Liputan6.com, Jakarta - Pertamina mengantisipasi dampak penutupan Selat Hormuz imbas perang Iran Israel. Salah satunya dengan menyiapkan rute alternatif distribusi minyak mentah yakni Oman dan India sebagai respons sebagai respons dari Parlemen Republik Islam Iran yang mensetujui usulan penutupan Selat Hormuz akibat konflik Iran-Israel.
"Pertamina telah mengantisipasi hal tersebut dengan mengamankan kapal kita, mengalihkan rute kapal ke jalur aman melalui Oman dan India,” ujar Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso seperti dikutip dari Antara, Senin (23/6/2025).
Fadjar menuturkan, penutupan Selat Hormuz tentu berdampak pada distribusi minyak mentah, sebab selat tersebut dilalui oleh 20% pelayaran minyak mentah.
Meskipun demikian, Fadjar mengatakan, stok minyak mentah di dalam negeri masih aman. Biaya operasional yang akan dipengaruhi oleh perubahan rute pelayaran saat ini masih dikalkulasi.
“Terkait biaya operasional masih kami periksa. (Stok minyak) sejauh ini masih aman,” ujar dia.
Sementara itu, Corporate Secretary PT Pertamina International Shipping (PIS) Muhammad Baron juga mengatakan, selain menyiapkan rute alternatif, PIS mengutamakan keselamatan awak dan kapal PIS.
“Kami utamakan faktor keselamatan awak dan kapal PIS, sehingga terkait rencana penutupan (Selat Hormuz), kami akan menjalankan rencana rute alternatif untuk menjamin rantai pasokan,” kata Baron.
Ia menuturkan, PIS akan mengangkut minyak sesuai dengan rute pasokannya dan kebutuhan Indonesia.
“(Alternatif) rute yang dimaksud akan kami lakukan sesuai kebutuhan,” ujar dia.
AS Serang 3 Situs Nuklir Iran
Ketegangan antara Iran dan Israel meningkat sejak Jumat, 13 Juni 2025 ketika Israel melancarkan serangan udara di sejumlah lokasi di Iran, termasuk fasilitas militer dan nuklir.
Serangan Israel memicu Teheran untuk melancarkan serangan balasan ke sejumlah titik di negara tersebut pada hari yang sama.
Otoritas Israel menyebut sekurangnya 25 orang tewas dan ratusan lainnya terluka akibat serangan rudal Iran. Sementara, 430 warga Iran tewas dan lebih dari 3.500 lainnya terluka dalam serangan Israel ke negara tersebut, menurut Kementerian Kesehatan Iran.
Presiden AS Donald Trump pada Minggu pagi menyatakan militer AS telah melancarkan serangan terhadap tiga fasilitas nuklir Iran di Fordo, Natanz, dan Isfahan.
Menyusul serangan AS, Parlemen Republik Islam Iran pada Minggu telah menyetujui usulan penutupan Selat Hormuz bagi seluruh kegiatan pelayaran.
Harga Minyak Berjangka Menguat
Sebelumnya, harga minyak berjangka melonjak lebih dari 2% pada awal sesi perdagangan pertama sejak Amerika Serikat (AS) melancarkan serangan langsung terhadap Iran. Hal itu membayangi prospek pasokan di kawasan Timur Tengah yang kaya minyak.
Mengutip CNBC, Senin (23/6/2025), harga minyak mentah AS pada Minggu malam waktu setempat naik USD 1,76 atau 2,38% menjadi USD 75,60 per barel. Sedangkan harga minyak Brent bertambah USD 1,8 atau 2,34% menjadi USD 78,81 per barel. Harga minyak Brent telah naik 5,7% hingga menembus posisi USD 81 sebelum melemah.
Pada Sabtu pekan lalu, Presiden AS Donald Trump mengejutkan pasar dengan pengumuman Washington secara langsung memasuki konflik Iran-Israel, melancarkan serangan terhadap tiga lokasi nuklir Iran di Fordo, Natanz dan Isfahan.
S&P Global Platts menyatakan, investor sekarang melihat bagaimana Iran akan menanggapi serangan AS yang belum pernah terjadi sebelumnya. Menteri luar negeri Iran mengatakan pada Minggu, Ira memiliki "semua opsi" untuk mempertahankan kedaulatannya. Kenaikan awal harga minyak dapat mereda jika Iran tidak menanggapi.
Selat Hormuz
Skenario terburuk untuk pasar minyak adalah upaya Iran untuk menutup Selat Hormuz, menurut analis energi. Sekitar 20 juta barel minyak mentah per hari, atau 20% dari konsumsi global, mengalir melalui selat tersebut pada tahun 2024, menurut Badan Informasi Energi.
Media pemerintah Iran melaporkan parlemen Iran telah mendukung penutupan selat tersebut, mengutip seorang anggota parlemen senior. Namun, keputusan akhir untuk menutup selat tersebut berada di tangan dewan keamanan nasional Iran, menurut laporan tersebut.
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio telah memperingatkan Iran agar tidak mencoba menutup selat tersebut. “Itu akan menjadi "bunuh diri ekonomi" bagi Republik Islam tersebut karena ekspor mereka melewati jalur air tersebut,” ujar kata Rubio.
"Kami memiliki opsi untuk mengatasinya," kata Rubio kepada Fox News dalam sebuah wawancara pada Minggu.
"Hal itu akan jauh lebih merugikan ekonomi negara lain daripada ekonomi kita. Menurut saya, itu akan menjadi eskalasi besar-besaran yang akan membutuhkan respons, tidak hanya dari kita, tetapi juga dari negara lain.”
China Diminta Bujuk Iran
Iran memproduksi 3,3 juta barel minyak per hari pada Mei, menurut laporan pasar minyak bulanan OPEC yang dirilis pada Juni, yang mengutip sumber analis independen. Iran mengekspor 1,84 juta barel minyak per hari bulan lalu, dengan sebagian besar dijual ke China, menurut data dari Kpler.
Rubio meminta China untuk menggunakan pengaruhnya guna mencegah Teheran menutup selat tersebut. Sekitar setengah dari impor minyak mentah China melalui perairan berasal dari Teluk Persia, menurut Kpler.
"Saya mendorong pemerintah China di Beijing untuk menghubungi mereka mengenai hal itu, karena mereka sangat bergantung pada Selat Hormuz untuk minyak mereka,” kata Rubio.
Investor juga mencermati kemungkinan terjadinya destabilisasi lebih lanjut terhadap rezim Iran sebagai akibat dari permusuhan AS-Israel, mengingat contoh dampak jangka panjang dari penggulingan Muammar Gaddafi yang dipimpin NATO pada tahun 2011 terhadap pasokan Libya.