Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia sepakati hibah tambahan sebesar USD 7,7 juta atau Rp 126,40 miliar (asumsi kurs dolar AS terhadap rupiah di kisaran 16.416) dari International Development Association (IDA) untuk Pusat Energi ASEAN (ACE) untuk proyek jaringan listrik ASEAN.
Pendanaan ini merupakan bagian dari Program Percepatan Transisi Energi Berkelanjutan atau Accelerating Sustainable Energy Transition Program (ASET) senilai USD 2,5 miliar atau Rp 41,01 triliun dari Bank Dunia untuk hibah awal sebesar USD 5 juta atau Rp 82,02 miliar bagi ACE yang disetujui pada September 2024.
Hibah tambahan itu akan mendanai fasilitas persiapan proyek di ACE untuk jaringan listrik ASEAN di bawah visi ASEAN 2020 untuk operasionalisasi pada 2045, demikian seperti dikutip dari laman worldbank.org, Jumat (20/6/2025).
"Jaringan energi terpadu akan meningkatkan keandalan, keterjangkauan, fleksibilitas dan ketahanan sistem tenaga listrik serta memanfaatkan sumber energi yang beragam di kawasan ini seperti tenaga angin dan tenaga surya,” ujar Wakil Presiden Regional untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik, Manuella Ferro.
Hibah ini sejalan dengan tujuan ASET MPA untuk mendukung upaya regional dan nasional untuk mempercepat peningkatan energi terbarukan dan mempromosikan perdagangan listrik regional di ASEAN.
Proyek ini akan mendukung studi teknis termasuk studi masterplan interkoneksi ASEAN, dan akan memberikan dukungan penataan transaksi untuk menyatukan berbagai kelompok pemodal termasuk mitra pembangunan dan sektor swasta.
Proyek ini juga akan memperkuat kapasitas implementasi dan koordinasi ACE untuk memenuhi peningkatan permintaan untuk memfasilitasi perdagangan listrik regional di antara negara-negara anggota ASEAN.
Bank Dunia Gelontorkan Pinjaman Rp 34,8 Triliun ke Indonesia
Sebelumnya, Bank Dunia menyetujui dua investasi bernilai besar untuk paket pembiayaan campuran senilai USD 2,128 miliar atau Rp34,8 triliun di Indonesia.
Lembaga pinjaman internasional itu mengungkapkan, dana tersebut bertujuan membantu peningkatan lapangan kerja, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan akses energi bersih di seluruh Indonesia.
Ini juga merupakan pinjaman pertama yang disetujui untuk mendukung target Pemerintah Indonesia mencapai status negara berpendapatan tinggi pada 2045.
“Reformasi dan investasi yang kami dukung dengan paket pembiayaan campuran senilai lebih dari USD 2 miliar ini akan membantu melaksanakan prioritas utama pemerintah dan memajukan tujuan Bank sendiri untuk menciptakan lapangan kerja dan memajukan akses energi di salah satu ekonomi terbesar dan paling dinamis," kata Manuela V. Ferro, Wakil Presiden Bank Dunia, Asia Timur dan Pasifik dalam keterangan resmi di Washington D.C, dikutip Kamis (19/6/2025).
“Melalui instrumen pembiayaan campuran, Bank Dunia dan mitra juga akan membantu memobilisasi tambahan USD 345 juta dalam investasi swasta untuk membiayai proyek tenaga surya dan angin, sebagai bagian dari program Energi Regional Bank Dunia untuk menciptakan jaringan energi nasional dan regional yang tangguh dan saling terhubung,” terangnya.
Penyaluran Terbesar Pembiayaan
Penyaluran terbesar dari pembiayaan ini adalah pinjaman senilai USD 1,5 miliar untuk program reformasi kebijakan atau yang dikenal sebagai Indonesia Productive and Sustainable Investment Development Policy Loan.
Fokus utama program tersebut meliputi perluasan layanan digital, untuk mempermudah akses masyarakat terhadap layanan keuangan modern dan inklusif.
Selain itu, pinjaman ini juga bertujuan untuk mengurangi kendala infrastruktur kredit, sebuah langkah vital untuk mendorong investasi dan geliat usaha di berbagai skala.
Tujuan lainnya termasuk perluasan pasar modal yang diharapkan dapat menarik lebih banyak investasi domestik dan asing, serta membantu Indonesia menyesuaikan diri dengan risiko iklim dan bencana alam.
“Program ini juga akan membantu menghilangkan hambatan dalam pengadaan teknologi energi terbarukan dengan mengurangi persyaratan konten lokal; menyelaraskan kebijakan kawasan industri dengan standar praktik baik internasional tentang lingkungan dan iklim; dan menerapkan mekanisme penangkapan nilai tanah untuk menarik modal swasta ke dalam pembangunan infrastruktur,” tutur Ferro.
Program ISLE-2
Selain reformasi kebijakan, paket pinjaman baru Bank Dunia juga mencakup program keuangan gabungan untuk Sustainable Least-Cost Electrification-2 (ISLE-2) dengan dana senilai USD 628 juta (Rp 10,2 triliun).
Program ini bertujuan mendukung akses listrik bagi 3,5 juta orang, terutama di daerah-daerah yang belum terjangkau.
ISLE-2 juga akan mendukung pembangunan pembangkit listrik tenaga surya dan angin dengan kapasitas total 540 megawatt (MW).
Bank Dunia memperkirakan, inisiatif tersebut dapat mengurangi biaya pembangkitan listrik hingga 8% dan menekan emisi gas rumah kaca sebesar 10% di wilayah Kalimantan dan Sumatra.
Dukungan pendanaan untuk ISLE-2 ini diraih dari berbagai sumber, termasuk IBRD (Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan) senilai USD 600 juta, hibah senilai USD 12 juta dari IBRD Surplus-Funded Livable Planet Fund, serta hibah senilai USD 16 juta dari mitra yang dimobilisasi di bawah Sustainable Renewables Risk Mitigation Initiative (SRMI).
Kontributor SRMI termasuk hibah senilai USD 6 juta dari Kerahan Inggris Raya melalui Energy Sector Management Assistance Program (ESMAP) Bank Dunia, dan USD 10 juta dari Green Climate Fund SRMI-2.
Bank Dunia mengatakan, skema ini menyediakan suku bunga yang lebih rendah selama fase implementasi proyek dan peluang efisiensi biaya setelah proyek rampung.