Liputan6.com, Jakarta Memasuki tahun 2025, perekonomian Indonesia memiliki ketahanan yang tetap solid di tengah menantangnya dinamika global yang ada. Menurut Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro, perlambatan yang terjadi pada kuartal I 2025 mencerminkan fase normalisasi menuju pertumbuhan yang lebih sehat dan seimbang.
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan I 2025 tercatat sebesar 4,87% (yoy), sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,02%. Berdasarkan riset Tim Ekonom Bank Mandiri, perlambatan ini dipengaruhi oleh efek basis tinggi pada tahun 2024, serta munculnya indikasi awal melemahnya investasi domestik setelah momentum pemilu. Tekanan eksternal kian meningkat akibat kebijakan perdagangan Amerika Serikat yang semakin agresif dengan penerapan tarif resiprokal. Situasi ini menciptakan ketidakpastian yang memicu volatilitas di pasar keuangan global, sehingga mendorong Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,3% menjadi 2,8%.
Meski demikian, konsumsi rumah tangga tetap menunjukkan pertumbuhan sebesar 4,89% (yoy), meskipun sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2024. Menurut Andry, perayaan Idulfitri 2025 tetap menjadi faktor pendorong utama, meski terdapat kecenderungan masyarakat untuk meningkatkan porsi dana yang dialokasikan ke tabungan.
Inflasi Mencerminkan Harga yang Relatif Stabil
Di saat yang bersamaan, inflasi tahunan hingga April 2025 tercatat 1,95%, mencerminkan kondisi harga yang terkendali. Menurut Andry, normalisasi tarif listrik usai program subsidi menjadi penyumbang utama kenaikan terbatas tersebut.
Biarpun begitu, laju nilai tukar rupiah sempat mengalami tekanan cukup besar sepanjang 2025 karena ketegangan geopolitik dan penguatan dolar AS yang meningkat.
“Fluktuasi ini perlu direspons dengan kebijakan stabilisasi yang terukur dan terkoordinasi. Bank Mandiri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di kisaran 4,93% sepanjang 2025,” ungkap Andry dalam Mandiri Economic Outlook Q2 2025 bertajuk Building Resillience in the Midst of Global Turbulence di Jakarta, Senin (19/5).
Akselerasi Ekonomi Berpeluang Terbuka Lebar
Andry menuturkan bahwa peluang akselerasi ekonomi masih terbuka lebar apabila terdapat sinergi yang efektif antara kebijakan fiskal dan moneter, khususnya dalam menjaga daya beli masyarakat dan mendorong laju investasi.
Ia menyoroti sektor pertanian sebagai contoh nyata, yang mencatat kinerja impresif berkat program intensifikasi seperti pompanisasi dan distribusi pupuk yang tepat sasaran. Selain itu, peningkatan produktivitas juga diharapkan melalui langkah ekstensifikasi yang mencakup pembukaan lahan baru secara terstruktur dan terencana. “Sektor-sektor terkait mobilitas, seperti transportasi, perhotelan, informasi dan komunikasi, serta hiburan, terus menopang pertumbuhan. Pergeseran gaya hidup menuju konsumsi berbasis pengalaman mendorong perputaran ekonomi di sektor jasa,” ungkapnya.
Ia juga menambahkan bahwa dengan adanya harga komoditas yang masih relatif tinggi tetap memberikan kontribusi positif terhadap ekspor dan pendapatan perusahaan. “Meski terjadi koreksi harga, margin masih berada dalam level wajar dan mendukung stabilitas sektor eksternal,” imbuh Andry. Berdasarkan analisa Tim Ekonom Bank Mandiri, kebijakan moneter Bank Indonesia diproyeksikan akan tetap akomodatif sepanjang tahun 2025, selama stabilitas harga dan nilai tukar dapat dijaga dengan baik. Di tengah ketidakpastian global, percepatan realisasi belanja pemerintah juga dipandang sebagai faktor kunci yang dapat menjadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional.
Sementara itu, dari sisi daya beli masyarakat, riset Mandiri Spending Index (MSI) per 11 Mei 2025 menunjukkan angka 257,9 poin, yang mengindikasikan adanya pemulihan konsumsi pasca-Lebaran. Momentum libur Hari Buruh dan Waisak turut mendorong aktivitas belanja, khususnya pada sektor transportasi dan perjalanan, yang mengalami peningkatan signifikan.
“Belanja masyarakat tercatat naik signifikan di awal Mei, meski kemudian mengalami normalisasi wajar. Provinsi tujuan wisata seperti DIY, Jawa Tengah, dan Jawa Timur mencatat kenaikan tertinggi selama periode libur panjang,” imbuhnya. Sementara itu hingga periode kuartal I 2025, fungsi intermediasi perbankan menunjukkan moderasi dengan pertumbuhan kredit 9,16% (yoy) pada Maret 2025 secara industri. Meski demikian, likuiditas menjadi lebih ketat dengan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 4,75% dan LDR yang naik menjadi 88%.
Kinerja Bank Mandiri Tetap Solid
Sementara itu, Bank Mandiri tetap mencatat kinerja solid, dengan kredit konsolidasi mencapai Rp1.672 triliun atau tumbuh 16,5% yoy. Fokus pembiayaan diarahkan ke sektor konstruksi, energi, makanan dan minuman, serta sektor padat karya yang resilien.
Salah satu pendorong utama pertumbuhan ini adalah adanya transformasi digital. Pengguna Livin’ by Mandiri mencapai 30,7 juta, dengan frekuensi transaksi mencapai 1,1 miliar dan nilai transaksi Rp1.070 triliun, meningkat masing-masing 30% dan 16% YoY. Kopra by Mandiri mencatat volume transaksi 349 juta dengan nilai mencapai Rp6.000 triliun, tumbuh 23% YoY.
Total volume transaksi digital Bank Mandiri mencapai Rp7.066 triliun hingga Maret 2025, naik 21,9% YoY. Efisiensi operasional juga meningkat, dengan rasio biaya terhadap pendapatan (Cost to Income Ratio/CIR) terjaga di level 38,2%
Strategi digitalisasi dan efisiensi operasional berhasil mendukung kinerja positif di tengah tantangan eksternal. Hasilnya, Bank Mandiri berhasil mencatat peningkatan pendapatan non-bunga sebesar 17,3% YoY menjadi Rp11,24 triliun, yang berasal dari pertumbuhan transaksi digital, layanan trade finance, treasury, serta pengelolaan dana.
Hal ini juga mendukung sisi pendanaan Bank Mandiri yang mencatat total Dana Pihak Ketiga (DPK) konsolidasi tumbuh 11,2% YoY menjadi Rp 1.748 triliun, dengan dana murah (CASA) meningkat 8,89% YoY dan komposisi CASA secara bank only mencapai 77,1%.
Kualitas aset tetap terjaga, dengan rasio Non Performing Loan (NPL) secara bank only di level 1,01% per Maret 2025. Hal ini berdampak pada penurunan biaya kredit (Cost of Credit/CoC) menjadi 0,71%, dari 0,99% pada periode yang sama tahun sebelumnya.