Liputan6.com, Jakarta Pemahaman masyarakat tentang pajak pusat dan pajak daerah dinilai masih belum merata. Padahal, pengetahuan ini sangat penting untuk mendorong kesadaran kolektif warga dalam mendukung pembangunan.
Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta, Morris Danny, mengaku banyak warga belum mengetahui perbedaan mendasar antara pajak pusat dan pajak daerah.
"Padahal, dari perbedaan ini kita bisa memahami ke mana uang pajak yang dibayarkan akan digunakan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (26/8/2025).
Apa Itu Pajak Pusat?
Pajak pusat dipungut oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Dana yang terkumpul digunakan untuk membiayai belanja negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Jenis-jenis pajak pusat antara lain Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea Meterai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
“Pajak pusat sifatnya lebih luas, menyangkut kepentingan nasional. Hasilnya digunakan untuk pembiayaan negara secara umum,” jelas Morris.
Jenis Pajak Daerah di Jakarta
Sementara itu, pajak daerah dipungut oleh pemerintah daerah dan menjadi sumber utama pembiayaan melalui APBD. Di Jakarta, pemungutan pajak daerah dikelola oleh Bapenda DKI.
Jenis-jenis pajak daerah di antaranya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Rokok, Pajak Reklame, Pajak Air Tanah.
Morris menekankan, pajak daerah memiliki dampak langsung bagi warga. “Ketika masyarakat membayar PKB atau PBB-P2, hasilnya kembali dalam bentuk layanan transportasi, pendidikan, kesehatan, hingga penanganan banjir,” ujarnya.
Reformasi Pajak untuk Sistem yang Lebih Baik
Pemerintah pusat dan daerah kini tengah melakukan reformasi perpajakan melalui UU Cipta Kerja dan UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD). Tujuannya, menyederhanakan administrasi dan meningkatkan kemandirian fiskal daerah.
“Dengan reformasi pajak, kita ingin mencegah tumpang tindih, menekan biaya administrasi, dan mendorong transparansi. Intinya, pajak harus bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” kata Morris.
Ia juga mengajak warga untuk taat membayar pajak. “Setiap rupiah pajak yang Anda bayarkan akan kembali dalam bentuk program nyata. Dari transportasi publik, layanan kesehatan, hingga ruang terbuka hijau, semuanya dibiayai dari pajak,” tutupnya.