Luas Rumah Subsidi Jadi 18 Meter Persegi, Pengembang Dukung Demi Percepatan Program 3 Juta Rumah

5 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Pengembang properti mendukung rencana pemerintah yang membuka opsi rumah subsidi dengan ukuran lebih kecil. Usulan ini dinilai sebagai langkah realistis untuk mempercepat Program 3 Juta Rumah, sekaligus menjawab tantangan keterbatasan lahan dan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), terutama di wilayah perkotaan.

Dalam draf perubahan Keputusan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Tahun 2025, disebutkan bahwa rumah subsidi nantinya dapat dibangun di atas lahan seluas minimal 25m², dengan luas bangunan mulai dari 18m². Sebelumnya, dalam aturan lama, batas minimum luas tanah ditetapkan 60m² dan bangunan minimal 21m².

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Pedesaan, Thomas Jusman, mengatakan bahwa penambahan opsi rumah subsidi berukuran kecil perlu dipahami sebagai alternatif, bukan pengganti tipe yang sudah ada.

“Ini adalah pilihan tambahan, bukan pengganti rumah tipe 36. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi secara luas agar tidak muncul kesalahpahaman,” ujar Thomas dalam keterangan tertulis, Senin (23/6/2025).

Menurut dia, keberadaan rumah subsidi berukuran kecil menjadi krusial di kawasan perkotaan, tempat harga lahan cenderung tinggi dan ketersediaannya terbatas. Thomas juga menekankan bahwa meskipun ukuran diperkecil, standar kelayakan hunian harus tetap merujuk pada Standar Nasional Indonesia (SNI).

Solusi untuk Tanah Terbatas

Ketua Umum DPP Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himpera), Endang Kawidjaja, menilai bahwa revisi ukuran rumah subsidi akan memperluas pilihan bagi masyarakat MBR. Dengan adanya variasi tipe, masyarakat dapat memilih rumah sesuai dengan kemampuan finansial mereka.

“Luas tanah 25 meter persegi dan bangunan 18 meter persegi bisa menjadi solusi untuk tanah-tanah sempit yang sebelumnya tak terpakai karena tidak memenuhi kriteria rumah subsidi,” katanya.

Wakil Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI), Bambang Ekajaya, menyarankan agar rumah subsidi berukuran kecil difokuskan pada radius 20 kilometer dari pusat kota. Ia menyebut segmen ini cocok untuk generasi muda atau pasangan baru yang belum memiliki anak. “Rumah subsidi mungil ini bisa menjadi hunian pertama yang terjangkau di lokasi strategis,” ujarnya.

Direktur PT Ciputra Development Tbk, Budiarsa Sastrawinata, menyebut bahwa menyesuaikan ukuran rumah subsidi adalah upaya realistis di tengah tingginya harga tanah. Pengembang tetap bisa menjaga keterjangkauan tanpa menurunkan kualitas. “Aspek kelayakan dan fungsi tetap bisa terpenuhi meskipun rumah lebih kecil. Yang penting adalah efisiensi desain dan aksesibilitas,” kata Budiarsa.

Model Nyata

CEO Lippo Group, James Riady, mencontohkan proyek Hunian Warisan Bangsa (HWB) sebagai model penerapan rumah subsidi berukuran kecil. Dalam proyek tersebut, disediakan dua tipe unit, yakni tipe satu kamar tidur berukuran bangunan 14m² dan tipe dua kamar tidur berukuran 23,4m², masing-masing dibangun di atas tanah sekitar 25–26m².

Meskipun mungil, rumah-rumah tersebut dirancang dengan mezzanine dan fasilitas lengkap, seperti ruang tamu, dapur, kamar mandi, hingga carport. “Hunian yang layak tidak selalu berarti luas. Dengan prinsip desain yang baik, rumah kecil pun bisa nyaman, aman, dan terjangkau,” ujar James.

Anita (28), salah satu pengunjung mock-up proyek HWB di Lippo Mall Nusantara, mengaku tertarik memiliki rumah subsidi dibanding terus menyewa tempat tinggal. “Kalau bisa cicil rumah sendiri, lebih baik daripada bayar kos terus. Asal lokasinya masih terjangkau dari Jakarta,” katanya.

Program rumah subsidi berukuran kecil ini diharapkan dapat membuka akses kepemilikan rumah bagi lebih banyak kelompok masyarakat, terutama yang selama ini terpinggirkan oleh keterbatasan lahan dan tingginya harga rumah.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |