Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan Rabu, (27/8/2025) di Jakarta turun sebesar 24 poin atau 0,14% menjadi 16.323 per dolar AS dari sebelumnya 16.299 per dolar AS.
Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menuturkan, pelemahan nilai tukar kurs rupiah dipengaruhi ketegangan antara Gedung Putih (White House) Amerika Serikat (AS) dengan bank sentral AS atau the Federal Reserve (The Fed).
"Tekanan terhadap rupiah dipicu dinamika politik dan moneter di AS, menyusul keputusan Presiden Donald Trump yang secara sepihak menyatakan pemecatan salah satu Gubernur The Fed, Lisa Cook,” kata Josua Pardede seperti dikutip dari Antara, di Jakarta, Rabu pekan ini.
Cook disebut menolak mundur dan menegaskan Trump tak berwenang memberhentikannya.
Langkah ini yang meningkatkan ketegangan antara kedua belah pihak, memicu kekhawatiran atas independensi bank sentral AS atau the Fed, meski dampak langsung ke pasar masih terbatas karena berpotensi digugat di pengadilan.
Trump mengumumkan pemberhentian Cook dengan tuduhan penyalahgunaan fasilitas hipotek.
Kekhawatiran Investor
Keputusan ini dinilai memicu kekhawatiran atas independensi The Fed dan kemampuan Bank Sentral AS dalam menetapkan kebijakan moneter tanpa intervensi politik.
“Investor menilai langkah tersebut dapat meningkatkan peluang pemangkasan suku bunga lebih cepat, sejalan dengan desakan Trump yang berulang kali meminta penurunan borrowing cost,” ujar Josua.
Ia menambahkan, pasar memperhitungkan probabilitas 83 persen bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis points (bps) pada September 2025.
“Hari ini, rupiah diperkirakan bergerak dalam kisaran Rp 16.250 – Rp 16.375 per dolar AS,” kata dia.
Prediksi Rupiah
Sebelumnya, Pengamat Mata Uang dan Komoditas Ibrahim Assuaibi mengatakan, pada perdagangan sore ini, mata uang rupiah ditutup melemah 39 point sebelumnya sempat melemah 45 poin di level 16.298 per USD dari penutupan sebelumnya di level 16.259 per USD.
"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang 16.290-16.340," kata Ibrahim dalam keterangannya, Selasa (26/8/2025).
Adapun faktor yang mempengaruhi pelemahan tersebut yakni faktor eksternal, yakni konflik di Ukraina tetap menjadi pendorong utama sentimen pasar.
"Presiden AS Donald Trump telah berusaha memposisikan dirinya sebagai mediator, tetapi pekan lalu memperingatkan bahwa ia akan mengenakan sanksi baru terhadap Moskow jika tidak ada kemajuan yang dicapai menuju kesepakatan damai dalam dua minggu," ujarnya.
Pertemuan Puncak
Kemudian, Wakil Presiden J.D. Vance mengatakan Rusia telah membuat "konsesi yang signifikan," termasuk jaminan keamanan untuk Ukraina, meskipun para diplomat Barat memperingatkan Moskow belum berkomitmen pada kerangka kerja yang mengikat.
Trump telah mengusulkan pertemuan puncak trilateral dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy dan Presiden Rusia Vladimir Putin, tetapi belum ada tanggal yang ditetapkan.
Bahkan kata Ibrahim, sejumlah analis memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin bulan depan. Powell dalam pidatonya di simposium Jackson Hole pekan lalu menegaskan risiko terhadap pasar tenaga kerja AS semakin tinggi, meski inflasi masih menjadi ancaman.
Pelaku Pasar
Kendati demikian, pelaku pasar mulai menyadari bahwa peluang pemangkasan suku bunga belum sepenuhnya pasti. Data ekonomi penting seperti Core PCE pada pekan ini, laporan tenaga kerja (NFP) pekan depan, serta inflasi (CPI) Agustus akan menjadi penentu arah kebijakan The Fed.
"Situasi ini mendorong aksi lindung nilai atau hedging dan membuat dolar kembali menguat secara luas," ujarnya.
Selain arah kebijakan moneter, pelaku pasar juga mencermati dinamika politik di AS. Presiden Donald Trump kembali melontarkan kritik terhadap Powell dan jajaran The Fed, bahkan dikabarkan mempertimbangkan langkah untuk mengganti Powell. Meski demikian, penasihat ekonomi Gedung Putih Kevin Hassett menyebut proses penggantian membutuhkan waktu berbulan-bulan.