Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan banyak produk asal Indonesia sudah memiliki sertifikasi ramah lingkungan. Namun, masih kurang diterima oleh pasar internasional.
Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan Internasional Kemendag, Olvy Andrianita menyampaikan produk besi baja asal Indonesia misalnya, bisa diproses dengan prinsip nol emisi karbon.
"Banyak saya kira besi baja juga bisa, yang bukan hanya environment friendly ya, sustainable tapi juga zero emission. Ini penting banget. Aluminium kita juga lagi dorong," kata Olvy ditemui usai Peluncuran Laporan Perdagangan dan Investasi Berkelanjutan Indonesia 2025, di Auditorium CSIS, Jakarta, Jumat (20/6/2025).
Kemudian, dia menegaskan pula produk furnitur RI yang dipastikan tidak merusak lingkungan. Menyusul adanya sertifikat Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang memastikan bahan baku kayu legal dan berkelanjutan. Ketentuan ini bahkan jadi kewajiban bagi produk yang akan diekspor ke negara tertentu.
Olvy juga menegaskan produk minyak sawit Indonesia yang dipastikan ramah lingkungan melalui sertifikasi ISPO dan RSPO. Menurutnya, keduanya menjamin produknya ramah lingkungan.
"Sawit kita kan juga gak kurang ya ramah lingkungannya ya. Kayaknya hanya keberterimaan dari market aja yang masih debatable sih menurut saya. Masih mempertanyakan ISPO, RSPO. Padahal itu sudah legitimate bahwa kita tuh commit dan juga sudah implementasi kepada sustainable, dan gak merusak lingkungan," tutur dia.
Kemendag Bantu Eksportir Diversifikasi Pasar
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan siap untuk membantu para pelaku usaha ekspor dalam menghadapi tantangan global, termasuk dampak dari perang dagang dan kebijakan tarif resiprokal yang kini tengah menjadi isu panas di perdagangan internasional.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag, Fajarini Puntodewi, mengatakan bahwa pemerintah siap memfasilitasi pengusaha yang ingin melakukan diversifikasi pasar ekspor.
"Kami di Kementerian Perdagangan perdagangan sih siap membantu untuk para pengusaha ekspor yang misalnya akan melakukan diversifikasi pasar, kita siap membantu untuk mencarikan pasar-pasar baru tersebut," kata Fajarini Puntodewi, dalam Gambir Trade Talks, di Jakarta, Kamis (24/4/2025).
Picu Pergeseran Perdagangan Dunia
Perempuan yang akrab disapa Punto ini mengungkapkan, bahwa kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan secara global telah memicu pergeseran signifikan dalam perdagangan dunia, yang pada akhirnya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi global.
"Nah, tentu dengan adanya tarif risiprokal ini ya yang berlaku secara global, kan diberlakukan untuk semua negara meskipun tarifnya berbeda-beda, pasti itu akan terjadi pergeseran yang sangat luar biasa," ujarnya.
Menurutnya, Amerika Serikat, sebagai mitra dagang terbesar kedua Indonesia setelah Tiongkok, juga diperkirakan mengalami penurunan permintaan akibat inflasi dan kenaikan harga barang. Hal ini berdampak langsung pada ekspor Indonesia, mengingat besarnya ketergantungan pasar terhadap Amerika.
"Perkirakan pasti akan terjadi penurunan dengan adanya situasi yang sangat mengejutkan ini dan itu sangat signifikan. Nah kemudian tentunya di Amerika sendiri tentu demand juga akan turun ya. Karena kan ini tadi inflasinya pasti terjadi dan harga-harga di Amerika sendiri juga pasti kan tinggi," jelasnya.
Negosiasi Pemerintah Indonesia
Negosiasi Pemerintah Indonesia, lanjutnya, telah mengambil langkah-langkah pengamanan, termasuk melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat dan lebih dari 75 negara lain yang juga terdampak.
"Tentu ini juga menjadi pertimbangan tidak hanya Indonesia ya, lebih dari 75 negara yang melakukan negosiasi kepada Amerika supaya ini nanti bisa direlaksasi lah tarif terhadap Indonesia," ujarnya.
Selain fokus pada pasar tradisional seperti AS dan Tiongkok, Kemendag juga mendorong perluasan ke pasar non-tradisional. Meskipun diakui proses ini tidak mudah, Punto menilai situasi saat ini sebagai momentum untuk membuka peluang baru.
"Ini mungkin juga merupakan satu kesempatan mau tidak mau kita pun juga harus mulai melihat potensi pasar lain untuk kita mengembangkan ekspor kita. Harus dilakukan, meskipun mungkin untuk beberapa sektor itu agak susah karena kadang-kadang untuk beberapa sektor itu pasarnya memang di situ. Kemudian sistem perdagangannya itu sudah diset gitu loh," pungkasnya.