Liputan6.com, Jakarta Saat berkunjung ke Kota Batu, Jawa Timur, salah satu kuliner yang tak boleh dilewatkan adalah Pecel Ndoweh. Hidangan khas ini menyuguhkan nasi pecel dengan bumbu kacang yang gurih, lengkap dengan beragam pelengkap yang memanjakan lidah.
Pemiliknya, Dwi Rinawati (53), menceritakan bahwa kemampuan meracik bumbu pecel ia dapatkan dari kakek dan neneknya yang dahulu juga memiliki warung di Madiun. Bekal pengalaman itu kemudian ia bawa ke Batu dengan membuka warung pecel sederhana dari rumah.
"Awalnya ya di depan sini pakai meja, sama juga jualan untuk latihan sepak bola di lapangan. Kan anak saya itu melatih, sekalian kita bawa jualan di mobil," ungkap Dwi Rinawati di warung Pecel Ndoweh, Desa Binangun, Kec. Bumiaji, Kota Batu, Malang.
Menu Pecel Ndoweh disajikan dalam wadah bambu berlapis daun pisang. Dengan harga Rp8 ribu, pembeli sudah bisa menikmati nasi pecel dengan peyek, acar, mendoan, orek tempe, serta srundeng. Jika ingin lebih lengkap, tersedia tambahan lauk seperti telur dadar, ayam, atau sarang tawon dengan biaya tambahan. "Banyak orang yang suka dan diterima masyarakat sini," tambah Dwi.
Dari Usaha Rumahan di Masa Pandemi
Warung pecel ini mulai dirintis pada awal 2021, ketika pandemi Covid-19 membuat sektor pariwisata lumpuh. Anak dan menantu Rinawati yang sebelumnya bekerja di bidang tersebut terpaksa dirumahkan, sehingga keluarga harus mencari sumber penghasilan baru. Tinggal bersama dua anak dan dua cucu, Rinawati pun berinisiatif membuka usaha kuliner dengan modal terbatas.
Berawal dari meja sederhana di depan rumah, tanpa papan nama, warung kecil ini memanfaatkan teras rumah yang ditata rapi. Perlahan pesanan mulai mengalir, dari sekadar satu-dua bungkus untuk diantar ke rumah-rumah, hingga melayani warga yang sedang menjalani karantina. Bersamaan dengan itu, Rinawati juga membuat sambal pecel kemasan yang dititipkan ke sejumlah warung sekitar.
Suatu hari, putri Rinawati mendapat kabar dari temannya di Dinas Perdagangan (Disperindag) Kota Batu mengenai adanya program bantuan usaha. Kesempatan itu tidak disia-siakan, dan pengajuan modal usaha pun akhirnya lolos hingga masuk daftar penerima bantuan dari BRI.
“Bantuan senilai Rp2,4 juta itu kemudian direalisasikan dalam bentuk mesin penggilingan bumbu pecel, sesuai dengan peruntukannya untuk mendukung usaha kuliner. Dengan adanya mesin tersebut, produksi sambel pecel milik Rinawati meningkat, sehingga dapat memenuhi kebutuhan warung sekaligus permintaan dari luar,” imbuhnya.
Dukungan BRI Membawa Usaha Naik Kelas
Seiring bertambahnya pelanggan, permintaan sambal pecel pun semakin tinggi. Bahkan, produk Rinawati sudah pernah terkirim hingga ke Kalimantan, Sulawesi, dan Bali. Selain memperoleh bantuan alat produksi, ia juga mendapatkan akses pembiayaan Ultra Mikro (UMi) dari BRI untuk memperluas usahanya.
Rinawati mengaku merasakan betul manfaat program pinjaman tersebut. Kini ia tetap menjadi nasabah aktif, dan warung yang dulunya sederhana sudah bertransformasi menjadi bangunan permanen. Pecel Ndoweh pun berkembang menjadi salah satu tempat makan yang banyak direkomendasikan masyarakat Kota Batu.
Di kesempatan berbeda, Direktur Mikro BRI, Akhmad Purwakajaya, menegaskan bahwa kisah Rinawati merupakan bukti nyata komitmen BRI dalam memberdayakan pelaku usaha ultra mikro. Menurutnya, pemberdayaan tidak hanya berupa akses pendanaan, tetapi juga pendampingan berkelanjutan.
“Kisah usaha ini menjadi contoh bahwa pemberdayaan oleh BRI itu ternyata tidak cukup dikasih pinjaman/kredit saja. Yang paling penting, dua hal yaitu dikasih kredit dan diberikan pemberdayaan untuk terus berkembang. Semoga bisa menjadi kisah inspiratif yang dapat ditiru oleh pelaku usaha lainnya,” ungkapnya.