang.
Powell juga memangkas prospek pemangkasan suku bunga bank sentral untuk tahun 2026. Menguatnya Rupiah juga terjadi menyusul kabar pejabat senior AS sedang mempersiapkan serangan potensial terhadap Iran dalam beberapa hari.
Rencana Trump
Gedung Putih mengatakan bahwa Presiden AS Donald Trump akan memutuskan apakah akan menyerang Iran dalam waktu dua pekan, dengan presiden masih melihat beberapa kemungkinan perundingan nuklir dengan Teheran.
Pernyataan Gedung Putih membantu mengakhiri beberapa ketidakpastian mengenai apakah serangan AS terhadap Iran akan segera terjadi, terutama setelah serangkaian laporan menunjukkan pejabat AS bersiap untuk skenario seperti itu.
“Fokus sebagian besar adalah pada apakah Israel akan melancarkan lebih banyak serangan terhadap fasilitas nuklir Iran, khususnya Fordow, fasilitas pengayaan terbesar negara itu,” jelas Ibrahim.
Indonesia Dihantui Ketidakpastian Global yang Kompleks
Ibrahim menyoroti gejolak ekonomi global yang kembali menunjukkan taringnya, setelah tensi geopolitik di Timur Tengah memanas antara Israel dan Iran, serta keterlibatan pihak ketiga yaitu AS.
Kenaikan tajam imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) menandai kekhawatiran pasar atas ketidakseimbangan fiskal negeri adidaya tersebut. Ibrahim menilai, Indonesia tengah berada dalam pusaran ketidakpastian global yang kompleks.
“Pergeseran struktural ekonomi dunia menuntut ketahanan domestik yang kuat, respons kebijakan yang adaptif, dan koordinasi yang solid antara lembaga fiskal, moneter, dan sektor riil,” kata Ibrahim. HALAMAN IIIIndonesia Perlu Perkuat Kinerja Ekonomi Nasional
“Indonesia tak bisa mengendalikan arah angin global, tapi indonesia bisa memperkuat layar ekonomi nasional agar tetap melaju ke tujuan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan,” ujar Ibrahim.
“Indonesia tidak bisa memandang gejolak ini dari kejauhan,” sambungnya.
Tekanan Finansial
Ibrahim lebih lanjut mengatakan, ketika negara-negara maju mengalami tekanan fiskal dan moneter, negara berkembang seperti Indonesia cenderung mengalami transmisi tekanan tersebut dalam bentuk pelemahan nilai tukar, keluarnya arus modal asing, serta kenaikan beban bunga utang luar negeri. Situasi ini membawa implikasi bagi kebijakan Indonesia, menurut Ibrahim.
Implikasi pertama, pemerintah perlu mengelola risiko fiskal dengan lebih disiplin. Kedua, stabilisasi nilai tukar dan pasar keuangan harus menjadi prioritas.
“Ketiga, diversifikasi pembiayaan infrastruktur perlu didorong. Keempat, penguatan ketahanan pangan dan energi harus dipercepat agar tekanan global tidak mengganggu kestabilan sosial,” tutupnya.