Liputan6.com, Jakarta - Aksi demonstrasi pada akhir Agustus 2025 yang terjadi di Jakarta dan sejumlah daerah di Indonesia berujung ricuh. Selain fasilitas umum yang rusak oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, aksi itu juga membawa duka mendalam karena menimbulkan korban jiwa.
Demo yang berlangsung sejak 25 Agustus 2025 di sekitar Gedung DPR itu bermula menuntut pembatalan kenaikan tunjangan dan transparansi gaji DPR. Kemudian demo berlanjut pada Kamis, 28 Agustus 2025 yang menuntut tolak upah murah, hapus outsourcing dan kenaikan upah minimum nasional.
Ketegangan meningkat pada Kamis malam, 28 Agustus 2025 usai seorang driver ojek online Affan Kurniawan terlindas Rantis Brimob hingga meninggal dunia dan memicu kemarahan publik. Hal itu membuat gelombang demo berlanjut di berbagai daerah antara lain Surabaya hingga Makassar.
Gelombang demo juga membuat pasar keuangan merosot. Pada Jumat, 29 Agustus 2025, nilai tukar rupiah ditutup merosot 147 poin, sebelumnya rupiah melemah 160 poin di 16.499 dari penutupan sebelumnya 16.352. Selain itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup tersungkur 1,53% ke posisi 7.830,49 pada Jumat, 29 Agustus 2025.
Adapun aksi demonstrasi diwarnai pembakaran fasilitas umum, perusakan gedung DPRD, hingga penjarahan rumah pejabat oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, aksi demo pada 25-28 Agustus 2025 berlangsung di 107 titik pada 32 provinsi yang sebagian berlangsung damai. Akan tetapi, tidak sedikit pula berakhir rusuh sehingga menimbulkan kerusakan dan korban jiwa.
“Yang berujung kerusuhan tercatat terjadi di beberapa daerah seperti Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Barat. Kerusuhan berupa pengrusakan hingga pembakaran, sementara di wilayah lain relatif lebih kondusif,” kata Tito dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di Kemendagri, Jakarta, Selasa, 2 September 2025, dikutip Rabu (3/9/2025).
Dampak Aksi Anarkis
Tito menuturkan, aksi di sejumlah daerah-daerah telah menyebabkan kerusakan fasilitas publik, kantor pemerintah hingga korban jiwa.
Tito mengatakan, pemerintah pusat hingga kini belum menghitung secara menyeluruh jumlah kerugian yang ditimbulkan akibat aksi demo yang berujung ricuh. Aksi demo itu telah merusak sejumlah fasilitas umum hingga bangunan pemerintahan di berbagai daerah.
"Masalah kerugian karena dampak aksi anarkis, kita belum menghitung secara nasional, belum. Sedang dalam proses penghitungan," tutur Tito.
Ia mengatakan, proses penghitungan kerugian masih berlangsung dan melibatkan koordinasi dengan berbagai pihak di daerah. Ia menegaskan pemerintah perlu melihat secara detail tingkat kerusakan yang terjadi, termasuk fasilitas mana yang bisa segera diperbaiki dengan anggaran daerah.
Ia menambahkan, data kerugian ini penting agar pemerintah bisa menyiapkan langkah yang tepat dalam penanganan, baik melalui anggaran daerah maupun dukungan dari pusat.
"Dari Kepala Daerah kita minta untuk terus menggerakkan ekonomi, yang kerusakan yang sudah ada diperbaiki. Nah, kita lihat kerusakan yang kalau skalanya kecil bisa ditangani oleh pemerintah daerah dengan anggaran pemerintah daerah," kata dia.
Tito menegaskan, pemulihan setelah kericuhan tidak boleh menghambat pergerakan ekonomi daerah. Seiring hal itu, kepala daerah diminta untuk segera melakukan perbaikan kerusakan yang terjadi. Jika kerusakan berskala kecil, maka pembiayaannya dapat ditangani langsung menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"Kalau bisa ke APBD. Kalau nanti APBD-nya kesulitan, ya bisa melalui mekanisme Hibah. Misalnya Hibah dari pemerintah provinsi, dari kabupaten lain yang lebih mampu. Anggarannya, fiskalnya kuat, juga bisa dari pemerintah pusat," tutur dia.
Nilai Kerugian Kerusakan Fasilitas Publik Diperkirakan Rp 900 Miliar
Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo menghitung total kerugian tembus hampir Rp 900 miliar di berbagai daerah di Indonesia.
“Biayanya total seluruh Indonesia, kemarin kami hitung, hampir sekitar Rp 900 miliar," kata Dody, dikutip dari Antara.
perkiraan kerugian kerusakan infrastruktur mencakup berbagai fasilitas di seluruh Indonesia, termasuk gedung-gedung DPRD yang dibakar, gerbang tol, halte, dan lain-lain.
Kerugian terbanyak imbas demo diprediksi di Jawa Timur. Prediksi kerugian demo ini dengan melihat sejumlah infrastruktur yang dibakar, meliputi Gedung Negara Grahadi yang merupakan cagar budaya, Kantor DPRD Kota Kediri, dan lain-lain.
Selain Jawa Timur, Dody juga menyoroti kerusakan yang terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan, terkait pembakaran Kantor DPRD Makassar pada Jumat, 29 Agustus 2025 hingga Sabtu, dini hari, 30 Agusutus 2025. "Kira-kira yang paling besar itu Jawa Timur dan Makassar," tutur Dody.
Sebagai respons atas kerugian tersebut, Kementerian PU menyiapkan anggaran darurat untuk memperbaiki infrastruktur yang mengalami kerusakan dalam gelombang demo.
Penyiapan anggaran tersebut sesuai dengan arahan Presiden Prabowo Subianto dan dijamin tidak akan mengganggu program-program strategis presiden lainnya.
"Kami menggunakan anggaran darurat dan anggaran yang ada di kami, pokoknya ini benar-benar kondisi tanggap darurat bagi kami. Arahannya Pak Presiden (Prabowo Subianto), ini kondisi tanggap darurat bagi PU," ujar Dody.
Rincian Dampak Demo
DKI Jakarta menjadi salah satu daerah dengan kerugian terbesar. 22 halte dan Transjakarta dan MRT rusak. Total kerugian mencapai Rp 3,3 miliar untuk MRT, Rp 41,6 miliar untuk Transjakarta dan Rp 5,5 miliar untuk CCTV.
Selain itu, di Kota Makassar Gedung DPRD Provinsi Sulsel dan DPRD Kota Makassar dibakar, menyebabkan tiga orang meninggal dunia dan lima orang lainnya luka-luka. Lalu di Surakarta, Kantor Sekretariat DPRD Solo turut dibakar. Di Surabaya, Gedung Grahadi dibakar, serta 11 pos polisi mengalami kerusakan berat atau terbakar.
Kemudian, di Kota Kediri, Gedung DPRD dibakar dan dijarah. Selain itu, Kantor Satlantas Polres Kediri Kota dilempari dan kendaraan barang bukti dirusak. Di Mataram, Gedung DPRD dan fasilitas legislatif lainnya juga dibakar dan dirampas.
Kerusakan juga terjadi di Kota Bandung, di mana aset Rumah Dinas MPR dirusak dan Gedung DPRD dibakar. Selanjutnya, Gedung DPRD Jateng di Semarang turut dibakar.
Gedung DPRD dan Museum Alami Kerusakan
Selain di kota, di kabupaten juga sejumlah gedung DPRD hingga museum alami kerusakan.
Di Kabupaten Brebes mencatat kerusakan pada Gedung DPRD, sementara di Kota Pekalongan, Gedung DPRD dan Pemkot dibakar.
Di Kota Tegal, Gedung DPRD dan Polres yang dibakar. Di Kabupaten Cilacap, Gedung DPRD dirusak, sementara itu, di Kabupaten Kediri, kerusakan lebih luas meliputi Gedung DPRD, Gedung Pemkab, dan Samsat yang dibakar dan dijarah. Museum Baghawanta Bari juga mengalami kerusakan dengan sejumlah benda purbakala dilaporkan rusak atau hilang.
Kemudian di Kabupaten Kebumen, kerusakan terjadi pada kaca Gedung DPRD. Kabupaten Jepara mengalami kerusakan yang lebih besar, meliputi kaca rumah dinas Kapolres dan Wakapolres, pembakaran sebagian Gedung DPRD Jepara, serta penjarahan fasilitas kantor DPRD. Selain itu, fasilitas umum seperti lampu penerangan jalan, CCTV di Tugu Kartini, dan gerobak pedagang di SMP 5 turut dirusak dan dibakar.
Di Kota Malang, tercatat 13 pos polisi dirusak dan tiga pos polisi dibakar. Di Kota Cirebon, Gedung DPRD dirsak dan dijarah. Kabupaten Banyumas menghadapi kerusakan pada Kantor Pemkab, Pendopo Bupati, serta eks Gedung DPRD. Kerusakan serupa terjadi di Kota Banjar dengan Gedung DPRD yang dirusak.
Di Jambi, Gedung DPRD Provinsi juga dirusak. Sementara itu, di Kota Tasikmalaya, Gedung DPRD Kota mengalami kerusakan. Kota Palembang mencatat kerusakan pada Gedung DPRD Provinsi yang dibakar serta Kantor Ditlantas Polda Sumsel yang turut dirusak. Terakhir, di Kota Palopo, Gedung DPRD Kota juga mengalami perusakan.
Fasilitas Umum Rusak, Masyarakat Rugi
Sementara itu, Ketua Inisiatif Strategis Transportasi (INSTRAN), M.Budi Susandi menyampaikan dukacita mendalam atas jatuhnya korban jiwa dalam aksi unjuk rasa di Jakarta, Makasar dan wilayah Indonesia lainnya.
Selain itu, pihaknya juga menyayangkan tindakan perusakan dan pembakaran terhadap fasilitas umum seperti halte Transjakarta dan Stasiun Mass Rapid (MRT).
"Siapapun pelakunya, tindakan tersebut tidak dapat ditolerir karena mengganggu layanan publik itu sendiri. Masyarakat menjadi pihak yang dirugikan dengan rusaknya fasilitas layanan publik tersebut," kata Budi dalam keterangan resmi.
Pihaknya mendorong kepekaan semua pihak untuk dapat saling menyampaikan dan mendengarkan tuntutan demokrasi secara damai dan tertib, sehingga tidak berdampak pada fasilitas umum, khususnya transportasi publik sebagai dasar mobilitas warga dan perekonomian. "Mengutuk sekeras-kerasnya tindakan pembakaran dan perilaku anarkisme terhadap fasilitas angkutan umum di Jakarta juga fasilitas umum lainnya di seluruh Indonesia," kata dia.
Minta Semua Pihak Jaga Fasilitas Umum
Dia menuturkan, yang tak kalah penting adalah pihaknya meminta kepada semua pihak untuk tetap menjaga bersama fasilitas publik agar layanan publik tidak terganggu, baik pada pada saat ada aksi demo maupun pascaademo.
Selain itu, INSTRAN juga meminta kepada Polri dan TNI untuk tetap menjaga fasilitas layanan publik saat ada aksi demo, sehingga tidak ada perusakan maupun pembakaran fasilitas publik bersamaan dengan adanya aksi demo.
"Fasilitas umum adalah representasi kehadiran negara terhadap kebutuhan publik. Tanggung jawab untuk merawat dan menjaga fasilitas umum dilakukan bersama oleh semua pihak agar tetap berfungsi sebagaimana mestinya," kata dia.
Budi menuturkan, para pelaku perusakan layanan publik dapat dikenakan sanksi sesuai Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum Pasal 16, bahwa Pelaku atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan perbuatan melanggar hukum dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.