Liputan6.com, Jakarta Di balik rencana demo pengemudi ojek online atau ojol yang akan digelar besok, Selasa 20 Mei 2025 besok, ada sejumlah asosiasi pengemudi ojol yang tidak turun ke jalan untuk demo atau mematikan layanan alias off-bid.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Keluarga Besar Driver Jabodetabek (KBDJ) Freddy Santoso Suherli. Dia mengatakan para driver ojol yang tergabung dalam KBDJ akan tetap melayani penumpang seperti biasa.
Menurutnya, para pengemudi ojol tetap melayani penumpang demi memenuhi kebutuhan keluarganya masing-masing. Sebab, jika pengemudi ojol turun ke jalan untuk demo berarti mereka tidak mendapatkan uang pada hari itu, padahal saat ini kebutuhan keluarganya yang terpenting.
"KBDJ tetap on bid utk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari," ungkap dia kepada Liputan6.com, Senin (19/5/2025).
Meski demikian, KBDJ tetap mendoakan rekan-rekan pengemudi ojol yang ikut menggelar demo besok.
"Saya dan KBDJ mendukung dalam doa agar aksi besok bisa berjalan dengan lancar dan tanpa ada kekerasan dan anarki
Dia juga mendukung adanya diskusi antara pemangku kepentingan untuk mencari solusi masalah yang dihadapi para pengemudi ojol selama ini.
"Berdiskusi bersama antara driver, aplikator dan regulator. Pemerintah dan negara harus hadir dalam permasalahan ojek online," tutup dia.
Seperti diketahui pengemudi ojol rencananya akan melakukan demonstrasi dan mematikan aplikasi secara massal besok. Aksi demo ojol dimulai pukul 13.00 WIB dan dipusatkan di tiga lokasi yakni Istana Merdeka, Kantor Kementerian Perhubungan dan Gedung DPR RI. (end)
Menhub Tak Larang Ojol Demo Besar-besaran Besok
Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi tidak melarang ribuan pengemudi ojek online (ojol) untuk menggelar unjuk rasa secara besar-besaran pada Selasa (20/5/2025) besok. Menyusul adanya ancang-ancang aksi demo dari ribuan mitra pengemudi (driver ojol) yang disertai penghentian sementara layanan aplikasi (off bid) massal.
"Soal besok, saya menghargai apa yang menjadi hak dari warga negara untuk menyampaikan aspirasinya. Jadi monggo, silakan menyampaikan aspirasinya," kata Menhub di Jakarta, Senin (19/5/2025).
Namun, ia menyarankan mitra pengemudi tersebut menyuarakan aspirasinya langsung kepada perusahaan aplikator semisal Grab atau Gojek. Di saat bersamaan, dirinya juga telah mempertemukan berbagai aplikator untuk menanyai kejelasan soal tuntutan ojol.
"Tapi sebenarnya kalau berkaitan dengan teknis, mustinya aspirasi itu disampaikan kepada para pelaku. Karena yang demo ini kan anak-anaknya," ujar Menhub.
"Kami dengar ada itu, saya tanya satu-satu nih. Pertanyaannya kemarin kan soal tarif, kemudian status pegawai, diskon, segala macam. Itu lah yang kita tanyakan kepada para pelaku," dia menambahkan.
Adapun dalam sesi pertemuan dengan pengurus aplikator layanan transportasi online, Menhub turut menanyakan soal besaran potongan komisi untuk mitra driver oleh perusahaan, yang diklaim lebih besar dari ketentuan yang tercantum dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1001 Tahun 2022.
Potongan 20% untuk Tarif Dasar
Meskipun begitu, Presiden unit bisnis On-Demand Services PT Gojek Tokopedia Tbk (GoTo) Catherine Hindra Sutjahyo menyatakan, pihaknya tetap menaati aturan yang ada. Dengan memberikan porsi 80 persen kepada mitra pengemudi, dihitung dari nominal tarif dasar.
"Biaya perjalanan itu yang dibagikan 80 persen untuk mitra pengemudi, 20 persen untuk aplikator. Ini enggak bisa berubah. Ini tidak dipotong dari pendapatan mitra driver, tapi dari konsumen ke aplikator," jelasnya pada kesempatan sama.
Di sisi lain, Gojek juga menimpakan biaya tambahan untuk kelanjutan sistem kepada pihak konsumen. "Kita ada yang namanya biaya jasa aplikasi. Biayanya 100 persen pada konsumen ke aplikator. Tujuannya, untuk menjaga kesinambungan sistem," imbuhnya.
Penghitungan Pembagian Komisi oleh Grab Indonesia
Chief of Public Affairs Grab Indonesia, Tirza Munusamy, lantas memberikan contoh pembagian tarif dasar yang diberikan aplikator kepada mitra ojol. Dengan penghitungan sama seperti Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1001 Tahun 2022.
"Sebut saja Rp 10.000, maka bagi hasilnya 20 persen, jadi Rp 2.000. Jadi mitra dapat Rp 8.000. Kami juga ada sisi (biaya jasa) untuk pengguna, katakanlah Rp 2.000. Yang jadi masalah, mitra pengemudi kerap membagi Rp 12 ribu dengan porsi 80 persen dan 20 persen," paparnya.
"Penggunaan komisi buat apa, kalau klik langsung datang. Tapi banyak yang terjadi di belakang layar yang membuat itu semudah satu ketukan. Itu ada tambahan biaya teknologi," ujar Tirza.