Wamen ESDM Buka Suara soal Penyederhanaan Regulasi Hulu Migas

8 hours ago 6

Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Yuliot Tanjung menilai, sudah saatnya melakukan evaluasi terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Hal ini sebagai upaya untuk meningkatkan investasi di sektor hulu migas. 

“Salah satu yang perlu dilakukan evaluasi adalah UU No. 22 Tahun 2001. Secara substansi sudah harus banyak dilakukan evaluasi, bagaimana memberikan kemudahan investasi di hulu migas,” ujar Yuliot diikutip Rabu (9/7/2025).

Yuliot mengungkapkan, inversor hulu migas menginginkan adanya simplifikasi kegiatan di sektor hulu migas. Sebagai contoh, dalam sebuah tender blok migas mesti diikuti oleh tiga peserta lelang. Padahal, jumlah investor tidaklah banyak. Oleh karena itu diperlukan penyederhanaan proses investasi. 

“Yang bergerak pemainnya itu-itu saja di hulu migas. Dengan kondisi seperti itu, bagaimana kita berpikir kalau ada yang berminat (investasi), modalnya cukup, punya teknologi, dan sudah melakukan operasi di berbagai negara seharusnya pilihan kita bisa langsung investasi sehingga waktunya menjadi lebih sederhana,” kata Yuliot.

Investasi

Yuliot menuturkan, investasi diperlukan untuk meningkatkan produksi migas. Seperti diketahui, pemerintah menargetkan produksi minyak bumi mencapai 1 juta barel pada periode 2029-2030. Di sisi lain, Indonesia masih memiliki potensi migas yang besar.

“Dari 128 cekungan migas yang baru diusahakan sekitar 20, kita masih punya potensi 108 cekungan migas,” tuturnya.

Pada sesi diskusi pertama, Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Migas Kementerian ESDM Noor Arifin Muhammad menuturkan, pemerintah sudah melakukan sejumlah terobosan. Antara lain fleksibilitas dalam kontrak yang tidak lagi mewajibkan penggunaan skema gross split. 

Selain itu, ia menambahkan, pemerintah juga mendorong kegiatan eksplorasi. Misalnya dimungkinkan perpanjangan kontrak apabila kontraktor ingin menambah luas area eksplorasi. Pemerintah juga tengah menyiapkan studi, salah satunya penawaran langsung atau direct offer yang memungkinkan untuk dilakukan tanpa joint study.

“Mudah-mudahan kita bisa kembali sebelum tahun 2000. Saat itu sangat masif (eksplorasi) mungkin bisa 10 kali lipat,” kata Noor.

Urgensi Revisi UU Migas

Direktur Executive Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menyoroti visi kebijakan pemerintah yang terkadang hanya melihat dalam jangka pendek. Padahal, menurutnya, migas merupakan kunci untuk ketahanan energi dan ekonomi.

“Misalkan kalau investor minta insentif, Kemenkeu pasti cara pandangnya penerimaan akan berkurang. Padahal potensi (penerimaan) itu tidak akan muncul kalau investasi tidak datang,” tuturnya.

Komaidi juga menilai, upaya pemerintah belum maksimal dalam meningkatkan iklim investasi migas di tanah air. Sebagai contoh, UU No. 22 Tahun 2001 sudah mesti diamandemen sejak tahun 2008. Menurutnya, 60 persen ketentuan di dalam UU tersebut sudah tidak memiliki kekuatan.

“UU Migas mulai di-mandatory untuk diamandemen sejak tahun 2008, tapi sampai hari ini belum selesai, dan UU juga sudah di judicial review sebanyak tiga kali,” katanya. 

UU Migas

Wakil Ketua Komisi XII DPR Sugeng Suparwoto mengamini pernyataan Komaidi. Menurutnya, 60 persen pasal dalam UU No.22 Tahun 2001 sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, Sugeng menilai, upaya pemerintah untuk memperbaiki hal tersebut belum optimal.

“Terkait UU Migas, ini selalu masuk Prolegnas prioritas tapi selalu gagal, ironisnya bukan dari legislatif, tapi pemerintah kadang-kadang menunda. Pasalnya sudah dibatalkan oleh MK tetapi tidak pernah mencapai kuorum, bahkan pada titik tertentu pemerintah yang menunda. Tapi inilah fakta-fakta dunia politik,” katanya. 

Sarasehan Nasional yang digelar Katadata terdiri dari dua sesi diskusi dengan narasumber antara lain Deputi Eksplorasi, Pengembangan, dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas Rikky Rahmat Firdaus, Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Migas Kementerian ESDM Noor Arifin Muhammad, Direktur Executive Reforminer Institute Komaidi Notonegoro, Wakil Ketua Komisi XII DPR Sugeng Suparwoto pada sesi pertama. 

Selain itu, ada juga Tim Manajemen karbon SKK Migas Adam Sheridan, Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon Kementerian Lingkungan Hidup Ary Sudijanto, dan Director of Indonesia and Regional CCS Strategic Initiative Indonesia CCS Center Diofanny Swandrina Putri.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |