Gaya Hidup Bisa Hancurkan Kamu, Ini Beberkan Cara Kelola Keuangan Biar Sehat

1 week ago 17

Liputan6.com, Jakarta - Ketidakpastian politik dan ekonomi belakangan ini membuat banyak masyarakat kesulitan menjaga kondisi keuangan. Ricuhnya aksi di DPR misalnya, bukan hanya memukul pekerja harian, tetapi juga memperlihatkan rapuhnya daya tahan finansial sebagian besar keluarga Indonesia.

Menurut Perencana Keuangan sekaligus Founder One Shildt dan CEO Cerdas Keuangan, Mohamad Andoko, kerentanan itu muncul bukan semata karena penghasilan rendah, melainkan pola belanja masyarakat yang salah arah.

“Masalah klasik masyarakat kita itu overspending, less saving. Belanjanya kebanyakan, tabungannya sedikit bahkan nol. Begitu ada guncangan, mereka langsung rapuh karena tidak punya bantalan keuangan,” ujarnya dalam sebuah wawancara dengan Liputan6.com, ditulis Selasa (2/9/2025).

Andoko menilai, banyak orang tidak bisa membedakan mana kebutuhan dan mana keinginan. Akibatnya, pengeluaran lebih banyak untuk gaya hidup dibanding kebutuhan pokok.

“Kebutuhan itu sesuatu yang dibayar untuk hidup. Keinginan itu untuk gaya hidup. Kalau gaya hidupnya berlebihan, secara keuangan artinya defisit. Nah, kalau defisit, biasanya ditutup dengan utang—mulai dari kartu kredit, paylater, sampai pinjol,” jelasnya.

Sulitnya Membedakan Kebutuhan dan Keinginan

Fenomena “latte factor” juga jadi jebakan. Kebiasaan membeli hal-hal kecil, seperti kopi mahal setiap hari, kalau diakumulasi bisa menyedot ratusan ribu hingga jutaan rupiah dalam sebulan.

Jebakan peminjaman online (Pinjol) menjadi masalah yang sering dialami para pemuda saat ini, banyak dari mereka yang hanya tau meminjam saja, tanpa tau konsep bunga yang digunakan oleh pihak peminjam tersebut.

Lebih jauh, Andoko mengingatkan bahaya jeratan pinjaman online. Banyak masyarakat tidak sadar bahwa bunga yang ditawarkan bisa menggerus keuangan secara masif.

“Kalau pinjam Rp 1 juta dengan bunga 1 persen per hari, dalam setahun bunganya itu akan terus membesar, dengan pembayaran awal senilai Rp 37 juta ditambah modal yang Anda pinjam Rp 1 juta yang mana total yang harus dibayarkan senilai Rp 38 juta. Ini karena bunga di Indonesia biasanya bunga-berbunga. Banyak orang tidak sadar, akhirnya jatuh ke lingkaran utang,” tegasnya.

Tips Keuangan Sehat di Tengah Krisis

Agar lebih tahan banting menghadapi krisis politik maupun ekonomi, Andoko memberikan beberapa langkah sederhana:

  1. Kendalikan pengeluaran. Bedakan kebutuhan vs keinginan, fokus pada belanja yang esensial.
  2. Dokumentasikan arus kas. Catat semua pengeluaran dan pemasukan agar tahu posisi keuangan, apakah surplus, defisit, atau pas-pasan.
  3. Bangun dana darurat. Minimal 3–6 kali pengeluaran bulanan, untuk berjaga ketika kehilangan pekerjaan, sakit, atau pemasukan terhenti.
  4. Hindari utang konsumtif. Rasio cicilan utang sebaiknya tidak lebih dari 35 persen dari penghasilan bulanan, dan prioritas untuk utang produktif.
  5. Bangun kebiasaan, bukan sekadar tahu teori. Andoko menekankan bahwa habit lebih penting daripada knowledge.

“Orang tahu olahraga penting, tapi banyak yang tidak melakukannya. Sama dengan keuangan, orang tahu harus nabung dan investasi, tapi tidak dibarengi kebiasaan. Jadi habit itu yang harus dibangun,” tuturnya.

Belajar dari Covid-19

Andoko mengingatkan bahwa pandemi Covid-19 memberi pelajaran berharga. Banyak keluarga tidak siap karena tidak memiliki cadangan dana darurat. Akibatnya, ketika penghasilan hilang, mereka langsung terpuruk.

“Orang tahu olahraga penting, tapi banyak yang tidak melakukannya. Sama dengan keuangan, orang tahu harus menabung dan investasi, tapi tidak dibarengi kebiasaan. Jadi kebiasaan itu yang harus dibangun,” tuturnya.

Andoko menambahkan, literasi keuangan dan kebiasaan jauh lebih penting daripada sekadar pengetahuan. “Orang tahu olahraga itu penting, tapi banyak yang tidak melakukannya. Sama dengan keuangan, orang tahu harus menabung dan berinvestasi, tapi habit-nya tidak dibangun. Itu yang harus diubah,” pungkasnya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |