Liputan6.com, Jakarta - Cerita ini bermula di tahun 1972. Dari sebuah rumah sederhana di bilangan Menteng Jakarta, Siti Fatimah Djokosoetono mengoperasikan 25 armada Blue Bird Holden Torana sebagai taksi.
Dengan nama Blue Bird, Holden Torana ini menjadi taksi pertama yang menggunakan sistem tarif berbasis argometer. Selain itu, Holden ini juga dilengkapi sistem radio untuk memudahkan penyebaran order.
53 tahun kemudian, Blue Bird Holden Torana kembali mengaspal di Jakarta. Dengan nomor lambung 072 dan pelat B 72 BBG, si biru ini melaju dari kantor pusat Blue Bird di kawasan Mampang menuju Menteng. Mobil klasik tersebut sempat melintasi Senayan hingga terekam di depan Pacific Place.
Di balik kemudi, CEO PT Blue Bird Tbk, Adrianto Djokosoetono, tersenyum lebar. Sementara di kursi penumpang, duduk sosok istimewa—Purnomo Prawiro, co-founder yang ikut merintis perjalanan panjang perusahaan.
“Mengemudi di Jakarta menggunakan mobil pertama Blue Bird adalah pengalaman yang sangat berkesan. Tidak hanya membawa kami bernostalgia pada awal perjalanan Blue Bird, tetapi juga menjadi simbol perjalanan panjang perusahaan dalam melayani masyarakat Indonesia,” ujar Adrianto, Sabtu (13/9/2025).
Adrianto mengakui, ada tantangan tersendiri mengendarai mobil berusia lebih dari setengah abad. Namun, justru di situlah letak keistimewaannya. “Perjalanan berjalan lancar, meskipun ada penyesuaian mengingat mobil ini sudah berusia puluhan tahun. Semua itu menambah nilai pengalaman dan rasa bangga kami bisa kembali menghadirkannya di tengah masyarakat,” tuturnya.
Berkembang Pesat
Kini, 25 Holden Torana tersebut telah beranak pinak. Hingga akhir 2024, total armada Blue Bird mencapai sekitar 24.200 unit di 20 kota.
Blue Bird kini memiliki 19 anak perusahaan dengan jaringan distribusi lebih dari 600 titik eksklusif di hotel, mal, pusat belanja, dan saluran reservasi daring. Layanannya juga berkembang, mencakup taksi, rental mobil, bus carter, shuttle service, hingga logistik.
Selain itu, Blue Bird telah mengoperasikan sekitar 337 kendaraan listrik dan memperluas infrastruktur pendukung seperti SPKLU di Bali. Target pengurangan emisi karbon hingga 50% pada 2030 terus dikejar melalui kombinasi armada listrik, CNG, dan optimasi rute.
Secara kinerja, Blue Bird mencatat pendapatan Rp 2,67 triliun hingga Juni 2025, tumbuh 15% dibandingkan tahun sebelumnya. Laba bersih naik 27,4% menjadi Rp 339,1 miliar, sementara EBITDA tumbuh 21% menjadi Rp 671,9 miliar.
Berguna untuk Sesama
Dalam 53 tahun perjalanan, Blue Bird tidak hanya mengejar keuntungan, tetapi juga menghadirkan manfaat bagi orang lain. Hal ini diwujudkan lewat pelatihan pengemudi, peningkatan sistem keselamatan, hingga penggunaan armada ramah lingkungan.
Kepercayaan pelanggan dibangun berkat ribuan pengemudi dan karyawan yang setia mendukung layanan. Mereka mendapat apresiasi khusus melalui kegiatan Satya Lencana, simbol penghargaan sekaligus dorongan untuk terus melayani sepenuh hati.
Sejak 1998, Blue Bird juga konsisten menyalurkan lebih dari 66.000 beasiswa melalui program Beasiswa Blue Bird Peduli bagi anak pengemudi dan karyawan, termasuk beasiswa khusus bagi anak berkebutuhan khusus serta mereka yang kehilangan orang tua saat bertugas.
Komitmen mobilitas berkelanjutan juga diperkuat lewat penanaman 530 bibit mangrove bersama Benih Baik dalam rangka ulang tahun ke-53. Program ini melibatkan pengemudi, karyawan, hingga pengguna layanan melalui kampanye Sustainabili-Tree dan donasi digital. Inisiatif ini sekaligus mendukung visi BlueSky 50:30 untuk mengurangi emisi dan limbah 50% pada 2030.
Mangrove dipilih karena mampu menyerap karbon, mencegah abrasi, dan menjaga ekosistem pesisir. Langkah ini melengkapi upaya Blue Bird yang sejak lama telah mengadopsi armada ramah lingkungan, memanfaatkan energi terbarukan, dan menjalankan praktik operasional hijau.