Liputan6.com, Jakarta - Neraca perdagangan Indonesia mencatat kinerja menggembirakan pada Januari-Juli 2025. Hal ini seiring tercatat surplus kumulatif mencapai USD 23,65 miliar. Nilai ini naik signifikan dibandingkan Januari-Juli 2024 sebesar USD 16,25 miliar.
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menuturkan, surplus hingga Juli 2025 terutama dipicu meningkatnya surplus nonmigas menjadi USD 34,06 miliar dibandingkan periode sama tahun lalu tercatat USD 28,49 miliar.
Surplus nonmigas sebagian besar disumbang oleh perdagangan dengan sejumlah negara mitra utama yakni Amerika Serikat (AS) sebesar USD 12,13 miliar, diikuti India sebesar USD 8,13 miliar dan Filipina sebesar USD 5,07 miliar.
Sementara itu, secara bulanan, tercatat surplus USD 4,17 miliar pada perdagangan periode Juli 2025. Bila dibandingkan dengan surplus pada Juni 2025 yang sebesar USD 4,10 miliar, terlihat surplus neraca perdagangan Indonesia konsisten mencatatkan nilai yang tinggi (MoM).
“Khusus perdagangan periode Juli 2025, Indonesia mencatatkan surplus yang tetap tinggi sebesar USD 4,17 miliar. Capaian ini menandai keberlanjutan tren surplus selama 63 bulan berturut-turut sejak Mei 2020,” kata Mendag Busan seperti dikutip dari keterangan resmi, Rabu (3/9/2025).
Kinerja Ekspor Januari-Juli 2025 Meningkat
Mendag Busan menuturkan, secara kumulatif, total ekspor Indonesia pada pada Januari-Juli 2025 adalah USD 160,16 miliar atau tumbuh 8,03% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (CtC). Peningkatan ekspor ini turut ditopang pertumbuhan ekspor nonmigas sebesar 9,55% menjadi USD 152,20 miliar (CtC).
Sektor industri pengolahan mendominasi ekspor nonmigas dengan kontribusi 84,19% , disusul pertambangan dan lainnya 13,21 persen dan pertanian 2,60%.
Ekspor pertanian naik 43,62% yang berasal dari peningkatan ekspor komoditas kopi, kelapa, dan buah pinang. Ekspor industri pengolahan juga naik 17,40%, tetapi sektor pertambangan dan lainnya turun 25,65% (CtC).
“Tiga komoditas nonmigas utama dengan pertumbuhan ekspor tertinggi, yakni kakao dan olahannya (HS 18) yang meroket hingga 108,39%; kopi, teh, dan rempah-rempah (HS 09) 69,93%; serta aluminium dan barang daripadanya (HS 76) 68,57%,” kata Mendag Busan.
Negara Tujuan
Jika dilihat dari negara tujuannya, China, AS, dan India masih menjadi pasar utama ekspor nonmigas dengan nilai total USD 63,22 miliar atau 41,53% dari total ekspor nonmigas nasional pada Januari-Juli 2025.
Sementara itu, negara tujuan ekspor dengan lonjakan tertinggi secara kumulatif, antara lain, Swiss 147,12%, Mesir 48,31%, Thailand 40,81%, Bangladesh 39,13%, dan Brasil 37,55%. Berdasarkan kawasannya, ekspor ke Asia Tengah mencatatkan pertumbuhan tertinggi sebesar 81,22%, diikuti Afrika Barat 67,16 persen dan Afrika Timur 53,42%.
Sementara itu, khusus periode Juli 2025, ekspor Indonesia mencapai USD 24,75 miliar atau naik 5,60% dibanding Juni 2025 (MoM).
Jika dibandingkan dengan Juli 2024, ada pertumbuhan 9,86% yang terutama didorong kenaikan ekspor nonmigas 12,83% meskipun ekspor migas turun 34,13% (YoY).
Tiga komoditas nonmigas utama dengan pertumbuhan ekspor tertinggi pada Juli 2025, yakni mesin dan peralatan mekanis (HS 84) yang naik 53,80%, kakao dan olahannya (HS 18) 37,87%, serta kayu dan barang dari kayu (HS 44) 29,11%.
“Peningkatan ekspor kakao dan olahannya adalah terutama untuk produk lemak kakao dan bubuk kakao. Hal ini terjadi sebagai dampak tren permintaan global yang tinggi,” kata Mendag Busan.
Kinerja Impor Barang Modal secara Kumulatif Meningkat
Secara kumulatif, impor Indonesia pada Januari-Juli 2025 mencapai USD 136,51 miliar atau tumbuh 3,41 persen (CtC). Peningkatan ini didorong oleh impor nonmigas yang naik 6,97 persen menjadi USD 118,13 miliar dibanding Januari-Juli 2024.
Struktur impor Januari-Juli 2025 masih didominasi bahan baku atau penolong dengan pangsa 71,00 persen, diikuti barang modal 20,05 persen dan barang konsumsi 8,94 persen.
Dibanding Januari-Juli 2024, terjadi kenaikan impor barang modal sebesar 20,56% dan impor bahan baku atau penolong sebesar 0,15 persen (CtC), sedangkan impor barang konsumsi turun 2,47%.
"Beberapa penyebab kenaikan impor barang modal adalah naiknya impor central processing unit (CPU), mobil listrik, peralatan navigasi kapal, perangkat penerima sinyal, dan ponsel pintar,” ujar Mendag Busan.
Untuk produk bahan baku atau penolong, lonjakan impor tertinggi adalah pada emas batangan, biji kakao, senyawa kimia untuk cakram elektronik, sulfur, dan naphtha. Di sisi lain, impor barang konsumsi turun terutama untuk bahan bakar diesel, pendingin ruangan, bawang putih, krimer nonsusu (non-dairy creamer), dan buah pir.
Impor Nonmigas
Sementara itu, komoditas impor nonmigas dengan peningkatan tertinggi, antara lain, kakao dan olahannya (HS 18) yang naik sebesar 148,22%; logam mulia, perhiasan atau permata (HS 71) 87,67 persen; serta garam, belerang, batu, dan semen (HS 25) 69,16 persen (CtC).
Berdasarkan negara asal, impor nonmigas Indonesia pada Januari-Juli 2025 didominasi China, Jepang, dan AS dengan kontribusi gabungan mencapai 52,65% terhadap total impor nonmigas.
Sementara itu, negara asal impor dengan kenaikan tertinggi adalah Ekuador dengan 135,25%, Uni Emirat Arab 79,10 persen, dan Kanada 33,43%.
Khusus periode Juli 2025, kinerja impor Indonesia tercatat sebesar USD 20,58 miliar. Nilai ini naik 6,43% dibanding Juni 2025 (MoM), tetapi menurun 5,86% dibanding Juli 2024 (YoY). Nilai impor Juli 2025 terdiri atas sektor migas sebesar USD 2,51 miliar dan nonmigas sebesar USD 18,06 miliar.