Liputan6.com, Jakarta - Iran dapat menutup rute pengiriman minyak utama sebagai balasan atas serangan Amerika Serikat (AS) yang menghancurkan terhadap tiga lokasi nuklirnya.
Anggota Parlemen Teheran memilih menutup Selat Hormuz, rute perdagangan yang dilalui seperlima minyak dan gas dunia.
Hal ini terjadi setelah tujuh pesawat pengebom siluman Amerika Serikat (AS) menjatuhkan 14 bom penghancur bunker seberat 30.000 pound di fasilitas nuklir pada Minggu pagi dalam operasi yangd isebut “Midnight Hammer”.
Namun, keputusan parlemen Iran tidak mengikat dan keputusan akhir harus dibuat oleh pejabat keamanan tinggi Iran, menurut media pemerintah.
Jadi, apa itu Selat Hormuz? Dan bagaimana penutupannya dapat memengaruhi minyak dan gas global?
Apa Itu Selat Hormuz?
Selat ini terletak antara Iman dan Iran serta menghubungkan Teluk di sebelah utara dengan Teluk Oman di sebelah Selatan dan Laut Arab di seberangnya.
Lebarnya 21 mil (33 KM) pada titik tersempitnya, dengan jalur pelayaran hanya selebar 2 mil (3km) di dua arah. Selat ini yang terletak di perairan territorial Iran dilalui oleh sekitar seperlima pasokan minyak global dan sepertigas gas alam cair.
Mengapa Penting?
Sejak awal 2022 hingga bulan lalu, sekitar 17,8 juta hingga 20,8 juta barel minyak mentah, kondensat dan bahan bakar mengalir melalui selat itu setiap hari.
Anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) Arab Saudi, Iran, Uni Emirat Arab, Kuwait dan Irak mengekspor sebagian besar minyak mentah melalui selat itu, terutama ke Asia.
UEA dan Arab Saudi yang menentang pengaruh Iran di kawasan itu telah berupaya mencari rute lain untuk melewati selat tersebut. Qatar salah satu pengekskpor gas alam cair terbesar di dunia mengirimkan hampir semua gasnya melalui selat itu.
Pengaruh ke Perdagangan Minyak dan Gas
Bagaimana hal ini dapat memengaruhi perdagangan minyak dan gas global?
Berdasarkan Bloomberg, Iran dapat menolak akses ke kapal tanker raksasa yang mengangkut minyak dan gas ke China, Eropa dan kawasan konsumen energi utama lainnya. Jika hal ini terjadi, harga minyak akan mengalami lonjakan dan berpotensi menganggu stabilitas ekonomi global.
Mengutip CNN, Pendiri dan CEO Vanda Insights, Vandana Hari menuturkan pemblokiran selat oleh Iran sebagai risiko jarak jauh. "Kehadiran armada angkatan laut AS yang diperkuat di wilayah tersebut merupakan alat pencegah sekaligus respons,” ujar dia.
"Iran akan kehilangan banyak hal dan sangat sedikit, jika ada, yang akan diperoleh dengan mencoba menutup Selat tersebut," kata Hari.
"Iran tidak mampu mengubah tetangga penghasil minyaknya, yang telah bersikap netral atau bahkan bersimpati terhadap Republik Islam tersebut saat menghadapi serangan Israel dan AS, menjadi musuh, sama seperti tidak memicu kemarahan pasar minyak mentah utamanya, China,” ia menambahkan.
Bakal Berdampak ke Ekonomi Asia
Penutupan Selat Hormuz akan sangat merugikan China dan ekonomi Asia lainnya yang bergantung pada minyak mentah dan gas alam yang dikirim melalui jalur air tersebut. EIA memperkirakan 84% minyak mentah dan 83% gas alam cair yang melewati Selat Hormuz tahun lalu dikirim ke pasar Asia.
China , pembeli minyak Iran terbesar, memperoleh 5,4 juta barel per hari melalui Selat Hormuz pada kuartal pertama tahun ini, sementara India dan Korea Selatan mengimpor masing-masing 2,1 juta dan 1,7 juta barel per hari, menurut perkiraan EIA. Sebagai perbandingan, AS dan Eropa hanya mengimpor masing-masing 400.000 dan 500.000 barel per hari, dalam periode yang sama, menurut EIA.
Pada Minggu, Menteri Perminyakan dan Gas Alam India Hardeep Singh Puri berusaha meyakinkan investor yang gelisah di platform X negara tersebut telah "mendiversifikasi" pasokan minyaknya dalam beberapa tahun terakhir.
"Sebagian besar pasokan kami tidak datang melalui Selat Hormuz sekarang. Perusahaan Pemasaran Minyak kami memiliki persediaan untuk beberapa minggu dan terus menerima pasokan energi dari beberapa rute," kata dia.
"Kami akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk memastikan stabilitas pasokan bahan bakar bagi warga kami."