Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) memperkenalkan inovasi digital terbaru dalam pengelolaan perizinan melalui penerapan berbasis teknologi geospasial ArcGIS. Targetnya, penerapan sistem ini secara penuh pada Agustus 2025 dengan integrasi menyeluruh di seluruh sub-holding.
Inisiatif terobosan ini diluncurkan pada Esri User Conference 2025 di San Diego, Amerika Serikat pada 16 Juli 2025. Sebuah ajang global terkemuka yang mempertemukan para profesional dan organisasi dari seluruh dunia untuk mengeksplorasi kemajuan dalam sistem informasi geografis (GIS).
Sistem inovatif ini dirancang untuk menjawab tantangan kompleksitas dan fragmentasi pengelolaan perizinan di seluruh anak perusahaan Pertamina. Melalui pendekatan terintegrasi, solusi geospasial ini memungkinkan pemantauan real-time terhadap lebih dari 5.000 dokumen perizinan.
Sistem ini tidak hanya menghadirkan dashboard visualisasi spasial, tetapi juga dilengkapi fitur chatbot pencarian berbasis teks dan sistem peringatan dini untuk masa berlaku izin.
Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso mengatakan, digitalisasi ini bukan sekadar menyimpan data izin, tapi bagaimana perseroan bisa melihatnya secara spasial lokasi, status, hingga potensi kondisi kedepan dalam satu peta dinamis.
"Kecerdasan data lokasi ini mendukung optimalisasi aset, menghindari risiko dikenai denda dan meningkatkan efisiensi lintas anak perusahaan. Ini bagian dari roadmap Pertamina menuju tata kelola kelas dunia," jelas Fadjar, Jumat (18/7/2025).
Integrasi Perizinan di Pertamina Patra Niaga
Hingga fase pertama, lanjut Fadjar, sistem ini telah berhasil mengintegrasikan kebutuhan perizinan PT Pertamina Patra Niaga sebagai salah satu Subholding Pertamina.
Dengan 322 dokumen perizinan strategis, termasuk PLO (Persetujuan Layak Operasi), KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang), dan KKPRL (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut) tanpa keterlambatan dalam proses sertifikasi ulang.
Hasilnya, Pertamina berhasil menghindari potensi biaya hingga USD 25 juta, termasuk risiko reengineering dan dikenai denda.
Terobosan Penting untuk Operasional
"Sistem ini menjadi terobosan penting bagi operasional kami karena memungkinkan pemantauan status izin secara real-time, mengantisipasi kendala sejak dini, serta menjaga kelancaran operasional tanpa gangguan," ungkap Fadjar.
Menurut dia, inisiatif ini membuktikan bahwa teknologi geospasial tidak hanya mendorong efisiensi internal, tetapi juga berperan penting dalam memastikan masa depan energi Indonesia yang aman dan berkelanjutan.
"Inovasi digitalisasi sistem ini diharapkan dapat berdampak pada kelancaran distribusi ketersediaan dan keterjangkauan energi," ungkap dia.
Pertamina EP Tambah Kapasitas Produksi Lapangan Akasia Bagus
Sebelumnya, Subholding Upstream Pertamina fokus pada Proyek strategis pengembangan Stasiun Pengumpul Akasia Bagus (SP ABG) Stage 1, Lapangan Akasia Bagus. Lapangan Akasia Bagus merupakan wilayah kerja dari PT Pertamina EP yang merupakan afiliasi dari PT Pertamina Hulu Energi selaku Subholding Upstream Pertamina.
Langkah ini demi meningkatkan kapasitas produksi energi Indonesia sekaligus mencapai kemandirian energi guna mewujudkan program Asta Cita pemerintah.
Wakil Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Oki Muraza, meninjau langsung lapangan yang terletak di Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, pada Rabu (9/7/2025).
Kunjungan untuk memastikan proses kerja dan fasilitas produksi pada proyek tersebut berjalan dengan baik dan lancar, serta mempersiapkan rencana on-streamnya stage 1 di lapangan ABG.
Kunjungan didampingi Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Awang Lazuardi, Direktur Pengembangan & Produksi PHE Mery Luciawaty, dan Plt. Direktur Utama PT Pertamina EP Muhammad Arifin, beserta jajaran manajemen Holding Subholding, dan Regional.
Upgrade Fasilitas Produksi
Lawatan Direksi dan manajemen perusahaan pada giat Management Walktrough (MWT) kali ini fokus pada progres proyek yang merupakan milestone penting dalam pengembangan Akasia Bagus yang didesain untuk mengolah minyak dan gas dengan kapasitas total sebesar 9.000 barel cairan per hari (BLPD) dan 22 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
Dalam laporannya, Afwan Daroni, General Manager Zona 7 Regional Jawa menjelaskan, upgrading fasilitas produksi akan dilengkapi dengan CO2 Removal Package dengan amine system (MDEA), Gas Dehydration Unit dan Thermal Oxidation (TOX). Tujuannya adalah untuk mengurangi kadar CO2, H2S dan air, agar sesuai spesifikasi penjualan gas yang termaktub dalam Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) eksisting di wilayah Jawa Barat.
Plt. Direktur Utama PT Pertamina EP selaku Regional Jawa Subholding Upstream Pertamina, Muhammad Arifin mengucapkan banyak terima kasih atas atensi dan perhatian penuh dari semua pihak khususnya Pertamina mulai dari jajaran manajemen serta pekerja dan mitra kerja yang terlibat dalam pengembangan proyek ABG ini.
"Ini adalah proyek upgrading, setelah sebelumnya Stasiun Pengumpul ini telah memenuhi kapasitas sekitar 1.750 BLPD dan 3 MMSCFD. Melalui kreativitas dan intuisi kawan-kawan pekerja, ternyata menghasilkan jauh lebih besar daripada apa yang diprediksi di awal. Kami memohon doa dan dukungannya agar proyek ini segera terselesaikan dengan baik," terang Arifin.