Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa nilai garis kemiskinan nasional pada Maret 2025 mencapai Rp609.160 per kapita per bulan.
Angka ini merupakan hasil dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) terbaru yang mencerminkan ambang batas pengeluaran minimum untuk kebutuhan hidup layak. Dengan kata lain, seseorang dikategorikan miskin jika pengeluarannya berada di bawah angka tersebut.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, menjelaskan bahwa garis kemiskinan ini mengalami peningkatan sebesar 2,34 persen dibandingkan dengan posisi pada September 2024.
"Garis kemiskinan Maret 2025 berdasarkan SUSENAS yang sudah tadi sebutkan sebesar Rp609.160 per kapita per bulan. Jika kita bandingkan dengan September 2024 mengalami peningkatan 2,34 persen," kata Ateng dalam konferensi pers Profil Kemiskinan di Indonesia Kondisi Maret 2025, Jumat (25/7/2025).
BPS membagi data garis kemiskinan menjadi dua wilayah utama, yakni perkotaan dan perdesaan. Garis kemiskinan di wilayah perkotaan tercatat sebesar Rp629.561 per kapita per bulan.
Sementara itu, untuk wilayah perdesaan, angkanya lebih rendah, yakni Rp580.349 per kapita per bulan. Perbedaan nilai ini disebabkan oleh disparitas harga dan struktur konsumsi antara kota dan desa.
"Garis kemiskinan kota sebesar Rp629.561 per kapita per bulan. Garis kemiskinan kota tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan garis kemiskinan pedesaan yang di desa mencapai Rp580.349 per kapita per bulannya," jelasnya.
Warga Miskin Kota Makin Banyak, Kesenjangan Melebar
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan nasional mengalami penurunan pada Maret 2025, dengan jumlah penduduk miskin sebesar 23,85 juta orang atau 8,47 persen dari total populasi. Angka ini turun 0,1 persen poin dibandingkan September 2024.
Namun data BPS menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di perkotaan justru mengalami peningkatan dari sebelumnya. Pada Maret 2025, persentase penduduk miskin di kota mencapai 6,73 persen, meningkat 0,07 persen poin dibandingkan periode sebelumnya.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono, mengatakan sementara di pedesaan, angka kemiskinan menurun menjadi 11,03 persen, turun 0,31 persen poin dari September 2024.
"Jadi, desa lebih banyak yang miskinnya jika dibandingkan dengan perkotaan terhadap tadi total penduduk masing-masing wilayahnya. Nah, persentase kemiskinan di pedesaan pada Maret 2025 yang tadi 11,03 persen mengalami penurunan 0,31 persen poin jika dibandingkan dengan September 2024," kata Ateng dalam konferensi pers Profil Kemiskinan di Indonesia Kondisi Maret 2025, Jumat (25/7/2025).
Kondisi ini menandakan bahwa beban kemiskinan di wilayah kota semakin berat. Meskipun jumlah penduduk miskin di desa masih lebih tinggi, namun arah perbaikannya jelas terlihat.
Sebaliknya, kota mengalami lonjakan kecil yang menunjukkan bahwa segmen rentan di perkotaan kembali terdorong ke bawah garis kemiskinan.
"Penduduk miskin di kota meningkat sekitar 0,07 persen poin Maret 2025 dibandingkan dengan September 2024 yang lalu. Nah, selain tadi kemiskinan baik kota dan desa, juga salah satu indikator yang penting diperhatikan adalah indeks kedalaman dan indeks keparahan," ujarnya.
Indeks Kedalaman Kemiskinan Kota Meningkat, Desa Justru Membaik
Selain melihat dari jumlah dan persentase penduduk miskin, BPS juga mengungkapkan kondisi dari dua indikator penting: indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan.
Pada Maret 2025, indeks kedalaman kemiskinan secara nasional tercatat relatif stabil dibandingkan September 2024. Namun, ketika dilihat per wilayah, kota menunjukkan tren memburuk.
Indeks kedalaman kemiskinan, atau Poverty Gap Index (P1), mencerminkan seberapa jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin dari garis kemiskinan. Di wilayah perkotaan, nilai indeks ini mengalami peningkatan, yang berarti jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan makin melebar.
"Yang dimaksud dengan indeks kedalaman atau istilahnya poverty gap index atau kami menyebutnya biasa dengan P1, itu ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinannya," ujarnya.
Indeks Keparahan Kemiskinan
Tidak hanya jarak terhadap garis kemiskinan, ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin juga meningkat di wilayah perkotaan. Hal ini terlihat dari meningkatnya indeks keparahan kemiskinan (P2), yang menunjukkan tingkat ketimpangan atau penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin.
Pada Maret 2025, indeks keparahan kemiskinan di kota mengalami kenaikan, menandakan bahwa kesenjangan antarpenduduk miskin makin lebar.
Sementara itu, pedesaan menunjukkan perbaikan. Indeks keparahan kemiskinan di desa mengalami penurunan, mengindikasikan bahwa sebaran pengeluaran masyarakat miskin lebih merata. Ini juga memperkuat tren positif penurunan kemiskinan di desa baik dari jumlah maupun kualitas.
"Pada kondisi Maret 2025, indeks keparahan di perkotaan juga mengalami peningkatan, tetapi untuk pedesanya sama mengalami penurunan. Itu dari sisi indeks kedalaman dan juga indeks keparahan," pungkasnya.