Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan awal bulan ini menguat. Namun analis melihat ada potensi pelemahan karena kekhawatiran investor.
Pada Senin (1/9/2025), nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan di Jakarta menguat sebesar 28 poin atau 0,17 persen menjadi Rp 16.472 per dolar AS dari sebelumnya Rp 16.500 per dolar AS.
Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong memperkirakan, rupiah berpotensi melemah seiring kekhawatiran investor seputar demo di Indonesia.
"Namun, dolar AS (Amerika Serikat) yang yang juga melemah pascarilis data PCE (Personal Consumption Expenditures) bisa membatasi pelemahan," ujarnya dikutip dari Antara.
Inflasi inti AS yang diukur dengan indeks PCE naik 2,9 persen secara tahunan pada bulan Juli, tertinggi sejak Februari 2025. Secara bulanan, inflasi inti naik 0,3 persen dari bulan Juni 2025.
Mengingat indeks belum naik sebanyak yang diperkirakan, penurunan suku bunga diperkirakan terjadi pada bulan ini.
"Data PCE itu sebenarnya hanya sesuai dengan perkiraan, dan inflasi inti AS justru naik hingga level tertinggi sejak Februari. Namun, investor masih lbh menaruh harapan pada prospek pemangkasan suku bunga yang meningkat akhir-akhir ini," ungkap Lukman.
"Terlebih, tidak sedikit yang memperkirakan bahwa inflasi dari tarif hanya akan bersifat sementara/sekali kenaikan saja," ucap dia.
Di samping itu, BI diprediksi akan terus mengintervensi rupiah untuk menstabilkan mata uang Garuda menimbang gejolak dan pelemahan yang lebih besar bisa memperburuk sentimen.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, kurs rupiah diestimasi berkisar Rp 16.400-Rp 16.550 per dolar AS.
Gejolak Demo Tekan Pasar, BI Turun Tangan Jaga Stabilitas Rupiah
Bank Indonesia (BI) menegaskan komitmennya untuk terus menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dan kecukupan likuiditas di tengah dinamika pasar keuangan global maupun domestik.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas (DPMA) BI, Erwin Gunawan Hutapea, menyampaikan BI tetap hadir di pasar demi memastikan Rupiah bergerak sesuai nilai fundamentalnya.
"Bank Indonesia (BI) akan terus berada di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan kecukupan likuiditas Rupiah di tengah gejolak di dalam negeri," kata Erwin dalam keterangannya, Senin (1/9/2025).
Menurut Erwin, langkah stabilisasi dilakukan dengan memastikan mekanisme pasar berjalan sehat dan efisien. Sejalan dengan komitmen tersebut, BI memperkuat intervensi di pasar keuangan, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Instrumen yang digunakan antara lain intervensi non-deliverable forward (NDF) di pasar off-shore, serta intervensi di pasar domestik melalui transaksi spot, DNDF, hingga pembelian dan penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
"Dalam kaitan ini, Bank Indonesia terus memperkuat langkah-langkah stabilisasi, termasuk intervensi NDF di pasar off-shore dan intervensi di pasar domestik melalui transaksi spot, DNDF, dan SBN di pasar sekunder," ujarnya.
Langkah Bank Indonesia
Langkah ini diambil untuk menjaga keseimbangan permintaan dan penawaran valas, sekaligus meredam gejolak berlebihan di pasar uang. BI menilai, kombinasi instrumen intervensi tersebut mampu menahan volatilitas Rupiah agar tetap sesuai nilai fundamentalnya.
Selain intervensi, BI juga mengutamakan kecukupan likuiditas perbankan. Akses likuiditas terus dibuka melalui berbagai instrumen, di antaranya transaksi repo, fx swap, pembelian SBN di pasar sekunder, hingga fasilitas pinjaman atau pembiayaan (lending/financing facility).
Upaya ini ditujukan agar perbankan tetap memiliki ruang memadai untuk menjalankan fungsi intermediasi dan menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.
"Bank Indonesia juga menjaga kecukupan likuiditas Rupiah dengan membuka akses likuiditas kepada perbankan melalui transaksi repo, transaksi fx swap dan pembelian SBN di pasar sekunder, serta lending/financing facility," ujarnya.