SPBU Swasta Tak Lagi Impor Solar di 2026, Ini Penjelasan Kementerian ESDM

1 hour ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memastikan kebijakan penghentian impor solar pada 2026 juga berlaku bagi SPBU swasta. Hal ini sejalan dengan upaya memperkuat kemandirian energi nasional melalui optimalisasi produksi dalam negeri.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Laode Sulaeman menegaskan bahwa kebijakan stop impor solar tidak hanya ditujukan kepada badan usaha milik negara, tetapi juga mencakup badan usaha swasta yang mengelola SPBU.

“Yang dimaksud dengan penghentian impor itu, ya, termasuk SPBU swasta,” ujar Laode dikutip dari Antara, Sabtu (20/12/2025). 

Rencana penghentian impor solar ini sebelumnya telah disampaikan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Kebijakan tersebut didukung oleh mulai beroperasinya proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan di Kalimantan Timur serta penerapan program mandatori biodiesel B50.

Dengan kombinasi kedua program tersebut, pemerintah optimistis kebutuhan solar nasional dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri mulai 2026.

Beli dari Kilang Dalam Negeri

Laode menjelaskan, seiring diberlakukannya kebijakan tersebut, badan usaha pengelola SPBU swasta tetap dapat memperoleh pasokan solar dengan membelinya dari kilang dalam negeri.

“Jadi, seperti itu pemahaman dari stop impor. Swasta pun harus beli dari dalam negeri, ini saya bicaranya (solar) CN 48 ya,” kata Laode.

Program biodiesel B50 sendiri dijadwalkan mulai berjalan pada semester II 2026. Implementasi B50 diharapkan dapat menekan kebutuhan impor bahan bakar fosil sekaligus meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan berbasis nabati.

Selain memenuhi kebutuhan domestik, Laode juga membuka peluang Indonesia untuk mengekspor solar ke pasar internasional. Namun, hal tersebut mensyaratkan produk kilang dalam negeri telah memenuhi standar kualitas global.

Menurutnya, peningkatan kualitas produk kilang menjadi faktor penting agar solar Indonesia dapat bersaing di pasar ekspor.

Spesifikasi CN 51

Laode menjelaskan bahwa solar dengan spesifikasi CN 51 memiliki peluang lebih besar untuk diekspor karena telah memenuhi standar internasional.

“Solar CN 51 itu lebih mudah untuk kita ekspor. CN 48 kan standarnya masih Euro 4, dengan kandungan sulfurnya masih tinggi, di atas 2 ribu ppm, jadi sulit (untuk diekspor),” kata Laode.

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia juga telah melaporkan kepada Presiden RI Prabowo Subianto bahwa Indonesia tidak akan lagi mengimpor solar mulai 2026. Proyek RDMP Balikpapan disebut akan menjadi salah satu tulang punggung dalam memperkuat ketahanan dan kemandirian energi nasional.

Selain RDMP, pemerintah terus mendorong pengembangan bahan bakar nabati melalui kebijakan biodiesel B50. Kombinasi peningkatan kapasitas kilang dan implementasi B50 diperkirakan dapat menciptakan kelebihan pasokan solar di dalam negeri, sehingga membuka peluang ekspor di masa mendatang.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |