Liputan6.com, Jakarta - "Keputusan akhirnya tetap ada di tangan Presiden."
Itulah jawaban yang kerap dilontarkan oleh Menteri Keuangan Scott Bessent, Menteri Perdagangan Howard Lutnick, serta sejumlah pejabat tinggi di pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump ketika mereka membahas arah kebijakan tarif dan negosiasi dagang yang sedang dirumuskan.
Dengan tenggat 1 Agustus yang semakin dekat, tanggal di mana tarif baru yang lebih tinggi akan diberlakukan, Presiden Donald Trump dihadapkan pada serangkaian keputusan penting terkait perdagangan. Keputusan-keputusan ini tak hanya akan memengaruhi perekonomian Amerika Serikat, tetapi juga bisa membawa dampak besar terhadap perekonomian global.
Seperti diketahui, Donald Trump lahir pada 14 Juni 1946 di Queens, New York City. Ia adalah seorang pengusaha, tokoh media, dan politikus Amerika Serikat.
Sebelum terjun ke dunia politik, Trump dikenal luas sebagai pengembang properti dan pebisnis real estat yang sangat sukses. Ia mengambil alih perusahaan ayahnya, Elizabeth Trump and Son, dan mengubahnya menjadi The Trump Organization. Di bawah kepemimpinannya, perusahaan ini mengembangkan berbagai properti mewah, hotel, kasino, lapangan golf, dan gedung-gedung tinggi ikonik di New York dan seluruh dunia.
Saat menjabat Presiden AS, Trump seringkali mengeluarkan kebijakan yang kontroversial yang dampaknya terasa ke seluruh dunia. Berikut ini tiga langkah Trump yang bisa mengubah lanskap ekonomi dunia dikutip dari CNN, Minggu (27/7/2025):
Langkah Pertama, Tarif Universal atas Impor
Presiden AS Donald Trump berencana menaikkan tarif impor minimum dari 10% menjadi 15% mulai 1 Agustus 2025. Tarif ini akan berlaku bagi hampir semua negara, kecuali China yang sudah lebih dulu dikenai tarif tinggi. Trump menyebut kenaikan ini sebagai bagian dari kebijakan tarif timbal balik, dan telah mengirimkan surat pemberitahuan ke lebih dari 12 negara.
Sejauh ini, AS telah membuat lima kesepakatan dagang dengan negara seperti Jepang, Indonesia, Filipina, dan Vietnam—yang semuanya menyetujui tarif minimal 15%. Uni Eropa disebut juga mendekati kesepakatan serupa.
Menurut ekonom, tarif baru ini dapat meningkatkan beban ekonomi masyarakat AS. Studi dari Yale Budget Lab menyebut tarif telah menaikkan pengeluaran rumah tangga hingga USD 2.400 per tahun.
Jika tarif 15% diberlakukan atas impor sebesar USD 2,9 triliun, maka konsumen dan bisnis AS bisa menanggung pajak tambahan sekitar USD 435 miliar—hampir setara total pajak penghasilan korporasi di AS.
Langkah kedua, Pengenaan Tarif atas Produk Farmasi
Presiden Donald Trump berencana memberlakukan tarif hingga 200% terhadap obat-obatan yang diproduksi di luar Amerika Serikat, mulai 1 Agustus 2025. Kebijakan ini bertujuan mendorong produsen farmasi memindahkan produksinya ke dalam negeri dan mengurangi ketergantungan AS pada impor obat.
Meski demikian, Trump belum mengumumkan jadwal pasti atau rincian kebijakan. Ia hanya menyatakan bahwa penerapan bisa dilakukan bertahap, agar produsen punya waktu untuk beradaptasi—mengulang strategi yang pernah digunakan saat menunda tarif mobil.
Para pakar kesehatan memperingatkan bahwa kebijakan ini bisa memperparah krisis obat yang tengah terjadi dan menyebabkan lonjakan harga. Pemerintah AS sendiri telah memulai investigasi terhadap impor farmasi sejak April, sebagai dasar memberlakukan tarif atas alasan keamanan nasional.
Meskipun beberapa produsen seperti AstraZeneca sudah merencanakan perluasan pabrik di AS, kapasitas industri dalam negeri saat ini dinilai belum mampu menggantikan pasokan dari luar secara menyeluruh.
Langkah ketiga, Lanjut atau Tunda?
Presiden Donald Trump menghadapi keputusan penting: apakah akan memberlakukan tarif besar terhadap banyak negara mulai 1 Agustus 2025, atau menundanya lagi. Sebelumnya, saat Trump menerapkan tarif pada April, pasar saham anjlok hampir 20% dan pasar obligasi terguncang. Ia akhirnya mundur setelah tekanan dari Menteri Keuangan.
Sejak itu, Trump berhasil meredakan ketegangan lewat kesepakatan dagang, termasuk dengan China dan Jepang, yang mengembalikan kepercayaan pasar. Karena itu, muncul istilah “TACO” — Trump Always Chickens Out, menggambarkan keyakinan bahwa ia akan mundur jika pasar bereaksi negatif.
Namun kini, pasar saham sedang kuat dan tekanan dari investor tidak sebesar sebelumnya. Meski begitu, pemerintah tetap berhati-hati. Kesepakatan baru dengan Jepang menunjukkan Trump belum sepenuhnya agresif. Ancaman tarif 50% ke Brasil juga dinilai mungkin akan dikurangi atau ditunda, mengingat risiko ekonomi dan politik yang bisa ditimbulkan.