Liputan6.com, Jakarta PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) menerapkan sistem digitalisasi untuk memastikan rantai pasok biomassa berjalan efisien dan akuntabel, ini menjadi upaya untuk terus memperluas pemanfaatan energi baru dan terbarukan dengan mengandalkan biomassa sebagai bahan bakar pendamping batubara di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Direktur Utama PLN EPI, Iwan Agung Firstantara, mengatakan bahwa sistem ini dirancang tidak hanya untuk efisiensi suplai energi, tetapi juga untuk memperkuat peran masyarakat lokal dalam transisi energi nasional.
“Kami ingin menciptakan model penyediaan energi dari rakyat untuk rakyat. Melalui biomassa, kita bisa menurunkan emisi sekaligus menghidupkan ekonomi kerakyatan. Ini bagian dari ikhtiar kita menuju Net Zero Emissions 2060 dengan semangat keadilan,” ujar Iwan dikutip Rabu (30/4/2025).
Pada fase pertama, sistem difokuskan pada proses monitoring penanaman, pendataan hasil panen sampai pada pengiriman ke titik pengumpulan.
Selanjutnya, seluruh hasil panen dicatat secara digital melalui akun petani di aplikasi seluler yang telah disediakan PLN EPI. Tidak hanya hasil tanam, sistem juga mencatat pengumpulan bahan baku biomassa berbasis limbah seperti ranting, batang, dan sisa pertanian lainnya dari masyarakat yang tidak memiliki kerjasama formal dengan PLN EPI.
Setelah proses panen atau pengumpulan limbah selesai, hasilnya dikirimkan ke titik pengumpulan regional yang disebut Sub-Hub, di mana data penerimaan diverifikasi secara digital. Dari Sub-Hub inilah biomassa akan diteruskan ke fasilitas produksi yang disebut Hub untuk kemudian didistribusikan ke pembangkit.
Memasuki fase kedua, sistem mulai melakukan pendataan dan pengendalian pengiriman bahan baku produksi ke Hub dan realisasi pengiriman biomassa ke PLTU. Pada tahap ini, semua aktivitas produksi biomassa yang terkonsolidasi di Hub dicatat secara real time, termasuk pergerakan logistik ke pembangkit yang dikemas dengan sistem transaksional marketplace.
Sistem marketplace internal yang dibangun oleh PLN EPI memungkinkan data produksi dan permintaan biomassa saling terkoneksi. Pihak pembangkit dapat melihat ketersediaan stok, sementara hub dan sub-hub dapat merespon permintaan dari PLTU dengan cepat dan transparan.