Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) lesu 43 poin atau 0,27% menjadi 16.249 per dolar AS pada Rabu, (9/7/2025) dari sebelumnya 12.206 per dolar AS.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menuturkan, nilai tukar rupiah yang alami depresiasi tetap terkendali di Tengan potensi penurunan suku bunga oleh the Federal Reserve (the Fed) dengan total 50 basis poin (bps) sepanjang 2025.
"Pelemahan ekonomi AS (Amerika Serikat) juga diperkirakan akan menekan harga komoditas global, sehingga mengurangi tekanan pada defisit transaksi berjalan dan memberikan dukungan terhadap stabilitas rupiah,” ujar dia seperti dikutip dari Antara, Rabu pekan ini.
Josua menuturkan, pengumuman terkait kebijakan tarif resiprokal dari Presiden AS Donald Trump yang menunda batas waktu tarifnya pada 9 Juli atau hari ini hingga 1 Agustus masih tergolong moderat.
Hingga akhir 2025, dia prediksi rupiah bergerak dalam kisaran 16.100 hingga 16.400 per dolar AS. Dalam jangka pendek, sentimen negatif akibat tarif tersebut dinilai dapat mendorong arus modal asing keluar dari pasar finansial domestik, terutama pada pasar saham karena dampak terhadap prospek negatif pertumbuhan ekonomi dan laba perusahaan eksportir.
Namun, dia mengatakan, pasar obligasi Indonesia relatif dianggap lebih terlindungi berkat didukung ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed.
Imbal Hasil Obligasi
Imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia 10 tahun diperkirakan berada pada kisaran 6,60–6,80 persen hingga akhir 2025.
Dalam jangka panjang, kebijakan tarif yang tinggi secara berkelanjutan dapat mendorong Pemerintah Indonesia mempercepat diversifikasi pasar ekspor serta memperkuat integrasi dengan rantai nilai global. Hal itu penting guna mengurangi ketergantungan terhadap pasar AS dan memperkuat ketahanan sektor eksternal Indonesia.
"Di sisi lain, apabila Indonesia berhasil mencapai kesepakatan dagang yang lebih lunak dengan AS sebelum batas waktu 1 Agustus 2025, dampak negatif yang dihadapi akan berkurang secara signifikan," ujar Josua.
Pada Selasa, 8 Juli 2025, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dijadwalkan bertolak ke AS guna melanjutkan proses negosiasi tarif resiprokal dengan AS. Airlangga bakal menghadiri pertemuan dengan perwakilan Pemerintah AS untuk mendiskusikan keputusan tarif 32 persen yang tetap diberlakukan per 1 Agustus mendatang.
Rupiah Perkasa Buntut AS Kenakan Tarif Impor Tinggi ke 14 Negara Asia dan Afrika
Sebelumnya, nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat pada Selasa, 8 Juli 2025. Rupiah ditutup menguat 34 poin terhadap Dolar AS, setelah sebelumnya sempat melemah 40 poin di ilevel Rp 16.205 dari penutupan sebelumnya di level Rp 16.239.
"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 16.200 - Rp 16.250,” ungkap pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (8/7/2025).
Rupiah menguat meski di tengah kekhawatiran pasar tentang meningkatnya kemungkinan perang dagang yang meluas, menyusul pengumuman Presiden AS Donald Trump tentang surat perdagangan yang dikirim ke Korea Selatan dan Jepang, yang menetapkan bea atas barang dan produk.
Ibrahim menyoroti, potensi perang dagang berlanjut setelah Trump mengumumkan tarif 25% untuk semua produk impor asal Korea Selatan dan Jepang yang dikirim mulai 1 Agustus mendatang.
"Sentimen risiko memburuk saat pasar bersiap menghadapi batas waktu tanggal 9 Juli, ketika Amerika Serikat (AS) diperkirakan secara resmi memberi tahu mitra dagang tentang tarif baru yang berpotensi setinggi 70%, yang menargetkan lebih dari 100 negara,” papar Ibrahim. Trump juga merilis serangkaian surat yang menguraikan tarif perdagangan yang lebih tinggi pada beberapa negara Asia dan Afrika.
Tarif tinggi ini termasuk 25% pada Korea Selatan, Jepang, Malaysia, dan Kazakhstan, bea masuk 30% pada Afrika Selatan, bea masuk 32% pada Indonesia, pungutan 35% pada Bangladesh, dan pungutan 36% pada Thailand. Adapun data ekonomi AS yang kuat memicu taruhan bahwa Federal Reserve tidak akan memangkas suku bunga dalam beberapa bulan mendatang.
“Ancaman tarif Trump juga memacu beberapa permintaan untuk greenback, di tengah kekhawatiran bahwa pungutan tersebut akan bersifat inflasi bagi ekonomi AS,” tambah Ibrahim.