Menaker Dorong Regulasi Pekerja Gig agar Dapat Perlindungan Setara Pekerja Formal

3 hours ago 8

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menegaskan perlunya regulasi yang jelas bagi pekerja gig yang selama ini bekerja tanpa perlindungan memadai. Menurutnya, pekerja gig memiliki peran penting dalam perekonomian modern, namun juga menghadapi kerentanan yang tidak bisa dibiarkan begitu saja.

Yassierli menyampaikan, gig economy kini menjadi kekuatan besar di pasar tenaga kerja Indonesia. Tercatat sekitar 4,4 juta orang bekerja di sektor ini, mulai dari transportasi, logistik, kurir, layanan kreatif, hingga berbagai platform digital. Meski tumbuh pesat, banyak pekerja gig yang masih berada dalam posisi rentan.

"Di balik fleksibilitas gig economy, para pekerjanya menghadapi kerentanan yang tak boleh diabaikan. Negara bertanggung jawab memastikan mereka memperoleh perlindungan yang layak," ujar Yassierli saat membuka Indonesian Forum and Labour Productivity (IFLP) bertema ‘Gig Workers: Flexibility and Vulnerability from Multiple Perspective’ di Jakarta, Selasa (25/11/2025).

Pekerja gig umumnya bekerja berbasis platform digital, bersifat informal atau paruh waktu. Contohnya pengemudi online, penulis konten, desainer grafis, kurir, hingga pengembang perangkat lunak.

Melihat kondisi tersebut, Yassierli mendorong agar isu perlindungan pekerja gig dimasukkan dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Sengketa Kerja

Menaker menjelaskan bahwa regulasi yang diusulkan bertujuan memberikan hak-hak dasar bagi pekerja gig, setara dengan pekerja formal. Beberapa aspek yang dinilai perlu diatur antara lain jaminan sosial seperti kesehatan, pensiun, dan asuransi kecelakaan kerja. Selain itu, upah yang adil serta perjanjian kerja yang transparan juga menjadi fokus utama.

Ia menjelaskan bahwa pekerja gig selama ini sering menghadapi persoalan terkait sengketa kerja, tarif, hingga kualitas layanan yang tidak memiliki acuan jelas. Karena itu, aturan penyelesaian sengketa secara adil antara pekerja dan platform dinilai penting untuk dimasukkan dalam regulasi.

Yassierli menambahkan, platform digital juga harus memiliki tanggung jawab. “Seperti menyediakan asuransi kesehatan, pelatihan, transparansi pendapatan, dan sistem pembayaran tepat waktu,” kata dia.

Dengan regulasi yang tepat, pemerintah berharap ekosistem kerja bagi pekerja gig bisa lebih aman, berdaya saing, dan berkelanjutan.

Kebijakan Berbasis Data dan Kebutuhan

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan (Barenbang) Kementerian Ketenagakerjaan, Anwar Sanusi, menegaskan bahwa IFLP 2025 menjadi wadah kolaborasi berbagai pihak untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif. Menurutnya, tantangan pekerja gig tidak dapat diselesaikan hanya oleh pemerintah.

“Kolaborasi antara pemerintah, platform digital, akademisi, dan masyarakat diperlukan untuk membangun ekosistem ketenagakerjaan yang lebih adil,” ujar Anwar.

Ia berharap forum tersebut dapat menjadi pendorong pembentukan kebijakan berbasis data dan kebutuhan nyata para pekerja di lapangan. Dengan kerja sama yang berkelanjutan, regulasi pekerja gig diharapkan tidak hanya memberikan perlindungan, tetapi juga meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan.

Langkah ini dinilai penting mengingat pekerja gig semakin menjadi bagian integral dari ekonomi digital di Indonesia. Pemerintah pun menegaskan komitmennya untuk terus mengawal pembahasan regulasi terkait dalam revisi UU Ketenagakerjaan.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |