Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak akan digunakan untuk membayar utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh yang dikelola oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Menurutnya, penyelesaian pembiayaan proyek tersebut akan ditangani oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) sebagai lembaga yang memiliki sumber pendanaan dan tata kelola mandiri.
“Kalau ini dibuat di Danantara, mereka sudah punya manajemen sendiri dan dividen sendiri, rata-rata setahun bisa Rp80 triliun atau lebih,” ujar Purbaya dikutip dari Antara, Selasa (14/10/2025).
Purbaya menegaskan, pemerintah tidak ingin seluruh beban pembiayaan infrastruktur kembali ditanggung oleh APBN.
“Kalau enggak, ya semuanya kita lagi yang tanggung, termasuk dividennya. Jadi ini mau dipisahkan antara swasta dan pemerintah,” ujarnya.
Danantara Siapkan Dua Skema Penyelesaian
Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyiapkan dua skema solusi untuk menangani pembiayaan proyek KCIC.
“Apakah nanti kita tambahkan equity yang pertama, atau memang infrastrukturnya diserahkan ke pemerintah sebagaimana industri kereta api lainnya. Dua opsi ini yang sedang kami tawarkan,” jelas Dony di Jakarta, Kamis (9/10/2025).
Dony menjelaskan, proyek Kereta Cepat memberikan dampak ekonomi signifikan, terutama dalam efisiensi waktu tempuh Jakarta–Bandung. Ia mencatat, jumlah penumpang terus meningkat hingga 30 ribu orang per hari.
Meski begitu, ia menekankan pentingnya keberlanjutan bisnis KCIC yang kini menjadi bagian dari PT KAI.
“Kami ingin mencari solusi terbaik agar proyek ini berkelanjutan tanpa membebani KAI,” ujarnya.
Restrukturisasi Utang Masih Berjalan
Sementara itu, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Perkasa Roeslani menyebutkan bahwa proses negosiasi restrukturisasi utang KCIC masih berlangsung.
“Ya, sedang berjalan (restrukturisasi) dengan pihak China, baik dengan pemerintah maupun mitra perusahaan,” kata Rosan, Rabu (8/10).
Ia menambahkan, restrukturisasi ini tidak hanya berfokus pada solusi jangka pendek, tetapi juga perbaikan menyeluruh struktur pembiayaan agar risiko serupa tidak terulang di masa depan.
“Tujuannya supaya pembiayaan proyek lebih berkelanjutan dan tidak membebani keuangan negara,” tegasnya.