Liputan6.com, Jakarta - Travellers International Hotel, perusahaan yang dikendalikan miliarder Andrew Tan melalui Alliance Global, resmi mengambil alih pengembangan proyek kasino senilai USD 1,3 miliar atau Rp 21,33 triliun (asumsi kurs dolar AS terhadap rupiah di kisaran 16.413) dari mitranya, Suntrust Resort, di kawasan Manila Bay.
Langkah ini dilakukan setelah proyek mengalami penundaan. Suntrust Resort, yang dimiliki tidak langsung oleh perusahaan Hong Kong LET Group, menyebut pihaknya kini tengah mencari “perjanjian kerja strategis” dengan Travellers International Hotel untuk mempercepat penyelesaian proyek di Westside City, kawasan yang dikembangkan Megaworld, anak usaha properti Andrew Tan. Demikian dilansir dari Forbes pada Selasa (2/9/2025).
Dalam kesepakatan yang diusulkan, Suntrust akan memiliki 20% kepemilikan tidak langsung di Entertainment City Resorts, pemilik dan penyewa lahan proyek. Sementara Travellers, pengelola Newport World Resorts yang berlokasi dekat Bandara Internasional Ninoy Aquino, akan menjadi pemegang mayoritas.
Kasino Westside City sejatinya dijadwalkan buka Desember 2024. Namun, karena keterlambatan konstruksi, pembukaan mundur hingga kuartal III 2026.
Suntrust telah memulai pembangunan sejak 2019. Saat ini, perusahaan tersebut 51 % dimiliki Fortune Noble (sebelumnya dikenal sebagai Suncity Group), kendaraan investasi yang dikendalikan LET Group, dan 34 persen sahamnya dikuasai Megaworld.
Menarik Wisatawan
Westside Integrated Resort bakal menjadi kasino keempat di Manila’s Entertainment City, kawasan hiburan tepi laut seluas 800 hektare yang bersaing dengan Makau dan Singapura untuk menarik wisatawan judi internasional. Tiga kasino besar yang sudah beroperasi di kawasan ini adalah Solaire milik Enrique Razon Jr., City of Dreams Manila milik Lawrence Ho, dan Okada Manila yang dimiliki Universal Entertainment dari Jepang.
Resor terpadu Westside direncanakan memiliki hotel bintang lima dengan 475 suite, kasino dengan 281 meja judi dan lebih dari 1.000 mesin slot, pusat perbelanjaan, serta beberapa teater, termasuk satu gedung berkapasitas 3.000 kursi.
LET Group dimiliki pengusaha asal Hong Kong Andrew Lo Kai Bong, yang mengambil alih Suncity Group pada Juli 2022. Sementara itu, Andrew Tan dengan kekayaan bersih USD 1,5 miliar masuk jajaran orang terkaya di Filipina. Melalui Alliance Global, ia juga memiliki saham di Emperador, produsen brandy terbesar di dunia—dan menjadi pemegang waralaba McDonald’s di Filipina.
Gelombang Baru Miliarder dari Dunia AI
Sebelumnya, saat dunia masih bingung apakah kecerdasan buatan (AI) akan mengambil alih pekerjaan manusia atau justru membantu, sekelompok orang justru melihat peluang besar. Bagi mereka, AI adalah "ladang emas" baru.
Teknologi ini menciptakan banyak miliarder baru dengan sangat cepat, sesuatu yang jarang terjadi di dunia teknologi. Para insinyur atau ahli AI kini menjadi sosok yang diincar, sama seperti bintang olahraga terkenal.
Dikutip dari gizmodo, Rabu (13/8/2025), sementara masyarakat umum masih memikirkan masa depan AI, orang-orang ini sudah menjadi sangat kaya sekarang.
Para Raja Baru AI
Di urutan teratas ada Jensen Huang, CEO Nvidia. Perusahaannya membuat chip canggih yang sangat penting untuk melatih sistem AI. Hampir semua perusahaan dan pemerintah yang ingin maju di bidang AI membutuhkan produk Nvidia.
Menurut Bloomberg, kekayaan pribadi Huang kini mencapai sekitar USD 159 miliar atau sekitar Rp 2.600 triliun, menjadikannya orang terkaya kedelapan di dunia. Tahun ini saja, kekayaannya bertambah lebih dari USD 44 miliar karena saham perusahaannya menjadi yang paling bernilai di dunia.
Ada 53 Perusahaan
Di bawah Huang, ada para pendiri dan insinyur awal dari perusahaan-perusahaan AI ternama seperti OpenAI, Anthropic, dan Perplexity. Kekayaan mereka berasal dari nilai perusahaan mereka yang sangat tinggi. Contohnya, OpenAI kini bernilai sekitar USD 500 miliar. Sementara itu, Anthropic dikabarkan mengincar nilai USD 170 miliar.
Nilai Perusahaan
Meski kepemilikan saham mereka tidak diumumkan secara luas, para pendiri dan tokoh penting di perusahaan ini, seperti Dario Amodei (CEO Anthropic) serta Mira Murati dan Ilya Sutskever dari OpenAI, hampir pasti sudah menjadi miliarder.
Tren ini terus melaju. Sepanjang tahun ini, ada 53 perusahaan yang nilainya tembus USD 1 miliar, dan lebih dari setengahnya adalah perusahaan AI.
Perusahaan data CB Insights mengatakan, "Perusahaan AI ini juga lebih cepat mencapai nilai USD 1 miliar, yaitu dalam 6 tahun, lebih cepat dari rata-rata 7 tahun."
Dampak di Dunia Nyata
Sayangnya, "ladang emas" baru ini sebagian besar terkumpul di kota-kota yang biaya hidupnya sudah sangat tinggi, seperti Silicon Valley dan New York. Bertambahnya orang kaya baru ini membuat harga kebutuhan sehari-hari semakin naik, dan memperlebar jurang antara si kaya dan si miskin.
Dampak yang paling terasa adalah pada harga perumahan. Menurut Zillow, rata-rata sewa bulanan di San Francisco kini USD 3.526, naik USD 176 dari tahun lalu. Di New York, harganya mencapai USD 3.800.
Kenaikan biaya ini, yang didorong oleh kekayaan para elit teknologi, sering kali membuat keluarga berpenghasilan rendah harus pindah dan membuat komunitas mereka rusak.
Jadi, meskipun revolusi AI terasa jauh, dampaknya sudah bisa dirasakan semua orang, terutama dari biaya sewa dan harga rumah yang terus naik.