Impor Karbondioksida ke Indonesia Harus Terdaftar

3 hours ago 1

Liputan6.com, Jakarta - Karbondioksida atau CO2 yang diimpor ke Indonesia harus diregistrasi setiap segmen atau perusahaan untuk melihat spesifikasinya.

Hal itu disampaikan Koordinator Pengembangan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional Kementerian ESDM Dwi Adi Nugroho seperti dikutip dari laman Antara, Selasa (16/9/2025).

"Kami menganggap CO2 adalah substansi bahaya, maka setiap impor CO2 ke Indonesia harus diregistrasi setiap segmen atau perusahaan," kata Dwi.

Pendaftaran CO₂ ke sistem nasional itu nantinya menjadi dasar bagi pemerintah untuk mengembangkan aspek keselamatan, perubahan, dan identifikasi emitter. "Penting bagi kami untuk melihat spesifikasinya," ucap Dwi.

Pengaturan transportasi CCS lintas batas di Indonesia telah termaktub dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon (Carbon Capture and Storage/Utilization and Storage, CCS/CCUS).

Perpres ini mensyaratkan perjanjian bilateral antarnegara sebagai pedoman bagi pihak terkait untuk mengeluarkan rekomendasi atau izin yang diperlukan, di mana mekanisme transportasi karbon (CO₂) tersebut hanya dapat berjalan melalui koordinasi antar lembaga dari negara pengirim dan penerima.

"Ketika kami memiliki kolaborasi atau perjanjian dengan negara lain, kami harus tahu siapa yang mengirim CO₂, dan untuk transportasi, permohonan akan diselesaikan oleh agensi dari kedua negara," kata Dwi.

Proses CCS

Di hadapan para pemangku kepentingan bidang energi, Dwi juga menekankan, proses CCS harus dilakukan dengan pengukuran CO₂ yang terkalibrasi di setiap tahapan proses, mulai dari titik pengiriman antara produsen dan pemegang izin pengangkutan, hingga operator penyimpanan.

"Kerja sama lintas batas dalam CCS membutuhkan komitmen jangka panjang, kejelasan tanggung jawab, dan penerimaan publik. Yang terpenting, tindakan lintas batas ini harus memberikan manfaat bersama (mutual benefit)," ujar dia.

RUU Migas

Sebelumnya, Anggota Komisi XII DPR RI Cek Endra mengatakan Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS) harus diatur jelas Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas (RUU Migas) demi mendorong pembentukan regulasi energi nasional yang adaptif dan progresif.

Menurut dia, Indonesia memiliki potensi geologi yang besar untuk menjadi hub penyimpanan karbon di kawasan Asia Tenggara, terutama di wilayah bekas ladang minyak dan gas yang sudah tidak produktif.

Oleh karena itu, keberadaan regulasi yang jelas, terintegrasi, dan pro-investasi akan menjadi kunci agar potensi ini dapat dimanfaatkan secara optimal.

Dengan dukungan regulasi yang kuat, dia berharap teknologi CCS/CCUS menjadi pengungkit strategis dalam upaya Indonesia mencapai target Net Zero Emission 2060, sekaligus mempertahankan daya saing sektor energi di tengah tren transisi global yang semakin kompetitif.

Indonesia Bakal Impor CO2 dari Singapura Buat Garap Proyek Ini

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana menyampaikan Indonesia akan mendatangkan karbon (CO2) dari Singapura dan negara lainnya. Ini akan digunakan dalam proyek penangkapan dan penyimpanan karbon atau carbon capture and storage (CCS).

Diketahui, pemerintah Indonesia dan Singapura telah meneken Nota Kesepahaman (MoU) tentang proyek CCS ini beberapa waktu lalu. Dadan menegaskan, Indonesia akan mengimpor CO2 dari Singapura, dan disimpan di wilayah Tanah Air.

"Singapura nanti akan melakukan capturing-nya (CO2) di sana, kemudian di-transport, kemudian disimpan di wilayah Indonesia, dan ini tentunya merupakan salah satu peluang ekonomi juga. Kita sedang memastikan dengan Singapura bahwa hal-hal ini dari sisi risiko, dari sisi keekonomian, dari sisi regulasi juga bisa sesuai," kata Dadan dalam webinar Menakar Potensi Bisnis CCS/CCUS di Indonesia, Selasa (22/7/2025).

Buka Peluang Ekonomi

Dia menjelaskan, skema ini membuka peluang ekonomi buat Indonesia, mengingat ada satuan harga yang ditentukan. Di sisi lain, mampu menurunkan tingkat emisi karbon nasional.

"Jadi kalau ini bisa berjalan, tentunya ini membuka peluang ekonomi baru, di samping juga tentunya membuka kesempatan yang baru buat Indonesia untuk menurunkan dari emisi CO2-nya," kata dia.

"Jadi ada kombinasi dari pemanfaatan teknologi CCS ini, dari sisi ekonomi dan juga dari sisi penurunan emisi," imbuh Dadan.

Impor CO2 dari Luar Negeri

Dadan menyadari nantinya langkah impor CO2 akan menuai beragam komentar. Dia pun meluruskan impor yang dilakukan bukan membawa dampak negatif.

"Memang nanti akan ada banyak cerita, kita kok mengimpor CO2, kan datangnya dari luar negeri. Ini konteksnya bukan seperti itu, kita bekerjasama dengan negara lain, kita memanfaatkan potensi ekonomi yang ada di dalam negeri, dan kalau ini tidak dimanfaatkan kan juga ini percuma," tuturnya.

"Jadi kita dorong juga untuk bekerjasama luar negeri, nanti pengalaman tersebut dari keekonomian tersebut ini yang akan dipakai untuk yang di dalam negeri. Tidak dalam urutan sebetulnya harus luar negeri juga, kalau dalam negeri sudah siap, kita dorong juga ini bisa berjalan dengan cepat," sambung Dadan menjelaskan.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |