Liputan6.com, Jakarta - Meskipun tren belanja daring terus meningkat, mal tetap memegang peran penting sebagai magnet bagi masyarakat perkotaan. Pusat perbelanjaan modern kini tidak lagi hanya berfungsi sebagai tempat belanja, tetapi telah bertransformasi menjadi destinasi gaya hidup, hiburan, dan kuliner yang tak tergantikan.
Laporan terbaru dari Cushman & Wakefield Indonesia mengonfirmasi tren ini, menunjukkan bahwa banyak mal di Jabodetabek tidak hanya menambah ruang ritel, tetapi juga gencar melakukan renovasi dan menyegarkan konsep agar sesuai dengan selera pengunjung saat ini.
Director Strategic Consulting Cushman & Wakefield Indonesia Arief N Rahardjo menjelaskan, pasokan ritel di Jabodetabek diproyeksikan terus tumbuh hingga akhir 2025. Pertumbuhan ini didorong oleh hadirnya proyek-proyek baru, antara lain:
- Lippo Mall East Side
- Summarecon Mall Bekasi Tahap 2
- Grand Metropolitan Mall Bekasi (Perluasan).
Pada kuartal II 2025, Jakarta sudah menambah 5.000 meter persegi ruang ritel baru dari Antasari Place, menjadikan total pasokan kumulatif di ibu kota mencapai 4,8 juta meter persegi. Wilayah penyangga seperti Tangerang, Bogor, dan Bekasi juga ikut bergerak dengan tambahan 96.900 meter persegi dari tiga mal baru yang langsung menarik perhatian publik.
Selain pembangunan baru, beberapa mal lama juga telah sukses bertransformasi. Contohnya, Lippo Mall Nusantara (sebelumnya Plaza Semanggi) dan Epiwalk Mall Kuningan berhasil menunjukkan bagaimana renovasi dan pembaruan konsep mampu menghidupkan kembali daya tarik pusat perbelanjaan.
Elemen Kunci dalam Transformasi
Perubahan ini bukanlah hal baru bagi PT Lippo Karawaci Tbk. (LPKR). Melalui PT Lippo Malls Indonesia, LPKR sudah sejak lama memahami pergeseran perilaku konsumen. Dengan mengandalkan consumer insights, LPKR memprioritaskan penyewa yang dapat menghadirkan pengalaman berbeda, mulai dari hiburan, rekreasi, hingga kuliner. Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan nilai tambah yang tidak bisa didapatkan dari belanja daring.
CEO Grup Lippo Indonesia, John Riady menjelaskan bahwa variasi kuliner merupakan salah satu elemen kunci dalam transformasi ini. LPKR menghadirkan berbagai pilihan, mulai dari kafe trendi, tempat makan santai, hingga klaster F&B premium. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan jumlah dan durasi kunjungan, sekaligus memperkaya pengalaman pengunjung.
Strategi ini juga dibarengi dengan pengurangan ketergantungan pada hipermarket atau supermarket dan meningkatkan area hiburan untuk menjangkau segmen pelanggan yang lebih luas.
Transformasi ini berdampak positif pada kinerja keuangan LPKR. Pada paruh pertama tahun ini, perusahaan mencatat pendapatan Rp4,12 triliun, EBITDA Rp 627 miliar, dan laba bersih setelah pajak sebesar Rp138 miliar.
Kinerja Solid Segmen Gaya Hidup
Pada segmen properti, LPKR mencatatkan pra-penjualan sebesar Rp 2,47 triliun pada Semester I 2025, yang mencapai 40% dari target tahunan. Kinerja ini didorong oleh tingginya permintaan untuk rumah tapak, baik yang terjangkau maupun premium, yang menyumbang 67% dari total pra-penjualan.
Angka ini mencerminkan minat yang kuat dari pembeli rumah pertama dan pengguna akhir. Pencapaian ini didukung oleh peluncuran tahap 4 Park Serpong dan produk premium baru, yaitu Belmont Homes dan Bentley Homes.
Sementara itu, segmen gaya hidup LPKR juga menunjukkan kinerja solid di Semester I 2025 dengan pendapatan stabil sebesar Rp 659 miliar. Laba kotor naik 13% menjadi Rp 493 miliar, dan EBITDA tumbuh 41% year-on-year menjadi Rp 213 miliar, berkat peningkatan sewa, pemulihan operasional, dan optimalisasi biaya.
Secara operasional, tarif rata-rata kamar hotel naik 5% menjadi Rp 636 ribu, dan kunjungan ke mal stabil di atas 11 juta pengunjung per bulan, menandakan momentum pemulihan ritel yang terus berlanjut.