Menkeu Purbaya Tunda Penerapan Pajak E-Commerce, Ini Alasannya

4 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memutuskan untuk menunda pemungutan pajak bagi pedagang e-commerce. Alasannya masih menunggu daya beli masyarakat pulih lebih dahulu.

Rencananya pedagang di e-commerce akan dipungut pajak penghasilan (PPh) 22 dengan besaran 0,5 persen. Purbaya masih menunggu dampak dari aliran dana Rp 200 triliun ke bank BUMN terasa di masyarakat.

"Kita tunggu dulu paling tidak sampai kebijakan yang tadi uang Rp 200 triliun, kebijakan untuk mendorong perekonomian mulai kelihatan dampaknya baru kita akan pikirkan lagi," kata Purbaya dalam Media Briefing, di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (26/9/2025).

Dia mengatakan saat ini tim Kemenkeu telah melakukan pengetesan sistem dalam pemungutan pajak e-commerce. Beberapa aspeknya disebutkan sudah siap.

Nantinya seluruh marketplace akan menjadi sasaran penerapan pajak tersebut. Meski begitu, masih ada pertimbangan mengenai daya beli masyarakat.

"Jadi kita enggak ganggu dulu daya beli sebelum dorongan ekonomi betul-btul masuk ke sistem perekonomian," bebernya.

Rencana Pajak E-Commerce

Diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan sebelumnya, Sri Mulyani Indrawati menegaskan, kebijakan pemungutan pajak terhadap pedagang online di platform seperti Shopee dan Tokopedia, serta lainnya bukanlah penambahan kewajiban baru, melainkan langkah penataan sistem perpajakan digital agar lebih rapi dan teratur.

Langkah ini, kata Sri Mulyani, ditujukan untuk mempermudah administrasi dan memperjelas posisi perpajakan pelaku usaha digital. Di tengah berkembangnya ekosistem ekonomi digital, pemerintah merasa perlu memperbarui cara kerja sistem perpajakan agar lebih relevan dengan kondisi lapangan.

"Penunjukan Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebagai pihak pemungut PPh Pasal 22. Kebijakan ini hadir sebagai upaya pemerintah untuk memperkuat kepastian hukum dan memberikan kemudahan administrasi perpajakan bagi pelaku usahadaring, tanpa menambah kewajiban baru," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK, Selasa (29/7/2025).

Dasar Aturan

Regulasi yang menjadi dasar kebijakan ini adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, yang efektif berlaku sejak 14 Juli 2025.

Dalam aturan tersebut, marketplace berperan sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi pedagang yang memenuhi kriteria tertentu. Marketplace akan menjadi mitra strategis dalam proses ini, bukan sekadar perantara jual-beli.

Sri Mulyani memastikan bahwa implementasi kebijakan dilakukan secara bertahap dan dengan pendekatan berbasis data. Pemerintah ingin menjadikan sistem perpajakan lebih inklusif, mudah dijalankan, dan sesuai perkembangan digital saat ini.

Kategori Pedagang Kena Pajak

Dalam PMK 37/2025, ditetapkan bahwa pedagang yang memiliki omzet di atas Rp500 juta per tahun akan dikenakan pungutan pajak sebesar 0,5 persen dari total transaksi kotor.

Nilai tersebut diambil dari jumlah penjualan sebelum dikurangi potongan harga atau diskon. Ketentuan ini hanya berlaku bagi pedagang yang telah melaporkan peredaran bruto mereka kepada platform tempat mereka berjualan.

Pedagang wajib menyampaikan surat pernyataan terkait omzet tahunan mereka kepada marketplace. Berdasarkan dokumen tersebut, pemungutan PPh akan dilakukan oleh penyelenggara PMSE mulai bulan berikutnya. Ini sesuai dengan Pasal 7 ayat (3) dalam regulasi yang sama.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |