Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan otoritas Amerika Serikat (AS) meniru cara lembaganya untuk edukasi keuangan ke masyarakat. Hal ini menandakan LPS jadi lembaga yang disegani.
Purbaya memulai kisah dengan awal mula terbentuknya LPS untuk menjamin simpanan masyarakat di bank. Setelah 20 tahun berjalan, ternyata Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) Amerika Serikat meniru cara LPS dalam mempromosikan penjaminan ke masyarakat.
"Jangan dikira kita hanya belajar dari Amerika. Di bawah pimpinan saya, LPS sudah makin gagah. Sekarang apa? Amerika belajar dari kita pak. Bagaimana cara kita mempromosikan ke masyarakat, ternyata ditiru sama FDIC Amerika," kata Purbaya dalam LPS Financial Festival 2025, Kamis (7/8/2025).
Dia menuturkan, dalam sebuah konferensi internasional Purbaya ditanya mengenai strategi dalam mempromosikan penjaminan simpanan ke masyarakat. Ternyata, tak berselang lama FDIC AS menggunakan saran yang dibagikannya.
"Mereka tanya sama saya, 'gimana caranya?' Saya ajarin, saya kasih outlet presentasinya, dia tiru dalam waktu yang tidak terlalu lama. Jadi kami sudah disegani di dunia," tegas dia.
Padahal, kata Purbaya, jauh sebelum itu, Indonesia belajar ke AS soal perlunya lembaga yang bisa menjamin simpanan masyarakat. Menyusul penarikan dana besar-besaran saat krisis moneter 1998.
"Ada juga pemenang nobel yang bilang bahwa kalau ada lembaga seperti LPS, FDIC, Federal Deposit Insurance Corporation, maka bank run akan semakin sedikit terjadinya. Jadi kita niru Amerika membuat FDIC versi Indonesia yang disebut Lembaga Penjamin Simpanan yang berdiri di tahun 2005," tuturnya.
Indonesia Diuntungkan Kesepakatan Tarif Trump
Diberitakan sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan kesepakatan tarif resiprokal Amerika Serikat bisa untungkan Indonesia. Barang asal AS akan lebih murah di pasar nasional, sementara produk RI bisa bersaing di Negeri Paman Sam.
Purbaya mengatakan tarif 19 persen buat produk RI dan 0 persen untuk produk AS bukan suatu masalah. Ada dua hal yang disorotinya. Pertama, bedanya produk ekspor RI ke AS dan produk yang di impor; kedua, harga barang dari AS menjadi lebih murah di Tanah Air.
"Barang-barangnya beda, barang-barang yang dari Amerika ekspor ke sini, kita enggak bisa produksi.
Jadi yang di sana kita bandingkan dengan negara lain, yang di sini kita bandingkan dengan produksi kita. Sama enggak dengan Amerika? Kelihatannya beda," ungkap Purbaya dalam LPS Financial Festival 2025, Kamis (7/8/2025).
Produk Indonesia Bisa Bersaing
Dia memberi sedikit contoh barang AS yang masuk ke Indonesia. Misalnya, sepeda motor merek Harley Davidson yang bisa saja menjadi lebih murah ketika masuk ke Indonesia imbas kesepakatan tarif tadi. "Tapi dari si persaingan enggak ada masalah, malah kita bisa dapat barang lebih murah," katanya.
Sementara itu, tarif 19 persen buat barang Indonesia ke pasar AS juga tak dipandang pusing olehnya. Menurutnya, tarif itu tetap lebih murah ketimbang negara mitra dagang AS lainnya.
"Jadi harus kita hatikan, perhatikan negara itu dapat tarif berapa ke Amerika, dan sekarang kita lebih rendah atau jauh lebih rendah dari yang dikenakan Amerika ke negara yang tadi. Jadi perang tarif ini menguntungkan," tuturnya.
Negosiasi Tarif
Diberitakan sebelumnya, Negosiasi final tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) masih terus berlanjut. Masih ada peluang tarif sejumlah komoditas asal Indonesia turun lebih rendah dari 19 persen.
Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan negosiasi tarif masih berjalan. Dia berharap proses negosiasi ini bisa rampung sebelum 1 September 2025.
"Jadi, sekarang prosesnya masih berjalan ya. Memang yang resiprokal kan kita dapat 19 persen itu berlaku 7 hari setelah tanggal 31 Juli kan kalau di pengumumannya, dan sekarang proses negosiasi juga masih berjalan sebenarnya mudah-mudahan sebelum 1 September sudah selesai," tutur Budi dalam Konferensi Pers Kinerja Ekspor Semester I 2025, di Kantor Kemendag, Jakarta, Senin (4/8/2025).