Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah melemah pada pembukaan perdagangan hari ini Selasa 2 September 2024. Rupiah loyo sebesar 7 poin atau 0,04 persen menjadi 16.426 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya 16.419 per dolar AS.
Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong memperkirakan nilai tukar atau kurs rupiah melemah terbatas seiring tekanan risk off domestik dari aksi demonstrasi.
“Rupiah diperkirakan akan berkonsolidasi dengan potensi melemah terbatas terhadap dolar AS, walau masih tertekan sentimen risk off domestik dari demonstrasi. Namun, dolar AS juga masih tertekan oleh prospek pemangkasan suku bunga The Fed,” katanya dikutip dari Antara, Selasa (2/9/2025).
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, kurs rupiah diperkirakan berkisar 16.350-16.500 per dolar AS.
Mengutip Anadolu Agency, Federal Reserve diprediksi menurunkan suku bunga pada bulan ini setelah mempertahankan selama sembilan bulan terakhir. Keputusan ini akan menjadi panduan bagi bank-bank sentral dunia lainnya karena semua berfokus pada peta jalan kebijakan The Fed di tengah ketidakpastian tarif.
Pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) terakhir, disampaikan oleh petinggi The Fed bahwa risiko inflasi meningkat seiring kebijakan perdagangan proteksionis Presiden AS Donald Trump. Isyarat penurunan suku bunga juga disampaikan dalam Jackson Hole Economic Policy Symposium di AS.
Potensi The Fed Pangkas Suku Bunga
Kemungkinan The Fed memangkas suku bunga bulan ini berada di angka 87 persen, sehingga suku bunga acuan berada di kisaran 4,25-4 persen.
“Walau demonstrasi sudah mulai terkendali, namun sentimen domestik masih belum bisa langsung pulih. (Di sisi lain), dolar AS yang masih tertekan ini berperan membantu rupiah tidak melemah lebih jauh,” kata Lukman.
Pada pekan ini, pasar akan menunggu rilis Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur AS dan PMI Jasa AS yang dikeluarkan oleh Institute for Supply Management ISM, serta data Non-Farm Payrolls (NFP) AS.
“Investor cenderung masih wait and see menantikan data-data ekonomi penting AS pekan ini,” ujar dia.
Rupiah Dibuka Naik Tipis 1 September 2025, Tapi Risiko Jatuh Terbuka Lebar
Sebelumnya, Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan awal bulan ini menguat. Namun analis melihat ada potensi pelemahan karena kekhawatiran investor.
Pada Senin (1/9/2025), nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan di Jakarta menguat sebesar 28 poin atau 0,17 persen menjadi Rp 16.472 per dolar AS dari sebelumnya Rp 16.500 per dolar AS.
Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong memperkirakan, rupiah berpotensi melemah seiring kekhawatiran investor seputar demo di Indonesia.
"Namun, dolar AS (Amerika Serikat) yang yang juga melemah pascarilis data PCE (Personal Consumption Expenditures) bisa membatasi pelemahan," ujarnya dikutip dari Antara.
Inflasi inti AS yang diukur dengan indeks PCE naik 2,9 persen secara tahunan pada bulan Juli, tertinggi sejak Februari 2025. Secara bulanan, inflasi inti naik 0,3 persen dari bulan Juni 2025.
Mengingat indeks belum naik sebanyak yang diperkirakan, penurunan suku bunga diperkirakan terjadi pada bulan ini.
"Data PCE itu sebenarnya hanya sesuai dengan perkiraan, dan inflasi inti AS justru naik hingga level tertinggi sejak Februari. Namun, investor masih lbh menaruh harapan pada prospek pemangkasan suku bunga yang meningkat akhir-akhir ini," ungkap Lukman.
"Terlebih, tidak sedikit yang memperkirakan bahwa inflasi dari tarif hanya akan bersifat sementara/sekali kenaikan saja," ucap dia.
Di samping itu, BI diprediksi akan terus mengintervensi rupiah untuk menstabilkan mata uang Garuda menimbang gejolak dan pelemahan yang lebih besar bisa memperburuk sentimen.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, kurs rupiah diestimasi berkisar Rp 16.400-Rp 16.550 per dolar AS.
Gejolak Demo Tekan Pasar, BI Turun Tangan Jaga Stabilitas Rupiah
Bank Indonesia (BI) menegaskan komitmennya untuk terus menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dan kecukupan likuiditas di tengah dinamika pasar keuangan global maupun domestik.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas (DPMA) BI, Erwin Gunawan Hutapea, menyampaikan BI tetap hadir di pasar demi memastikan Rupiah bergerak sesuai nilai fundamentalnya.
"Bank Indonesia (BI) akan terus berada di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan kecukupan likuiditas Rupiah di tengah gejolak di dalam negeri," kata Erwin dalam keterangannya, Senin (1/9/2025).
Menurut Erwin, langkah stabilisasi dilakukan dengan memastikan mekanisme pasar berjalan sehat dan efisien. Sejalan dengan komitmen tersebut, BI memperkuat intervensi di pasar keuangan, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Instrumen yang digunakan antara lain intervensi non-deliverable forward (NDF) di pasar off-shore, serta intervensi di pasar domestik melalui transaksi spot, DNDF, hingga pembelian dan penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
"Dalam kaitan ini, Bank Indonesia terus memperkuat langkah-langkah stabilisasi, termasuk intervensi NDF di pasar off-shore dan intervensi di pasar domestik melalui transaksi spot, DNDF, dan SBN di pasar sekunder," ujarnya.