Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) membeli Surat Berharga Negara (SBN) Rp 200 triliun hingga akhir Agustus 2025. Hal itu termasuk pembelian di pasar sekunder dan program debt switching dengan pemerintah sebesar Rp 150 triliun.
Bank Indonesia mengarahkan kebijakan moneter yang mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas perekonomuan.
Arah kebijakan ini ditempuh mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi global yang belum kuat dan pertumbuhan ekonomi domestik yang masih di bawah kapasitasnya. Sementara itu, inflasi tetap terkendali sesuai dengan target 2,5%, plus minus 1% serta nilai tukar yang diperkirakan tetap stabil dan sesuai dengan fundamental mendukung pencapaian sasaran inflasi.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Denny Prakoso menuturkan, sejalan dengan arah kebijakan moneter itu, BI telah menurunkan BI Rate sebesar 125 basis poin (bps) sejak September 2024 yang merupakan level terendah sejak 2022.
Ia menambahkan, kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah juga terus diperkuat dengan intervensi di pasar off-shore melalui NDF dan intervensi di pasar domestik melalui pasar spot, DNDF serta pembelian SBN di pasar sekunder.
Beli SBN
Selain itu, BI juga melakukan ekspansi likuiditas melalui penurunan posisi instrumen moneter Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dari Rp 923 triliun pada awal tahun 2025 menjadi Rp 715 triliun pada akhir Agustus 2025.
"Bank Indonesia juga telah membeli SBN yang hingga akhir Agustus 2025 mencapai Rp 200 triliun, termasuk pembelian di pasar sekunder dan program debt switching dengan Pemerintah sebesar Rp 150 triliun,” ujar dia seperti dikutip dari keterangan resmi, Kamis (4/9/2025).
Bank Indonesia akan terus melakukan sinergi dengan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sejalan dengan program Asta Cita Pemerintah. Hal ini dengan tetap menjaga stabilitas perekonomian.
“Dalam kaitan ini, bauran kebijakan Bank Indonesia akan disinergikan dengan kebijakan fiskal, termasuk melalui pembelian SBN di pasar sekunder dan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) yang telah mencapai Rp 384 triliun sampai dengan akhir Agustus 2025,” kata dia.
Selain itu, ia menambahkan, kebijakan digitalisasi sistem pembayaran terus diakselerasi guna mendorong pertumbuhan ekonomi.
Bank Indonesia Targetkan Rupiah Kembali Sentuh 16.300
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) berharap nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dapat menguat ke 16.300 setelah aksi demonstrasi pada akhir Agustus 2025.
Pada Jumat sore, 29 Agustus 2025, nilai tukar rupiah ditutup melemah 147 poin atau 0,90% menjadi 16.500 per dolar AS dari sebelumnya 16.353 per dolar AS. Demikian mengutip Antara, Selasa (2/9/2025).
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menuturkan, nilai tukar rupiah berhasil stabil di kisaran 16.400 per dolar AS setelah aksi demonstrasi. Bank Indonesia pun berupaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, stabilitas moneter dan stabilitas pasar keuangan.
"Rupiah yang kemarin pagi pernah mencapai 16.560, alhamdullilah, hari ini kami bisa stabilkan ke Rp 16.400. Kami akan berusaha untuk lebih rendah lagi kembali ke 16.300, dan lebih kuat lagi," ujar Perry.
Perry menuturkan, likuiditas telah ditingkatkan dan kondisi pasar keuangan berjalan baik. Stabilitas sistem keuangan juga terjaga melalui koordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Perry menilai, ketahanan eksternal Indonesia dan nilai tukar rupiah tetap menguat dan stabil.
Faktor Pendukung Rupiah
Hal ini didukung oleh surplus neraca perdagangan yang berlanjut, aliran modal asing yang kondusif, serta cadangan devisa yang besar mencapai USD 152 miliar.
Tak hanya itu, Bank Indonesia juga melakukan langkah-langkah menstabilkan rupiah melalui intervensi Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar off-shore maupun intervensi di pasar domestik melalui transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
Perry menuturkan, komitmen BI adalah menjaga nilai tukar rupiah supaya tetap stabil dan bergerak menguat, sejalan dengan fundamental ekonomi yang membaik, surplus neraca perdagangan yang berlanjut, aliran modal asing yang terus masuk, serta cadangan devisa yang tetap memadai.