Bukan Lagi Soal Menang: CEO Global Ubah Cara Pandang Kepemimpinan

5 hours ago 6

Liputan6.com, Jakarta - Saat ini tugas CEO tak lagi hanya untuk mengarahkan perusahaan, melainkan juga menavigasi layaknya "ladang di tengah ranjau" yang penuh tantangan.

Mulai dari guncangan geopolitik, tidakpastian ekonomi, hingga perubahan cepat dalam teknologi dan perilaku konsumen. Dalam situasi seperti ini, buku pedoman untuk kepemimpinan tidak bisa lagi hanya mengandalkan teori lama. Melainkan, sedang ditulis ulang, detik demi detik oleh para pemimpin yang tengah hidup di pusaran perubahan tersebut.

Dalam wawancara ekslusif bersama CEO McLaren Racing Zak Brown oleh CNBC pada pekan pertama Juli lalu, sang CEO menjelaskan pendekatan kepemimpinannya yang berpijak pada urgensi, menjaga momentum yang pas, serta belajar langsung dari kegagalan.

Tokoh-tokoh lain pun demikian, Ivan Espinosa dari Nissan dan Andrea Orcel dari Uni Kredit juga menjelaskan bagaimana mereka bertahan di tengah tekanan yang sama. Mereka menekankan pentingnya kelincahan ketika bertindak, seta selarasnya visi di tengah kompleksitas dunia yang semakin menguat.

Belajar dari Kekalahan, dan Lanjutkan 

"Saya benci kalah. Ada dua tipe orang sukses: mereka yang termotivasi oleh euforia kemenangan, dan mereka yang termotivasi oleh rasa takut akan kekalahan.” ujar Brown kepada CNBC.

Brown mengaku kepada Tania Bryer dari CNBC, dirinya termasuk dalam kategori kedua. Alih-alih menanamkan rasa takut gagal dalam lingkungan kerja, Brown justru mendorong semangat untuk terus maju, meski hanya satu langkah kecil tiap harinya.

"Apa yang saya coba tanamkan dalam organisasi bukanlah ketakutan akan kegagalan, tetapi dorongan untuk mencapai kemajuan kecil setiap hari,” katanya.

Ciptakan Lingkungan Kerja Merasa Terpacu untuk Maju

Baginya, menciptakan lingkungan kerja yang mana orang merasa terpacu untuk lebih maju dan lebih baik dari kemarin merupakan cara terbaik untuk menjaga semangat dan kemajuan tim.

Bekal pengalamannya sebagai pembalap profesional, Brown sangat paham kekalahan lebih sering terjadi daripada kemenangan.

Dia menuturkan, penting untuk membiasakan diri dengan kekalahan dan menjadikan hal tesebut sebagai motivasi untuk bangkit. Jika mengalami kecelakaan, jangan terlalu lama terpaku, naik lagi ke mobil dan lanjutkan balapan. Gagal itu perlu, asal tidak berhenti.

Memimpin dari Turbulensi

Gagasan ketahanan lebih penting daripada kesempurnaan kini telah menjadi prinsip yang makin dipegang teguh oleh para pemimpin lintas industri. Menurut laporan juni dari Challenger, Gray & Chritmas, 2.221 CEO mengundurkan diri sepanjang 2024.

Tren ini tidak kunjung reda, bahkan makin berlanjut hingga tahun 2025 dengan pergantian CEO di perusahaan-perusahaan AS meningkat 11% hanya pada rentang Januari ke Februari. Sebanyak 247 pengunduran diri yang terjadi pada Februari menjadi yang tertinggi kedua sejak pencatatan dimulai pada tahun 2002, hampir menyamai rekor sepanjang masa yang tercatat pada bulan yang sama tahun sebelumnya.

Ivan Espinosa, yang diangkat menjadi CEO Nissan pada April menyampaikan pandangannya dalam wawancara-nya bersama CNBC pada Mei lalu.

"Jaga optimisme tetap tinggi, karena lingkungan sangat sulit, dan kamu tidak ingin merasa kewalahan," katanya.

Dirinya menggambarkan iklim bisnis saat ini sebagai lingkungan yang menantang, tetapi bisa dilalui jika dijalani dengan sikap yang tepat.

 "Jika kamu merasa kewalahan, kamu bisa lumpuh, dan kelumpuhan bukanlah yang kamu butuhkan di lingkungan saat ini. Kamu perlu terus bergerak,” lanjutnya.

Espinosa juga memperkenalkan rencana restrukturasi besar-besaran Nissan, perusahaan yang tengah menghadapi tekanan berat. Rencana tersebut mencakup pemangkasan tenaga kerja serta pabrik mereka.

Politik, Tekanan, dan Pengambilan Keputusan

Di UniCredit, CEO Andrea Orcel mencatat bagaimana kekuatan dari eksternal membentuk pengambilan keputusan eksekutif. Dalam wawancara pada bulan Juni dengan CNBC, dia menunjukkan pengaruh yang semakin besar dari ketentuan politik dan regulasi.

"Ada faktor baru yang sekarang perlu kita semua pertimbangkan. Dan faktor baru itu adalah intervensi pemerintah atau politik. Segala sesuatu yang lain bisa sempurna, tetapi jika pandangan dari [pemerintah] itu berbeda, semuanya tidak akan maju,” ujarnya.

Orcel menyatakan campur tangan dari kepentingan nasional kini memainkan peran penting dalam proses perencanaan dan pelaksanaan strategi perusahaan.

Pernyataan ini ia sampaikan di tengah langkah besar UniCredit memperluas jejaknya di Eropa melalui kesepakatan merger dengan Commerzbank dan Banco BPM. Upaya yang menghadapi hambatan akibat penolakan dari pemerintah di negara-negara terkait.

Eranya AI

Pada saat yang sama, para CEO menghadapi tekanan besar untuk mempersiapkan perusahaan mereka menghadapi era kecerdasan buatan.

Ravn Jesuthasan, seorang pemimpin pemikiran global tentang masa depan kerja, mengatakan kepada CNBC awal pekan lalu kalau dewan semakin menuntut CEO bertanggung jawab atas seberapa cepat mereka dapat mengintegrasikan AI ke dalam operasi kerja mereka.

"Setiap CEO akan dimintai pertanggungjawaban atas seberapa cepat dia mengimplementasikan AI di organisasi, dan memiliki AI benar-benar mengubah organisasi," ujar Jesuthasan.

“Dewan direksi sedang aktif melihat hal itu,” lanjutnya. Dirinya mengatakan bahwa kepemimpinan di era sekarang melibatkan bagaimana membangun organisasi yang dapat beradaptasi dengan cepat menghadapi gangguan, dengan menggunakan pola pikir, keterampilan, dan alat yang tepat. Semakin sering para CEO diminta untuk mendorong pertumbuhan dengan sumber daya yang lebih sedikit, catatnya.

Saat generasi baru CEO mengambil alih kendali perusahaan seperti Boeing, Nike, dan Starbucks, tuntutan terhadap mereka jauh melampaui para pendahulunya. Mereka dituntut dengan energi yang jernih dalam melihat resiko, mahir dalam teknologi yang terus bergerak maju, dan tidak takut dalam bertindak.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |