Di Tengah Tarif 32%, Pemerintah Beberkan Daftar Perusahaan yang Gaet Mitra AS

5 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, mengungkapkan perusahaan-perusahaan Tanah Air yang telah menandatangani kerja sama strategis dengan pihak Amerika Serikat.

Juru Bicara Kemenko Perekonomian, Haryo Limanseto, mengatakan langkah ini dilakukan sebagai bagian dari upaya menekan defisit perdagangan antara kedua negara yang selama ini menjadi perhatian Pemerintah Amerika Serikat.

Haryo menjelaskan bahwa kolaborasi tersebut mencakup sejumlah sektor penting, termasuk energi dan pertanian. Meski begitu, ia belum bisa mengungkapkan secara rinci isi perjanjian tersebut karena pengungkapan detail kerja sama dikhawatirkan bisa mengganggu kelancaran implementasi di lapangan.

“Jadi, sementara ini yang bisa kami sampaikan dari sektor energi itu dari Pertamina, kemudian dari sektor pertanian ini ada FKS Group, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) juga untuk cutton kemudian juga dari PT Sorini Agro Indonesia Asia Korindo untuk corn dan kemudian Asosiasi Produsen Tepung Indonesia untuk Gandum," kata Haryo dalam konferensi pers di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (9/7/2025).

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa dengan menjalin kemitraan bisnis ini dinilai sebagai bagian dari strategi jangka pendek Indonesia dalam meredam rencana kenaikan tarif impor dari Amerika Serikat yang mencapai 32 persen.

Oleh karena itu, Pemerintah berharap, dengan membangun hubungan dagang langsung antarpelaku usaha Indonesia dengan Amerika Serikat maka beban tarif impor bisa dikaji ulang.

Negosiasi Tarif Dilakukan 2 Jalur

Haryo mengungkapkan, negosiasi ini sejatinya berjalan dalam dua jalur, yakni jalur antarpemerintah dan jalur bisnis ke bisnis (B2B). Dalam konteks B2B, pemerintah hanya bisa bertindak sebagai fasilitator dan pendorong agar pelaku usaha bisa segera menyepakati transaksi.

Dia menambahkan bahwa seandainya kesepakatan dagang ini bisa dituntaskan lebih awal, sebelum pengumuman tarif dari AS, maka bisa menjadi pertimbangan positif. Artinya, Amerika bisa melihat bahwa Indonesia berkomitmen mengurangi defisit secara konkret.

"Jadi, pada saat itu ada kesepakatan secara informal selambat-lambatnya tanggal 7 Juni Nah jadi ada, kita pemerintah mendorong itu MoU pihak swasta ya dengan pihak swastanya di Amerika juga itu memaksanakan MoU itu mendorong di 7 Juni sebelum pengumuman tarif yang dijatuhkan pada tanggal 9 Juli," jelasnya.

Kerja Sama Jadi “Pemanis” dalam Lobi Perdagangan

Menurut Haryo, adanya transaksi dagang antara perusahaan Indonesia dan Amerika bisa menjadi “pemanis” atau sweetener dalam proses lobi dan negosiasi perdagangan. Ini bisa menjadi sinyal bahwa Indonesia serius dalam menekan defisit neraca dagang dengan AS.

"Karena business to business, jadi pemerintah cuma mendorong pada pelaksanaannya mereka juga melaksanakan sendiri dan kita juga bisa tahu bahwa beberapa MoU juga sudah selesai dilaksanakan dan bisa menjadi sweetener lah buat upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah, government atau government tapi juga ada bisnis to bisnis," ujarnya.

Ia menyebut, keberadaan kerja sama ini juga memperkuat posisi Indonesia dalam bernegosiasi dengan otoritas perdagangan Amerika Serikat. Terutama dalam menunjukkan komitmen untuk menjalankan perdagangan yang saling menguntungkan.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |