Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengeluarkan putusan penting yang melarang wakil menteri (wamen) merangkap jabatan. Keputusan ini serupa dengan larangan yang sudah berlaku untuk menteri, bertujuan agar para pejabat negara ini bisa lebih fokus dalam menjalankan tugas di kementerian masing-masing.
Hal ini disampaikan dalam pertimbangan hukum Putusan Nomor 128/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih. Dikutip dair Antara, Rabu (3/9/2025), Menurut Enny, sebagai pejabat negara, wakil menteri memiliki beban kerja yang menuntut penanganan khusus.
Oleh karena itu, larangan rangkap jabatan menjadi sangat esensial. Keputusan ini secara eksplisit memasukkan frasa "wakil menteri" ke dalam norma Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang sebelumnya hanya mengatur tentang menteri.
Putusan ini bermula dari permohonan advokat Viktor Santoso Tandiasa, yang sebagian dikabulkan oleh MK. Viktor mendalilkan masih adanya wakil menteri yang merangkap jabatan, padahal larangan serupa sudah tercantum dalam Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019 yang diucapkan pada Agustus 2020.
Fokus pada Pemerintahan Bersih dan Tata Kelola yang Baik
Menurut Mahkamah, pertimbangan hukum dan amar putusan sejatinya memiliki kedudukan yang sama-sama mengikat secara hukum. Oleh karena itu, seharusnya larangan rangkap jabatan bagi wakil menteri sudah ditindaklanjuti sejak putusan sebelumnya diucapkan.
Fakta di lapangan menunjukkan masih ada wakil menteri yang merangkap sebagai komisaris di perusahaan BUMN. Hal ini dianggap MK sejalan dengan Pasal 33 huruf b UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN yang substansinya masih diakomodasi oleh undang-undang terbaru.
MK menegaskan bahwa larangan ini sangat penting, apalagi jika dikaitkan dengan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-3/MBU/03/2023 yang mensyaratkan dewan komisaris atau pengawas BUMN harus bisa menyediakan waktu yang cukup untuk tugasnya. Adanya rangkap jabatan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan mengganggu tata kelola pemerintahan yang bersih dan baik.
Detail Larangan Rangkap Jabatan Wakil Menteri oleh MK
Berdasarkan pertimbangan tersebut, MK mengabulkan sebagian permohonan Viktor. Dalam putusan ini, MK menyatakan Pasal 23 Undang-Undang Kementerian Negara bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
Dengan kata lain, makna dari pasal tersebut kini harus dipahami sebagai berikut:
Menteri dan wakil menteri dilarang merangkap jabatan sebagai:
- Pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
- Komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau
- Pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN dan/atau APBD
Larangan ini diharapkan dapat membuat para wakil menteri lebih fokus mengurus urusan kementerian dan menjalankan tugasnya secara optimal, demi tercapainya penyelenggaraan negara yang bersih dan efektif. Keputusan ini menandai langkah maju dalam upaya perbaikan tata kelola pemerintahan di Indonesia.