Liputan6.com, Nusa Dua - Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono mengungkapkan kontribusi sektor perasuransian terhadap perekonomian masih memiliki potensi yang besar untuk bertumbuh.
Ogi menyampaikan rasio aset industri asuransi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia baru mencapai 5,12 persen hingga akhir tahun 2024.
"Angka ini menjaminkan bahwa masih terdapat ruang pertumbuhan bagi industri perasuransian yang sangat besar,” kata Ogi dalam sambutannya di acara Indonesia Insurance Summit 2025, di Nusa Dua, Bali, Kamis (22/5/2025).
Adapun kinerja sektor perasuransian di Indonesia hingga Maret 2025 menunjukkan kinerja positif. Hal ini terlihat dari total aset sektor perasuransian tercatat sebesar Rp1.145,63 triliun, dan jika dilihat dari sisi Compound Annual Growth Rate CAGR sepanjang periode 2014-2024, sektor ini mencatat pertumbuhan sebesar 8,30 persen.
Selain itu, hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan yang dilakukan oleh OJK bersama dengan BPS menunjukkan tren peningkatan yang konsisten yang menandakan asuransi semakin dikenal oleh masyarakat.
"Namun, kita tidak dapat menutup mata terhadap tantangan yang masih membayangi sektor ini, beberapa permasalahan pada sejumlah perusahaan asuransi, serta meningkatnya pengaduan konsumen berdampak pada menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat yang menghambat pertumbuhan sektor perasuransian,” ujar Ogi.
Kekuatan Utama
Ogi menambahkan keberadaan industri asuransi bukan hanya sebagai penopang sistem keuangan nasional, melainkan sebagai kekuatan utama dalam menciptakan ketahanan ekonomi.
"Sektor perasuransian Indonesia telah mengalami berbagai dinamika dalam satu dekade terakhir. Di satu sisi, kita menyaksikan bahwa sektor ini masih menunjukkan kinerja positif,” lanjut Ogi.
Ogi menekankan pentingnya peran sektor ini sebagai investor institusional, yaitu dalam mendukung fungsi intermediasi keuangan dengan menyediakan dana jangka panjang untuk pembiayaan proyek-proyek strategis nasional.
OJK: Asuransi Harus Jadi Pilar Utama Ketahanan Nasional
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, menyerukan perubahan paradigma besar terhadap posisi industri asuransi dalam sistem keuangan nasional.
Ia menegaskan asuransi tidak bisa lagi hanya dipandang sebagai pelengkap sektor keuangan, melainkan harus diakui sebagai pilar utama ketahanan nasional.
Di tengah era yang penuh ketidakpastian dan risiko yang semakin kompleks, Ogi menekankan industri asuransi memiliki peran strategis dalam memastikan Indonesia yang tangguh, inklusif, dan berdaya saing.
Ogi juga menambahkan peran asuransi seharusnya setara dengan perbankan dan kebijakan fiskal dalam menjaga kestabilan sistem keuangan.
“Di era risiko yang semakin kompleks, asuransi seharusnya menjadi pilar utama ketahanan nasional, berdampingan dengan sistem perbankan, fiskal, dan ekosistem keuangan lainnya,” kata Ogi dalam sambutannya di acara Indonesia Insurance Summit, di Nusa Dua, Bali, Kamis (22/5/2025).
Lebih lanjut, Ogi menuturkan, kontribusi sektor perasuransian terhadap PDB Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Hingga akhir 2024, rasio aset industri asuransi terhadap PDB kita baru mencapai 5,12 persen. Angka ini menjaminkan masih terdapat ruang pertumbuhan bagi industri perasuransian yang sangat besar.
Transformasi Sektor Perasuransian di Indonesia
Pada kesempatan yang sama, Ogi menguraikan 5 faktor pembeda utama di sektor perasuransian di Indonesia pada masa kini dengan era-era sebelumnya, terutama pasca pandemi COVID-19.
Pertama, meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap risiko khususnya kesehatan. Kedua, ekspektasi konsumen yang kini menuntut layanan yang cepat, mudah, dan transparan.
Ketiga, adopsi teknologi yang masif dalam merancang, mendistribusikan, dan melayani produk asuransi. Keempat, komitmen global terhadap keuangan berkelanjutan. Kemudian kelima, perubahan regulasi besar seperti implementasi Undang-Undang P2SK.
“Ke depan sektor perasuransian harus bertransformasi secara progresif dan terukur melalui inovasi produk dan layanan yang mudah dipahami dan berorientasi pada konsumen,” jelas Ogi.
Menurut Ogi, proses transformasi ini bukan hanya soal teknologi, tetapi juga perubahan pola pikir dalam merancang model bisnis, memperbaiki distribusi, dan meningkatkan nilai tambah layanan bagi konsumen.
Salah satu tantangan utama adalah rendahnya literasi asuransi, di mana sebagian besar masyarakat masih menganggap asuransi sebagai beban atau kewajiban, bukan sebagai kebutuhan dasar.
“Asuransi masih dinilai oleh masyarakat merupakan suatu kewajiban, bukan sebagai kebutuhan. Nah ini yang mesti kita ubah secara bersama-sama,” tambahnya.
Untuk menjawab tantangan ini, OJK menekankan pentingnya peningkatan literasi dan inklusi keuangan melalui kerja sama antara regulator, pemerintah, pelaku usaha, serta asosiasi.