Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan bahwa masyarakat berhak menuntut ganti rugi apabila menemukan beras yang tidak sesuai mutu, oplosan, atau berbeda dari takaran yang tertera di kemasan.
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag, Moga Simatupang, menjelaskan bahwa hal ini sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Di Pasal 4 disebutkan hak konsumen mencakup kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam konsumsi, hak untuk memilih barang, hak atas informasi yang benar, hak untuk didengar, serta hak atas pembinaan," kata Moga dikutip dari Antara, Jumat (18/7/2025).
Lebih lanjut, ia menambahkan, "Di dalamnya juga termasuk hak untuk diperlakukan secara jujur dan mendapatkan kompensasi atau ganti rugi."
Menurutnya, untuk mengajukan klaim, konsumen hanya perlu menyertakan bukti pembelian seperti nota atau faktur. "Itu bukti bahwa mereka membeli barang tersebut, dan bisa langsung meminta penukaran ke tempat pembelian," jelas Moga.
Namun, bila penjual mempersulit proses klaim, konsumen dapat mengadukan kasus ini ke Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). "Konsumen harus berdaya, manfaatkan saluran pengaduan," tegasnya.
Begini Cara Bedakan Beras Premium dengan Oplosan
Isu beredarnya beras oplosan tengah meresahkan masyarakat. Lantas, bagaimana cara membedakan beras premium asli yang tidak dioplos?
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman membagikan cara membedakan beras kualitas premium yang sesuai standar dengan beras oplosan. Salah satu indikatornya adalah jumlah butir beras berkualitas baik dalam kemasan.
"Jadi, yang pertama perhatikan broken-nya (beras patah). Yang kedua, beras premium itu terlihat utuh," ujar Amran saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta, Jumat (18/7/2025).
Senada dengan Amran, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, juga memberikan tips serupa. Ia menjelaskan bahwa jika dalam kemasan banyak terdapat butir beras patah, maka kemungkinan besar kualitasnya bukan premium.
"Kalau banyak patahannya, itu secara visual kelihatan. Banyak beras patahnya, itu hampir bisa dikategorikan sebagai beras medium, dengan kadar patah sekitar 25 persen. Sementara kalau banyak beras utuhnya, itu baru disebut premium," jelas Arief.
Standar Beras Premium
Menurut aturan yang berlaku, klasifikasi mutu beras premium mencakup:
- Butir patah maksimal 15 persen
- Kadar air maksimal 14 persen
- Derajat sosoh minimal 95 persen
- Butir menir maksimal 0,5 persen
- Total butir rusak, kapur, merah/hitam maksimal 1 persen
- Butir gabah dan benda asing harus nihil
Konsumen Mulai Resah
Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan bahwa kepercayaan masyarakat menurun akibat isu beras oplosan yang beredar di pasaran. YLKI pun mendesak pemerintah untuk membuka data kualitas beras yang dijual secara transparan.
Ketua YLKI, Niti Emiliana, menyebut praktik penjualan beras oplosan dengan label premium adalah pelanggaran terhadap hak konsumen. Ia meminta agar para oknum produsen dan pengusaha beras yang nakal segera ditindak.
"Tindakan oknum penjual beras yang tidak sesuai standar menurunkan kepercayaan konsumen terhadap kualitas beras di pasaran. Oleh karena itu, pemerintah harus menjelaskan secara terbuka kepada masyarakat mengenai kualitas dan kuantitas komoditas beras yang dijual," tegas Niti saat dihubungi Liputan6.com, Senin (14/7/2025).
YLKI Minta Penarikan Produk
Niti juga mendesak Kementerian Perdagangan untuk merevisi UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999. Menurutnya, perlu ada aturan tambahan yang memberikan sanksi tegas terhadap pelanggaran terkait komoditas esensial, termasuk bahan pangan.
Ia menuntut agar pelaku usaha menarik kembali produk beras yang tidak memenuhi standar.
"YLKI meminta pemerintah mengawasi dengan ketat peredaran beras di pasaran, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas, serta tidak ragu menjatuhkan sanksi kepada pelaku usaha yang perlu melakukan recall terhadap produk yang tidak sesuai," ujarnya.