Liputan6.com, Jakarta Komisaris Utama PT Amartha Mikro Fintek Rudiantara menilai, sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan lahan potensial bagi perusahaan financial technology (fintech) untuk menyalurkan pinjaman daring (pinjol) produktif.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) periode 2014-2019 tersebut bilang, UMKM yang jadi penyumbang utama produk domestik bruto (PDB) Indonesia diestimasi punya kebutuhan modal mencapai ribuan triliun rupiah.
"Fintech itu terutama untuk UMKM, kita masih berapa ribu triliun dana yang dibutuhkan, ribuan triliun dana yang dibutuhkan oleh UMKM," ujar Rudiantara di sela acara The 2025 Asia Grassroots Forum di Grand Hyatt Bali, Kamis (22/5/2025).
Menurut dia, itu jadi peluang besar bagi perusahaan fintech untuk bantu menyalurkan pendanaan. Lantaran, pinjaman terhadap UMKM bersifat low risk yang tidak butuh banyak persyaratan.
Dalam konteks ini, ia mencontohkan Amartha yang berfokus menyalurkan dana kepada pelaku UMKM dari kelompok perempuan.
"Kenapa? UMKM yang pendanaannya kan enggak pake jaminan ini. Ini hanya emak-emak gabung di majelis dapat pinjaman. Kalau ke bank kan mesti bawa apa? Banyak kayak jaminannya. Sertifikat mobil, sertifikat tanah, SHM (sertifikat hak milik)," paparnya.
Tingkat Kredit Macet Rendah
Selain itu, Rudiantara mengklaim jika tingkat kredit macet atau non performing loan (NPL) kepada UMKM cenderung lebih rendah. Terlebih untuk UMKM yang digawangi oleh perempuan, yang menurutnya lebih terstruktur dalam mengelola keuangan.
"Justru yang kayak begini NPL-nya bagus ya, non-performing loan-nya. Kalau menurut saya sih memang pasarnya yang tepat," ungkap Rudiantara.
"Kenapa? Ibu-ibu itu kalau berdasarkan studinya kita ya, itu kalau pegang uang, nomor satu untuk anaknya. Anaknya sekolah, anaknya sakit. Kalau si bapak-bapak, ya bedalah. Itu yang menurut saya membuat Amartha berbeda juga dengan yang fintech yang lainnya," tuturnya.
Dampak BI Rate Turun jadi 5,50%, Bunga Cicilan Kredit Ikut Turun?
Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) 20-21 Mei 2025 memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan (BI rate) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,50 persen.
Pada saat yang sama, Bank Indonesia juga memangkas suku bunga deposit facility menjadi 4,75 persen, dan suku bunga lending facility menjadi 6,25 persen.
Lantas, apakah kebijakan tersebut bakal turut membuat bunga cicilan kredit di perbankan ikut turun?
Cluster CEO Indonesia and ASEAN Markets (Australia, Brunei, dan Filipina) Standard Chartered, Rino 'Donny' Donosepoetro, menilai bahwa keputusan tersebut pasti telah dipertimbangkan matang-matang oleh pihak bank sentral.
"Saya rasa itu merupakan langkah BI yang tepat dan memang di-expect berdasarkan market consensus penurunannya. Jadi saya rasa memang langkah yang tepat melihat situasi ekonomi sekarang," ujar Donny kepada Liputan6.com di The 2025 Asia Grassroots Forum oleh Amartha di Grand Hyatt Bali, Kamis (22/5/2025).
Ekonomi dan Tingkat Inflasi
Menurut dia, Bank Indonesia pastinya telah melakukan konsensus pasar terhadap situasi ekonomi dan tingkat inflasi di Indonesia saat ini. Donny pun meyakini kebijakan itu bakal turut mendongkrak angka pertumbuhan kredit.
"Kalau dilihat pasti BI sudah mempertimbangkan itu semua. Inflasi juga masih tetap bisa terjaga. Jelas harapannya adalah semakin membantu untuk menumbuhkan pertumbuhan kredit ke depannya," ucap dia.
Oleh karenanya, ia pun tidak menampik bahwa pergerakan suku bunga acuan BI tersebut pasti akan berdampak terhadap penurunan suku bunga kredit dalam berbagai bentuk.
"Saya rasa itu tergantung dari berbagai macam tipe kredit dan lain-lain. Tapi secara general akan (mengikuti penurunan suku bunga acuan BI)," pungkas Donny.